dua puluh satu


Suasana pantai sepi membuat suara ombak terdengar sangat jelas. Tentu saja, siapa yang datang kepantai ketika matahari sudah terbenam seperti ini.

Mereka melangkah bersisian, tenang dan tampaknya tidak berniat sama sekali mengakhiri kesunyian yang mereka ciptakan.

"Misa." gadis itu menoleh, menatap Arys yang melirik gadis itu. Cowok itu tersenyum kecil kemudian meluruskan pandangannya kedepan.

"Pernah dengan soal ikan remora?" gadis dengan kacamata besar itu mengerutkan dahinya, melirik dengan tidak mengerti.

"Iya pernah, saat materi tentang simbiosis, kalau tidak salah kelas 5 sd." Arys tersenyum, tentu saja gadisnya tahu. Gadisnya adalah gadis cupu yang menghabiskan waktu untuk belajar dan tenggelam dalam dunianya sendiri. Kenapa Arys harus bertanya.

"Aku suka pelajaran itu, simbiosis komensalisme dimana salah satu pihak diuntungkan dan pihak lain tidak untung atau tidak rugi." jeda sebentar, Arys mengambil posisi duduk diatas pasir, dan Misa mengikuti hal itu.

Mengambil jarak kira-kira sejengkal dari Arys, Misa penasaran dengan apa yang sebenarnya ingin Arys katakan.

"Kalau dipikir-pikir kita itu mirip seperti hubungan itu, Komensalisme." Misa mengerjap, berusaha mengerti apa yang sebenarnya Arys katakan.

"Dengan berada dekat denganku, bukannya kamu diuntungkan? Sedangkan aku-"

"Dirugikan!" Misa tanpa sadar memekik, bibir gadis itu bergetar, menatap Arys dengan pandangan kosong.

"K-kamu mau bilang, kamu merasa rugi bukan? A-aku emang gak berguna." senyum kecil Arys muncul, sudah sejauh ini. Ketakutan Misa akan kehilangan dirinya sudah sampai sejauh ini. Arys harus puas, tujuannya tercapai.

Hanya sedikit seggolan dan reaksi Misa sudah seperti ini. Arys senang, sangat!

"He~"

Menatap lurus kearah manik gadis itu Arys, tersenyum lembut.

"Kenapa kamu pikir aku rugi?" senyum sehangat mentari senja itu, sorot hangat itu, Misa tidak pernah mendapatkan hal itu dari orang lain, dibawah cahaya bulan Arys terlihat begitu lembut, manis dan hangat.

Bibir gadis itu bergerak hendak mengelurkan sepatah kata, tapi mata tetap terpaku pada sosok yang melindunginya. Dan tidak satu nada pun keluar dari bibirnya.

Sosok yang tidak satu kalipun menunjukan sorot jijik dan benci kearahnya.

"Karena - karena aku gak guna, aku aku gak sesempurna kamu. Karena aku selalu ngerepotin kamu, karena aku kayak noda yang seharusnya gak sama kamu. I-iya kan?" nafas gadis itu tertahan, ucapannya terbata-bata dan dengan jelas Arys bisa melihat genangan hangat mulai tercipta dikedua manik berbingkai tebal.

Arys mengangguk, tidak membantah satu katapun yang diucapkan gadis itu, ketika telapak tangan lebarnya mengelus pipi gadis dengan nafas tak beraturan. Arys tahu dia sudah menang.

"Tapi menurut aku, aku gak dirugikan. Bukan parasitisme, dan menurut aku ini juga bukan komensalisme."

"Karena aku merasa beruntung, aku merasa aku juga diuntungkan. Ini seperti simbiosis mutualisme. Dimana kedua pihak sama-sama beruntung. "

"Bohong!" Misa menyentak, dilihat dari sisi manapun Arys tidak mendapatkan satupun keuntungan dengan dekat denganya. Pria itu hanya mendapatkan tatapan aneh dan dan heran.

