Sebelas
Misa menatap kaca kamar mandi kosong. Melepas kaca matanya perlahan Misa menatap pantulan wajahnya tidak percaya diri. Wajahnya hanya ditaburi bedak saset 2000-an di kios kecil didepan rumahnya. Misa memang tidak pandai berdandan, gaya berpakaiannya kuno dan tidak cocok dengan gaya jaman sekarang.
Mereka bilang Misa kampungan, mereka bilang Misa cupu culun dan tidak pantas berteman bersama mereka. Mungkin mereka benar.
Manik itu berkaca-kaca, Misa memang cengeng, dia sulit meninggikan suaranya, dia sulit berteriak dan dia pengecut yang lebih memilih menghindar dan pasrah saja ketika diganggu. Misa itu lemah.
"Kenapa bisa ada orang yang suka sama cewek kampungan kayak dia?"
"Dan gilanya, orang itu Arys!"
"Kayaknya pakai guna-guna, ya kali ada yang suka cewek kayak gitu."
"Kacamatanya aja udah setebal spion motor gua."
Tadi Misa mendengar percakapan itu, Misa penasaran kenapa dia tidak kunjung terbiasa digunjing seperti itu, padahal ini sudah berlangsung sejak ia SMP.
Misa menghina dirinya sendiri, lemah dan tidak berguna adalah dua kata yang sangat cocok untuk mendeskripsikan semua hal tentangnya. Keluar dari kamar mandi Misa melirik tasnya. Ada botol minum disana, ia menyiapkan air itu untuk Arys. Cowok itu bilang ia akan latihan basket hari ini dan Misa benar-benar ingin memberikan air itu.
Sejak kabar kedekatannya dengan Arys terdengar hampir ke seluruh sekolah, tidak ada yang berani membullynya secara langsung sekarang. Misa senang? Apa itu perlu dipertanyakan? Tentu saja.
Karena Arys Misa merasa aman.
Gadis itu berdiri diujung lapangan, menatap cowok tampan yang sibuk berlari menerima dan mengoper bola.
Misa tidak tahu sejak kapan, yang ia rasakan hanyalah rasa nyaman dan aman ketika berada didekat Arys. Cowok itu selalu saja ada saat ia terluka, begitu khawatir dan perhatian.
Saat Misa jatuh dari tangga dorong dan kakinya terluka, Misa masih ingat rasa hangat tubuh Arys yang menggendongnya ke UKS.
Cowok itu datang seperti pangeran berkuda putih nakal yang datang dengan aura intimidasinya, menjemput seorang pelayan buluk yang dibenci oleh semua orang dalam kerajaannya.
Misa terkadang penasaran, apa yang membuat seorang Arys mau menjadikannya teman, Misa tidak sekaya cowok itu, ada terlalu banyak cewek berwajah model 21 tahun disekolah ini, apa karena Misa adalah bahan taruhan seperti di novel-novel yang ia baca? Atau karena kasihan?
Jika di pikir-pikir sepertinya kasihan tidak bisa menjadi alasan kuat, ada banyak cewek dari kasta yang lebih pantas dikasihani dibandingkan Misa, lagi pula Arys adalah salah satu pembully sadis untuk cewek khasta bawah sepertinya.
Seperti surga kasta, sekolah ini bisa dikatakan seperti itu, banyak yang gila dengan hal itu disekolah ini.
Manik keduanya bertubrukkan, beberapa lama sebelum Arys tersenyum genit, mengedipkan sebelah matanya, cowok itu mendapat bola, berlari memantulkan bola berat, melompat melakukan dunk.
Dia memang berbakat, Misa tersenyum ketika mendengar suara sorakan untuk Arys. Mata Misa memutar, memperhatikan sekeliling lapangan.
Ada seseorang lagi disana, gadis cantik yang dulu tidak sengaja bertemu dengannya dulu. Gadis dengan baju seraga basah beberapa hari lalu.
Cara, target Avell yang awalnya malah menjadi target satu sekolah karena perintah dari Avell sendiri.
Dia disana, berdiri memegang seragam yang kalau diterka asal oleh Misa adalah seragam milik Avell.
Mengalihkan pandangannya, Misa menatap Arys yang berjalan kearahnya dengan santai. Melap keringatnya dengan handuk yang dia ambil asal dari seorang gadis.
