Dua puluh tiga
Cara tidak tahu, menatap hampa ke arah air yang membentang jauh kesana. Apa dia memang semenyedihkan itu?
Cara ingin tertawa, dia ingin mengejek dan menyanggah perkataan Avell. Tapi bayangan akan ditinggalkan, di hempaskan sendirian oleh semua orang membuat Cara takut. Dia takut sekali sampai benar-benar bingung harus bersikap seperti apa.
Menelan ludahnya, Cara membuka mulutnya tapi tidak ada kata yang keluar disana. Tidak ada satu katapun yang mampu ia lukiskan.
Avell memeluk pinggangnya erat, menarik tubuh itu semakin rapat. Membungkus tubuh itu dengan miliknya, seolah melindungi Cara dari dinginnya angin pantai.
"Gua bakal selalu ada disamping lo." mata Cara panas, bibinya bergetar. Cara takut, dia takut kehilangan semangatnya untuk hidup, dia takut tidak ada yang mau bersamanya dan membuang Cara begitu saja.
Cara tahu dengan jelas, kakaknya yang jarang pulang tidak menganggap Cara lebih dari sekedar orang asing. Bahkan kakanya sekarang sudah tidak pulang selama 5 hari.
Membawa serta keponakan yang Cara anggap sebagai bagian dari hidupnya.
Cara benar-benar menyedihkan.
"Gak akan ninggalin lo."
"Ada saat lo butuh."
"Dan jadi alasan lo bertahan. "
Hancur!
Pertahanan yang selama ini Cara jaga Hancur. Air matanya seluruh tanpa bisa ia bendung. Tubuh bergetarnya ditarik semakin dalam, kedalam kehagatan si jahat Avell.
Meremas lengan cowok itu Cara menangis keras, menyembunyikan wajahnya di dada cowok itu. Menumpahkan semua beban yang selama ini ia pendam.
Senyum Avell terbit. Diantara deburan ombak malam, suara tangis putus asa Cara seperti melodi memabukan yang baru tercipta. Mendekap erat sang bintang mati, Avell tahu Cara mulai hancur perlahan.
Malam ini akan jadi salah satu malam yang indah. Ketika ribuan bintang yang bersinar percaya diri di atas sana menjadi saksi, salah satu temannya kehilangan cahaya.
Dan setelah ini biarlah bintang mati itu berharap Cahaya dari sang matahari.
Tangisan itu menelan hingga akhirnya tidak terdengar, Cara tertidur setelah menumpahkan tangisan hebatnya.
Avell mengangkat tubuh itu. Malam sudah gelap. Tidak akan baik bagi gadisnya untuk berada disini lebih lama.
"Ck, syukur lo ketiduran gini bareng gua Beb, kalau cowok lain gak tahu deh ceritanya pasti beda lagi. "
Membawa tubuh itu kembali. Avell benar-benar harus memberi makan gadisnya, tubuhnya tinggi dan kelihatan berisi, tapi terlalu ringan.
"Lama!" seruan Arys dengan mata menyorot tajam menyambut. Avell memutar kedua bola matanya, abangnya ini tidak pengertian sekali.
"Iihhhh, Abang. Kangen ya? Jangan bang aku masih lurus." Avell menatap polos, mengerjap menggoda mendekati Arys.
"Mati lo Setan!" Arys memaki, kalau tidak sadar ada Cara di gendongan sang adik, sudah pasti cowok itu akan menerjang dan bergulat berguling -guling di pasir pantai.
Mereka bukanya tidak pernah melakukan itu.
"Setan-setan, kalau gue setan lo apa Rys? Lo sama gua kan gak beda. " Avell melirik pintu mobil yang tertutup, dan meski kedal Arys tetap membantu adiknya membukanya pintu.
"Ngapain? Lama amat?" Arys menatap Avell yang membaringkan Cara, dan sekali lagi Misa juga sepertinya tertidur didalam sana. Andaikan Arys abang yang durhaka, dia pasti meninggalkan Avell dari tadi.
"Proses bikin anak." Avell mengangkat alisnya naik turun tidak tahu malu.
"Yah bego, nama lo bakal di coret mami dari KK tahu rasa." Arys menggeleng. Masuk kedalam mobil di kursi pengemudi dan Avell disebelahnya.
