Lima

"New target, eh?" Arys menatap saudara kembarnya yang sibuk memainkan game. Mereka tidur didalam kamar yang sama, sebelah kanan adalah daerah kekuasaan Arys, bergaya lembut dengan beberapa hiasan lampu gantung dari kayu dengan cat coklat muda dan sebelah kiri adalah milik Avell dengan warna coklat nyaris putih dengan gaya minimalist.

Mereka tidak terbiasa tidur dikamar yang berbeda dan berkelahi untuk dekorasi kamar sehingga orangtuanya membagi rata dekorasi kamar.

"Lu gila!" Arys terkekeh menghina saudara kembarannya tidak tahu diri.

"Ngaca sana! Gua liat kaki ikan lu diperban tadi." Avell mematikan gamenya. Berbalik menatap Arys dengan sama merendahkannya.

"Ekor bukan kaki, lu bego ya?" Arys melempar saudaranya itu dengan bantal. Yang kemudian ia dapat kembali.

"Hmmm, seengaknya gua perlakuin dia dengan lembut." Arys mengangkat bahunya dengan tidak peduli.

"Dan seengaknya gua gak Munafik." Avell membalas argumen Arys dengan mata berkilat bangga.

Mereka sama saja. Orang gila mengatai orang gila lainnya itu gila. Memang tidak tahu diri.

"Mama Papa pulang hari ini." Avell berbaring dikarpet, tidak peduli tubuhnya menjepit apa saja dibawah sana.

Rusak beli lagi, repot amat.

Arys mengangguk mengiyakan, orang tua Arys dan Avell adalah dua orang yang kelewat sempurna dimata kedua putra mereka.

Mereka tidak membutuhkan satu sama lain, dimata mereka itulah yang membuat keluarga tidak harmonis.

Sang Mama adalah pengusaha fashion ternama yang namanya sudah berada dimana-mana sedangkan sang Papa adalah pengusaha tambang sukses.

Mereka tidak saling membutuhkan, mereka terikat dalam pernikahan, ketika bertemu mereka akan terlihat begitu mesra, namun ketika sama-sama terpisah bukan hal yang mengejutkan bagi duo kembar itu kalau sang Mama atau Papa menggandeng pacar masing-masing.

Mereka saling tahu tapi tidak ambil pusing, bagi mereka selagi tidak merugikan itu tidak masalah.

Ya, tidak merugikan bagi sepasang suami istri itu, tapi berdampak besar bagi kedua putra mereka, membuat pasangan kedua cowok itu berbeda dalam cinta.

Bagi mereka Avell maupun Arys, hubungan adalah diamana salah satu orang bergantung pada yang lainnya. Jika tidak maka akan berakhir seperti hubungan kedua orang tua mereka.

Arys selalu menganggap suatu hubungan akan berjalan lancar ketika pasangannya tidak dapat melakukan apapun tanpa dirinya, sehingga pasangannya tidak akan pernah meninggalkannya.  Itulah mengapa Arys sedang berusaha menghancurkan mental seorang Misa. Ia ingin Misa bergantung seluruhnya pada Arys. Dengan begitu Misa tidak akan meninggalkannya.

Sedangkan Avell, menghancurkan sosok sempurna adalah ambisinya dalam suatu hubungan, dan Cara adalah orang yang tepat. Di mata cowok itu Cara adalah sosok sempurna yang berdiri sendiri, membuat Avell terus-menerus tertarik untuk menghancurkan kesempurnaan itu. Caranya akan tunduk, itu yang selalu Avell inginkan.

Apa yang seorang anak lihat adalah apa yang akan mereka pelajari.

Avell dan Arys tumbuh dengan pemahaman yang sama, dan ketika memasuki masa SMA akhirnya mereka merasakan ketertarikan pada lawan jenis.

Misa dan Cara adalah kedua orang yang kurang beruntung tersebut.

"Avell Arys." seorang wanita paruh baya dengan dandanan mewah muncul, tas mahal dengan merek ternama itu ia terpajang dengan bangga ditangannya.