"Arys, aku ...." Misa mendadak terdiam, dengan santai Arys mengambil air dari seorang gadis asal, meneguk air itu kemudian menatap Misa penuh tanya.
"Lo kenapa?"
Misa menggeleng, ah benar juga. Arys yang tampan pasti banyak memiliki banyaj fans. Dibandingkan dengan Misa, memang benar-benar seperti pangeran dengan babu. Jauh.
Misa berbalik, baru selangkah gerakannya terhenti.
"Misa~"
"Gua capek." tubuh Misa beku merasakan pelukan Arys di lehernya. Cowok itu menyandarkan kepalanya diatas kepala Misa. Membuat suara pekiknya terdengar jelas.
"Gua capek, jadi gua dendong lo boleh?"
"Hah?!" Misa berseru pelan tidak mengerti.
Arys tersenyum kecil mendengar suara Misa. Menghirup harum rambut Misa kemudian nyegir sendiri.
"Katanya capek, kok malah mau gendong." wajah Misa panas, mengalihkan pandangannya Misa berusaha terdengar biasa saja.
Arys bilang mereka hanya teman.
Arys melirik tas kecil yang dibawa Misa.
"Tas apa?" Misa melirik tas kecil ditangannya.
"Tas biasa, gak ada apa-apa?" Misa melipat bibirnya. Menggengam tas kecilnya erat. Dengan gerakan menghindari.
Alis Arys naik tapi cowok itu tidak begitu peduli.
"Jadi mau digendong?" Arys melepaskan pelukannya, berjalan bersisian dengan Misa.
"Jangan kamu capek." Yah, orang gila mana yang mengeluh capek namun malah menawarkan untuk menggendong seseorang? Jawabannya orang gila bernama Arys Gilarion. Entah mungkin ini masalah nama, soalnya kedua adik kakak kembar itu sama-sama gila, mungkin itu sebabnya nama mereka Gilarion.
"Yakin?" Misa mengangguk yakin, kemudian berjalan cepat yang tentu saja adapat dengan mudah dikejar oleh langkah lebar Arys.
Mereka duduk ditaman belakang sekolah, dengan Arys yang sudah berganti pakaian.
"Lu tahu dimana ada yang jual ikan remora?" Arys meluruskan kakinya, kemudian dengan cepat mengubah posisinya menjadi berbaring dipaha cewek yang duduk dengan tubuh tegang.
Misa tegang, terkejut dan jantungnya berdebar terlalu keras. Gadis itu menunduk menutupi wajahnya dengan poni-poni panjangnya.
Posisi yang malah membuat Arys dengan mudah dapat melihat keseluruhan wajah cewek itu.
"Kalau dari bawah begini lo makin cantik aja." tangan Arys bergerak, menangkup pipi kanan Misa dengan senyum manis.
Wajah Misa panas, memerah sampai ketelinganya salah tingkah, nafasnya terasa sesak. Takut-takut Misa mengalihkan pandangannya menjauhi manik mempesona milik Arys.
"Haus." Arys berujar membuat Misa menoleh cepat, menelan ludahnya Misa menarik tas kecil yang ia bawa dari tadi.
"Anu~ Arys aku." Misa menggigit bibirnya tidak tahu harus berujar bagaimana.
"Hm?" Arys menunggu. Menggerakkan kepalanya menyamankan diri.
"Ada air, mau minum?" Misa payah, padahal cuma air tapi kenapa dia sekaku ini?
Mungkin karena Misa memang tidak pernah miliki teman empat tahun terakhir ini, mungkin karena Arys.
Misa menyodorkan minum itu tepat didepan wajah Arys.
Cowok itu terkekeh mengambil botol minum itu, bangkit dan minum dengan santai.
"Kenapa gak kasih tadi?" Arys menatap cewek yang menunduk menggigit bibirnya.
"Anuu, tadi kan banyak yang ngasih kamu juga." Misa menatap Arys dengan bibir sedikit ia majukan.
"Bedalah." Arys menjengguk minumannya semangat.
"Apa bedanya?" Misa mengangkat wajahnya, kesal dan bingung. Entah kesal karena apa.
"Rasanya beda kalau dikasih sama orang yang kita suka!" Arya menggaruk belakang kepalanya, membuang pandangannya salah tingkah.
Misa terdiam, matanya mengerjai berusaha mengolah kembali maksud ucapan Arys, wajahnya panas lagi, astaga jika seperti ini terus Misa bisa berubah jadi Oven pemanggang.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top