Enam
Cara kelelahan, nafasnya terengah dengan peluh dan baju basah. Jahat sekali, Cara tidak pernah menyangka dia benar-benar dijadikan target dari banyak orang sekaligus.
Perlahan gadis itu menyandarkan punggungnya pada dinding. Baju olah raganya basah kuyup dan seragamnya ada di kolong meja.
Setelah ini istirahat, jam yang pada akhirnya menjadi jam yang paling Cara benci. Ketika Jam istirahat jumlah orang-orang yang membullynya meningkat dengan tajam.
Avell sialan itu! Cara benar-benar membencinya sekarang.
Gadis itu mengintip dari balik dinding belakang sekolah, memastikan tidak ada siapa-siapa.
"Kamu kenapa?" Cara menoleh terkejut mendengar sebuah suara. Gadis manis dengan kulit putih pucat menatapnya polos, kaca mata berlensa besar menghiasi matanya.
Cantik ....
Bahkan Cara yang seorang perempuanpun mengakui itu.
"Nggak papa, cuma basah dikit."
Gadis itu menyodorkan botol minumnya pada Cara dengan senyum kecil.
Cara ragu awalnya, meski pada akhirnya diambil juga, dia kehausan.
"Misa."
"Huh?" Cara menaikan alisnya bingung. Tidak mengerti apa yang diucapkan cewek didepannya.
"Nama aku Misa." gadis itu berujar malu-malu, sedikit takut melihat ekspresi Cara yang datar, meskipun dia rasa gadis itu senasip dengannya, korban Bully.
"Ah, gua Cara. Salam kenal." Cara tersenyum balik, memamerkan senyum manisnya pada cewek cantik didepannya.
"Namanya unik." Misa terkekeh pelan, menatap manik cewek manis dihadapannya.
"Ahh, bapak gua gak tahu cara bikin nama, dia nanya Caranya. Orang salah paham jadi gua dipanggil-panggil Cara."
_/_
Keterlaluan, mereka semua benar-benar keterlaluan. Cara menatap seragam putihnya yang digantung didepan kelas. Bajunya sobek dan seragam olah raganya basah.
Manik jernih itu terpejam menahan amarah yang benar-benar ingin meledak.
Seragam itu dirampas dari tangannya, membuat Cara mendongak menatap cowok tinggi yang menatap seragamnya lama.
"Hmm, sobek ya?" Avell bergumam menatap seragam cewek yang disukainya itu.
"Udah tau nanya, bego emang." Cara menjawab ketus, tangannya bergerak hendak meraih seragamnya. Mungkin masih bisa dijahit, meskipun Cara ragu sebenarnya.
"Jangan kasar sama calon suami, dosanya besar." Cara memutar bola matanya, sinting emang!
Avell berdecak melihat seragam olahraga Cara yang basah. "Lu ikut gua ayo."
Avell menarik tangan Cara, lebih tepatnya menyeret gadis itu mengikutinya, masuk kedalam ruang ganti laki-laki.
"Lu gila bawa gua kesini? Kalau ada guru yang masuk gimana?" Cara bertanya panik, menatap pintu ruang ganti.
"Paling dikira kita lagi gitu-gitu."
"Gitu-gitu pala lu!"
Avell tampak membuka lokernya sendiri, mengambil sepasang seragam pemain basket kemudian menyerahkannya pada Cara.
Gadis itu mengerjap, menatap seragam yang diberikan Avell dengan bingung.
"Nih pake." Avell menyondorkan seragamnya, Cara menatap dengan ragu.
Cowok itu kemudian membuka seragamnya, menunjukan kaos putih terawang yang ia pakai.
"Lu-lu mau ngapain?" Cara bertanya panik, menatap cowok itu dengan panik.
"Jangan suudzon sama gua, lengan seragam basket itu gede, ntar BH lu keliatan." wajah Cara merah padam, malu dengan apa yang Avell katakan.
"Kalau lu mikir gua bakal masuk angin, lu gak perlu khawatir. Gua gak gampang sakit." Cara menolak dengan tidak enak. Dia baru saja menyumpahi cowok sinting itu tadi, dan sekarang malah menerima kebaikannya? Cara rasa dia keterlaluan.
"Masuk angin? Nggak. Gua cuma gak mau ada orang yang lain liat lekuk badan Sexy lu, gak ikhlas lahir batin gua." Cara tersentak, menatap seragam basah yang memang melekat erat pada tubuhnya.
Cara menggigit bibir ragu, menerima seraga yang disondorkan Avell dengan sedikit ragu.
"Lu bisa keluar bentar gak?" Cara menatap pria itu dengan tidak enak. Memerhatikan sekelilingnya dan tidak menemukan tempat yang cukup tertutup untuk mengganti pakaian.
