Dua puluh

Mengibaskan rok seragamnya, Misa mengangkat kepalanya memperbaiki kacamata besarnya yang sedikit turun. Melangkah dengan tas pink dipunggunya.

Selesai mengerjakan tugasnya, hari ini dia piket harian. Jadi Misa pulang lebih lambat dari hari-hari lain.

Misa menggigit bibirnya, dilorong menuju gerbang depan ada segerombolan cowok yang belum pulang. Gerbang belakang pasti sudah tutup sekarang.

Arys.

Nama cowok itu mendadak terpikir oleh gadis itu, andai saja ada cowok itu disini. Misa tidak perlu khawatir seperti ini.

Misa melangkah kedepan selangkah, kemudian mundur dua langkah, menautkan jarinya dengan bingung.

Dia tidak berani, sungguh!

Meneguhkan hatinya, kaki kecil gadis itu melangkah pelan, menunduk membuat poni-poni panjangnya menutupi wajah gadis itu.

"Hey, liat siapa ini." kaki Misa bergetar, gugup setengah mati, Misa berusaha tetap melangkah.

Jantung Misa rasanya berdebar semakin kencang ketika melihat sepatu-sepatu yang mendekat kearahnya.

"Dia Misa." salah satu cowok itu berujar keras, melirik teman-temannya dibelakang yang langsung bangkit dengan penasaran.

"Misa yang itu?" suara lain menyahut, nadanya serak membuat Misa mundur takut.

Cowok itu menunduk, menatap wajah Misa dengan penasaran. Cowok itu mengangkat dagu Misa yang tidak berani melawan.

"Dia manis, cantik juga. Kalau saja dia lebih percaya diri dia bisa saja menyaigi Angel."

Tubuh Misa semakin kaku, matanya perih, dia ingin segera pergi atau dia akan menangis disini.

"Pantas saja Arys menyukainya, dia terlihat menarik tapi dengan cara berbeda." salah satu cowok itu tertawa, menatap wajah Misa dengan sesama tampak meneliti atau lebih tepatnya menikmati wajah polos yang ketakutan tersebut.

"Dari pada kau dengan Arys, lebih baik dengan ku saja. Aku tidak punya riwayat buruk."

Sedetik setelah itu mata Misa ditutup oleh tangan seseorang, tubuh gadis itu ditarik kebelakang, kemudian ditenggelamkan kedalam dada orang itu.

"Jangan bercanda, Misa itu punya Gua." Misa tersentak, suara itu!

Milik Arys!

Suara tersentak dari cowok-cowok itu terdengar jelas olehnya.

Cowok-cowok itu terkejut. Mundur dengan teratur begitu melihat wajah seram dari seseorang yang tidak bisa mereka tolak perintahnya.

Aura dari cowok itu saja sudah begitu seram dan menekan. Padahal tubuhnya tidak sebesar preman pasar, entah mengapa auranya lebih seram dari preman-preman yang pernah mereka temui.

Wajah Arys miring dengan posisi aneh, tersenyum seram dengan sorot mata seolah mengancam.

Kumpulan cowok-cowok segera kabur, mereka akan mati. Kalau sampai mereka tetap kukuh disana, mereka akan mati. Arys cukup untuk menumbangkan setengah dari mereka, dan jika si adik kembar ikut, maka habislah mereka ditangan dua iblis itu.

"Misa." suara Arys memanggil gadis itu, terdengar lembut dan menenangkan.

"Aku cemburu loh." tubuh Misa menegang.

Misa mendorong tubuhnya keluar dari pelukan Arys, menunduk malu menyadari dia malah tenggelam dalam pelukan cowok itu.

"Kenapa dilepas?" wajah Misa memerah, merah sampai ke daun telinga gadis itu.

Menyudutkan gadis itu ditembok dengan sebelah tangan bertumpu pada tembok.
Kepala Misa menunduk semakin dalam dia benar-benar bingung harus berbuat apa.

Arys tertawa lepas, dia gemas sekali. Gadis ini benar-benar membuatnya tergila-gila.

Menarik tangan Misa membawa keluar dari area sekolah, menuju mobil yang terparkir sendirian ditempat parkiran.

"Masuk," ujar Arys membukakan pintu mobilnya. Misa masuk dengan pantuh. Arys tersenyum. Mengambil ponsel disakunya, Arys mengetik beberapa kata, kemudian mendongak menatap sekeliling.

"Aku pergi sebentar, tunggu disini."

Arys pergi begitu saja, meninggalkan Misa setelah mengacak rambut gadis itu. Misa bingung, jadi dia hanya duduk diam menunggu, sampai Avell kembaran Arys datang menggendong Cara, setelah itu pergi begitu saja seperti Arys.

☺☺☺
K

edua cowok itu kembali dengan baju berantakan dan senyum lebar, entah habis melakukan apa.

Masuk kedalam mobil, kali ini Avell yang menyetir.

Mobil yang membawa mereka berempat mulai melaju, Misa diam saja disebelah gadis bernama Cara itu. Misa jelas mengenal gadis itu, berita tentang gadis itu yang merupakan target bully dari seorang Avell menyebar dikalangan para murid, salah satunya Misa.

Misa tidak begitu kenal Cara, dia jarang melihat gadis itu baik dijajaran para pembully atau yang dibully.

Tapi kalau menilai dari fisiknya, Cara cocok menjadi pembully, tentu karena fisiknya yang bagus. Misa tahu tidak baik memandang orang hanya dengan pendapatnya saja. Tapi menjadi korban bully untuk waktu yang cukup lama membuat Misa selalu berprasangka buruk untuk banyak hal.

Misa kehilangan banyak kepercayaan dalam dirinya, baik kepada teman-teman ataupun keluarganya.

Misa selalu dikelilingi oleh-orang bertopeng yang berpura-pura ingin berteman dengannya, tapi sebenarnya malah menusuknya.

Ditusuk dari belakang itu menyakitkan, karena kita tidak tahu kapan hal itu akan menusuk, tidak ada persiapan ataupun ancang-ancang untuk menahan rasa sakit.

"A-Arys, kita mau kemana?" hening beberapa saat sebelum akhirnya Misa bertanya, mobil itu terus melaju sampai ke jalan yang tidak Misa kenali.

Arys, cowok itu melirik dari kaca spion, kemudian tersenyum lebar. "Kencan."

Mata Misa membelalak, kencan!!

"Hah?!" Misa mengerjapkan, matanya.

"Double date,"ujar Arys lagi, cowok itu tersenyum manis. Menoleh kebelakang dengan dengan matanya yang berbinar.

"Apa-apaan." gadis disebelah Misa membuka mulutnya dengan terkejut.

"Kenapa, Beb? Kan enak, gua kasih kesempatan bagus buat lu nembak gua. Gaudah pake bunga Beb, gua ikhlas kali ini." Avell menaik-naikkan alisnya menggoda.

"Mimpi!"

Misa ingin tertawa, bukankah Cara itu korban Bully dari Avell, kenapa perlukannya malah seperti cowok yang dimabuk cinta. Misa memang tidak berpengalaman dalam hal cinta, tapi dari novel cowok yang dimabuk cinta itu ya, seperti Avell ini.

Mobil itu terus melaju, pandangan laut terlihat. Mata Misa berbinar, laut adalah satu dari beberapa hal yang ia sukai, cahaya matahari senja seolah tercampur dengan birunya laut.

"Kita bakal kencan disekitar sini."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top