Bukannya Avell tidak bisa mengendarai mobil. Tapi adiknya punya sisi waras lebih sedikit dibandingkan dirinya, Arys tidak mau membuat mobil ini menjadi arena roller coaster dadakan.
"Anter pulang atau bawa pulang?" Avell mengeluarkan beberapa snack yang sengaja ia simpan di mobil.
"Anter pulang." Arys tersenyum menatap jalanan kosong didepan.
Bukan tanpa alasan, Misa yang pulang sangat terlambat malam ini pasti akan dimarahi oleh paman dan bibinya, bahkan dia bisa saja dipukuli.
Arys tidak masalah, untuk saat ini. Misa mendapatkan perlakuan kasar dari keluarganya tidak akan memberikan dampak negatif untuknya, justru akan membuat si gadis semakin percaya, yang akan melindunginya hanya Arys seorang.
Faktanya Arys sama setannya dengan Avell, dia hanya lebih rapi dan elegan. Lebih tertutup dan pandai menyembunyikan sisi tidak warasnya.
Dekan tekanan dari keluarganya nanti malam, Arys tidak sabar dengan sikap Misa besok.
Bersiul senang, Arys menatap rumah yang ditempati Misa dengan mata berbinar-binar.
Arys keluar, membuka pintu belakang membangunkan Misa dengan kembut.
Melirik jam tangannya, jam depan, lebih cepat dari targetnya tapi tidak masalah.
"Misa bangun, kita sudah sampai." mengguncang pelan bahu mungil itu, Arys tersenyum lembut menyambut kesadaran Misa.
Menatap sekelilingnya, Misa sadar dia masih berada didalam mobil Arys. Bangkit Misa keluar dari mobil.
"Mau aku antar sampai dalam?" Arys menawari sang pacar. Yang dibalas celengan kecil Misa.
"Tidak usah, aku sendiri saja." Misa tersenyum memperbaiki letak kacamatanya, Misa melangkah masuk kedalam pekarangan rumahnya.
Arys mengangguk, kemudian masuk kedalam mobilnya, menunggu Misa masuk.
Menghirup nafanya Misa berusaha setenang mungkin. Melangkah mendekati pintu rumah dengan hati cemas.
Membukanya pintu pelan-pelan misa berkeringat dingin.
"Wah, Nyonya baru pulang?" tubuh gadis itu memegang. Menatap sepasang suami istri yang menatap gadis itu tajam.
"Dari mana Nyonya? Kenapa gak pulang aja sekalia kayak kemarin-kemarin?" bibir gadis itu kelu ketakutan. Dihadapan paman dan bibinya Misa tidak berani menjawab apapun.
Selama ini Misa memang dirawat oleh mereka berdua.
"Nasi gak ada, lauk gak ada cucian piring numpuk dan kamu ebak-enakkan kelayapan?!!" Misa tersentak oleh bentakan sang bibi.
Padahal Bibinya tida bekerja, tapi semua pekerjaan rumah dilimpahkan pada Misa.
Ya, Misa tahu kalau dia memang hanya menumpang, paman dan bibirnya jarang berlaku kasar jika Misa terima-terima saja mengerjakan semua pekerjaan rumah dan memberikan uang prestasinya kepada sepasang suami istri itu.
Tapi jika sekali saja Misa tidak mengerjakan pekerjaannya, diperlakukan kasar adalah konsumsi Misa berikutnya.
"Sibuk pacaran tuh, Mah." Derie menyahut dibelakang orangtuanya. Derie adalah sepupu Misa, satu tahun diatas Misa dan tengah menyimpan benci kepada Misa yang dekat dengan raja sekolah.
Satu tamparan mengenai pipi gadis itu. Menghempaskan Misa kelantai denga menyakitkan.
"Bagus ya! Mulai gak tahu diri ya!" Misa menangis tapi tidak mampu berbicara apapun. Tangannya ditarik dengan kasar. Didorong kedalam kamar mandi.
"Maaf." Misa berujar parau namun sedetik kemudian tubuhnya basah disiram air dingin.
Pukulan dan jambakan dari bibinya membuat Misa terduduk lemas kedinginginan disudut kamar mandi.
"Arys."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top