"Kenapa?" Avell bertanya polos, menatap Cara dengan alis dinaikkan.
"Lu kan nyuruh gua ganti baju, ya kali didepan lu."
Cowok ini goblok ya? Jangan-jangan isu dia masuk 5 besar di kelasnya itu hanya Hoax saja.
"Ya kalau mau didepan gua juga gak masalah sih." Avell tersenyum genit, mengedipkan matanya menggoda.
"Mati aja lu!"
Avell tertawa melangkah keluar dengan santai. Menjaga pintu agar tidak ada yang masuk dan menganggu Caranya.
Beberapa menit kemudian cewek itu keluar, dengan seragam kebesaran Avell yang terlihat seperti karung di tubuh cewek itu.
Sedikit terlalu terbuka sebenarnya, untung saja kaos putih yang diberikan Avell bisa sedikit membantu menutupi tubuh Cara, meski sedikit terawang seragam Avell menutupi bagian depan dan belakang dengan baik.
Cara melangkah menuju kelasnya, dan semua siswa yang berpapasan dengannya menatap gadis itu lama, lebih tepatanya kearah seragam dengan nama Avell tertempel besar di punggung cewek itu.
~/\~
Misa menundukan kepalanya kebawah, ruang olah raga sepi, saat jam istirahat Misa memang sering melarikan diri kedalam ruang olahraga. Karena jarang ada siswa siswi yang mengunjungi tempat ini saat istirahat.
Gadis itu membuka kotak bekal, baru beberapa suap yang masuk kedalam mulutnya, tubuh cewek itu tersentak kaget ketika pintu dibuka dengan kasar. Beberapa cowok masuk dengan wajah sangar.
"Ahhh, akhirnya ketemu juga, Lo cewek yang deket sama Arys itu kan?" salah satu cowok maju paling depan.
Menatap Misa dengan pandangan menantang, cowok itu kakak dari salah satu teman sekelas Misa.
"Kasih tahu gua cara lu deketin cowok itu, kasihan adek gua nangis semalaman gara-gara elu." Misa menggeleng ketakutan, dia tidak tahu apa yang ia lakukan hingga Arys mendekatinya.
"Lu nolak, udah berasa tinggi!" cowok itu berseru siap maju sebelum kepalanya ditahan sesuatu.
"Apaan ha!" cowok itu berbalik, kemudian terpaku menatap sosok yang berdiri menjulang tersenyum keji kearahanya.
"Adik lu gak bilang ya?" Arys memberi jeda. Menatap sosok yang lebih pendek darinya itu rendah.
"Siapapun yang berani bikin Misa gua lecet, bakal mampus!" Arys bergerak cepat, menendang perut cowok itu sadis hingga terlempar cukup jauh.
Cowok itu tahu diri, dia tidak mungkin menang melawan Raja sekolah buru-buru kabur. Meninggalkan Arys dan Misa berdua didalam ruangan itu.
Arys mendekati sosok yang menunduk dengan bekal makanan dipangkuannya.
"Gua cariin dari tadi, kenapa disini?" Arys bertanya lembut, mengusap rambut gadis itu dengan hati-hati.
"Jangan kayak gitu, aku gak lecet." Arys menaikan alisnya, menggaruk kepalanya dengan canggung.
"Kalau gitu larang gua." Misa mendongak menatap Arys dengan tidak megerti.
Cowok itu mengangkat bekal Misa, menaruhnya dilantai. Menarik gadis itu berdiri dengan lembut.
"Larang gua mukul mereka." Arys tersenyum menatap gadis yang jauh lebih pendek darinya itu.
"Jangan pukul mereka." Misa menunduk sedikit ragu. Tidak berani menatap sosok itu.
"Yahh, yang tegas dong Misa, gak papa. Gua gak bakal mukul lo kok." Misa mendongak matanya berbinar.
"Serius?" Gadis itu bertanya ragu yang dibalas dengan anggukan Arys.
Misa bergerak cepat, memutar tubuh mereka. Mendorong tubuh Arys memepet ditembok dengan seluruh tenanganya. Mengunci tubuh pria itu dengan kedua lengannya.
Mata gadis itu mengerjap, posisinya bahkan hanya sedikit mencapai leher Arys.
"Jangan pukul mereka."
"Ahh, imutnya!" Cowok itu menarik kepala Misa memeluk kepala gadis itu di dadanya. Tidak peduli wajah gadis yang di peluknya itu memerah dengan jantung berdebar keras.
Arys terkekeh. Posisi ini memang bagus untuk mengintimidasi seseorang. Kalau yang mengintimidasi lebih tinggi. Kalau posisinya seperti ini entah mengapa terlihat lucu dimata Arys
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top