Dia tidak semakin tinggi atau semakin rendah, dia tidak mendapatkan effect apa-apa. Ini jelas Komensalisme. Kenapa pria itu merasa hubungan mereka saling menguntungkan?

"Karena aku senang, keuntungan yang aku rasa adalah rasa senang, senang ketika tahu kamu butuh aku. Senang ketika aku sadar kamu udah gak bisa apa-apa tanpa aku. Senang karena kamu takut aku jauh."

Otak Misa rasanya hancur lebur, dia tidak peduli sesakit apa kata-kata Arys melukai hatinya, Misa tetap merasa tenang juga senang.  Dia tetap merasa nyaman, padahal sudah jelas dia benar-benar seperti parasit.

"Aku senang, jadi apa kamu mau ini tetap seperti ini?"

"Seperti ini?" Misa tidak mengerti, otaknya tumpul mendadak. Dia rusak, otaknya dirusak dengan parah, mentalnya dijatuhkan kedasar. Yang dia tahu dia butuh Arys, dia ingin Arys, dia takut Arys pergi.

Dia ingin Arys untuknya, dia bisa mati jika Arys meninggalkannya.

Perlahan, Misa berubah jadi parasit, melekat pada diri Arys dengan tidak tahu diri.

"Iya. Kayak gini."

Rambut gadis itu berkibar pelan tertiup angin. Arys merapikannya, menatap mata Misa dengan senyum hangat yang sama, dan senyum hangat dari hatinya, senyum hangat tulus yang tidak pernah Arys berikan kepada orang lain selain orang-orang yang ia percaya, dan Misa adalah salah satu dari mereka.

"Bilang ke aku Misa, apa ada orang yang lebih kamu butuhin dari aku?" mata Misa berkilat, Arys bilang dia suka Misa yang bergantung padanya. Dia suka Misa membutuhkannya, dan Misa memang bergantung dan membutuhkan Arys.

Gadis itu menggeleng, senyum tulus dengan manik basah itu menyorot dalam.

"Tidak ada, hanya kamu. Aku butuh, hanya kamu." Hati Arys menghangat, dadanya berdebar kencang, perasaan senang membuncah didadanya. Senyumnya muncul tanpa ditahan.

Jatuh cinta bisa membuatnya sebahagia ini.

"Aku senang, aku senang." suara Arys nyaris berbisik, menarik gadis itu tenggelam dalam pelukannya. Misa tentu saja terkejut, namun dengan senang hati gadis itu membalas pelukan Arys, dengan sama eratnya.

Perasaannya tenang, tidak ada rasa takut lagi, bukan, bukan Misa. Tapi Arys, tidak ada rasa takut lagi didalam hatinya. Rasa takut Misa sadar bahwa dia lah yang membuat Misa sehancur ini, rasa takut Misa akan pergi dan tidak membutuhkannya, rasa takut dan tidak nyaman membayangkan hubungannya dan Misa akan seperti kedua orang tuanya.

Jika sudah seperti ini, Misa tidak akan kemana-mana. Dia akan berada didalam dekapan Arys selamanya, dia akan tenggelam bersama rasa yang Arys punya untuknya.

Misa tidak mungkin menjauh sekarang. Arys yang akan membuat gadis itu hidup seperti parasit. Dia yang akan mebuat Misa tidak akan bisa hidup tanpa dirinya.

"Jadi, mulai malam ini kita pacaran,'kan?" Misa tersentak, kebingungan gadis itu tidak tahu harus menjawab apa.

"Misa? Kita pacaran,'kan?"

Menggigit bibir,Misa mengangguk dalam pelukan Arys, semakin menenggelamlam wajahnya kedalam dada laki-laki yang tergelak karena reaksi malu-malunya.

"Bagus, akhirnya aku nembak kamu juga. Lega rasanya." Arys mengacak rambut Misa pelan, menikmati angin pantai yang terbilang kencang.

Matanya menatap langit, dia senang.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top