"Mah." Avell bangkit, berlari memeluk Mamanya dengan erat. Sudah lebih dari tiga minggu Mamanya pergi dengan alasan urusan bisnis, meninggalkan kedua putranya berdua dirumah.

Keluarga itu harmonis ketika semua orang berkumpul dirumah, layaknya tidak ada masalah. Dan nyatanya memang tidak ada.

Kedua orang tua mereka hanya yakin, meski berpacaran dengan banyak orang pada akhirnya mereka akan kembali kedalam keluarga.

Tapi tetap saja tidak normal, kelainan otak dalam keluarga Gilarion sepertinya sudah menjadi tradisi.

Arys bangkit, mendekati Mamanya kemudian memeluk mamanya dengan sama eratnya dengan Avell.

"Papa mana?" Arys mengintip dari balik bahu sang Mama, dan tidak menemukan sosok pria paru baya yang ia cari.

"Bentar lagi juga muncul, paling lagi ngecek mobil-mobilnya. Gak ada yang kalian rusakkin kan?"

"Ga ada," Avell menyahut dengan wajah masam.

"Tumben?" Airen berujar heran, biasanya ketika sang Papa tidak pulang lebih dari dua bulan seperti saat ini, selalu ada saja mobil koleksi sang papa yang dihancurkan dengan sengaja oleh kedua putranya.

"Gak ketemu kuncinya, tau deh Papa sembunyiin diamana." Arys membalas ikut kesal mengingat dirinya dan Avell sudah memutari rumah lebih dari lima kali untuk mencari diamana papanya menyimpan kunci mobil.

"Padahal papa sembunyiin dikamar kalian berdua, loh." sosok pria baru baya muncul dengan smirk meremehkan, menatap kedua putranya yang memasang wajah tidak percaya.

"Dibawah tempat tidur, tempat kalian nyampe CD penuh dosa. Kardus yang ketiga." Vallen Gilarion berujar santai, menatap kedua putranya yang menatapnya dengan kesal, tersenyum menang mengetahui kedua putranya gagal membuatnya kesal.

"Astaga, Papa jangan buka rahasia, kalau besok dibakar Mama aku minta ganti rugi bangkrut, tahu rasa." Avell menatap sang Papa dengan tidak percaya. Pria tua ini mungkin habis makan ember.
Makanya bocor.

"Ayo, makan malam dulu." Airen tersenyum menatap jam dimeja kamar kedua putranya.

"Gimana sekolahnya?" Vallen bertanya serius, Vallen bisa menyipulkan sendiri sebenarnya, dilihat dari tampangnya saja ia tahu kalau kedua putranya itu banyak tingkah.

"Avell lagi dekatin cewek." Arys menunjuk sang adik  dengan sendok makan.

"Hiihhh, jorok lu. Bau jinggong!" Avell mendorong sendok makan yang mengarah kepadanya dengan jijik.

"Jinggong gua sama lu sama aja, setan!" Arys berujar tidak terima.

"Berantem! Ayo lanjutan berantem." kedua cowok kembar itu langsung duduk tegak.

"Ayo, biar nanti yang mati masuk kuburan yang menang masuk penjara." Airen memang hebat, menaklukan tiga orang gila itu benar-benar membuatnya menjadi ratu dirumah megah itu.

"Si Arys juga lagi dekatin cewek." Avell balas melapor.

"Bagus dong, nanti jangan kayak Mama sama Papa. Gak semua bisa kayak Mama sama Papa." Airen berujar menasehati, dia tahu dengan jelas apa yang dia lakukan itu memang salah.

Tapi mau bagaimana?

Dia dan sang suami tidak cukup hanya satu, mereka mudah bosan. Meski saling mencintai mereka berdua membutuhkan sedikit variasi dalam hubungan.

"Kita tahu kok." mata Arys berkilat, memamerkan sebuah rencana yang tidak terbaca.

"Mama Papa gak perlu khawatir." Avell nyegir memamerkan senyum lebarnya. Mereka hanya butuh sedikit waktu. Sedikit saja.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top