Dua belas
Cara benci mengakui Avell itu tampan. Dan terlihat sangat menonjol diantara cowok-cowok seumurannya. Dia berbakat dengan kemampuan memerintah yang hebat. Sayangnya, sifatnya jelek.
Dia tidak peduli dengan banyak hal, dia suka bermain kasar dan seorang pemberontak hebat.
Padahal yang Cara tahu, Avell itu berasal dari keluarga kaya. Sangat kaya.
Memeluk seragam cowok itu di dadanya, Cara menyengit karena silau matahari. Dia seperti ikan asin saja. Kegiatan latihan basket selalu ramai penonton. Karena rata-rata pemainnya adalah cowok-cowok tinggi yang populer.
Menghela nafas Cara menghitung detik-detik satu menit terkahir babak keempat. Terlalu malas untuk menikmati permainan para cowok diatas lapangan sana.
Pluit tanda pertandingan latihan itu selesai akhirnya berbunyi. Avell berlari kecil menuju ujung lapangan. Cara menyerahkan botol minum cowok itu. Sebenarnya milik cewek-cewek tadi, yang Avell ambil sebelum latihan kemudian menyuruh Cara memegangnya.
Cara mengambil dua langkah menjauh. Membuat alis Avell naik, melap bibirnya setelah minum cowok itu bertanya, "kenapa?"
"Bau matahari, badan lu bau acem." Avell terbahak, seumur-umur hidupnya dia tidak pernah dikatai sefrontal ini.
Avell berubah pikiran, dia tidak mau barbie. Barbie akan rusak kemudian dibuang begitu saja. Dia mau bulan, Avell mau Cara menjadi bulannya.
Benda indah yang tidak bisa bercahaya tanpa matahari, siapa mataharinya? Tentu saja Avell siapa lagi?
Siapa pun tahu bulan tidak memiliki cahaya sendiri, cahayanya ditengah malamnya adalah pantulan cahaya Matahari.
Bulan akan menghilang tanpa matahari, bulan akan lenyap dan tak terlihat tanpa cahayanya. Bulan akan bergantung pada matahari atau dia akan menghilang dari pandangan dan terlupakan.
Ahh, dia semakin di mabuk cinta.
"Mandiin gua kalau gitu, biar gak bau acem."
Cara menyorot cowok itu bengis, Cara tidak mau melakukannya. Hihhh, amit-amit.
Avell mendekat, mengendus rambut Cara. Harum, cewek ini selalu harum.
"Hon, lu pake sampo apa? Harum banget?" Cara menjauh, tubuh cowok itu penuh keringat dan mereka ditempat umum.
"Hon?" Cara memiringkan kepalanya, Cara tidak ingat ini sudah minggu beberapa dia menjadi babu dari Avell dan demi apapun cowok itu selalu memanggilnya dengan berbagai nama menjijikan.
"Keliatan banget lo gak pernah pacaran, sukur ada gua ya, yang siap jadiin lo calon istri." Avell merangkul Cara santai, membawa cewek itu keluar dari keramaian lapangan basket. Santai saja melihat keringatnya yang menempel diseragam Cara.
"Seragam gua bau!" Cara nyaris menjerit, berusaha memberontak meski sadar betul lengan Avell terlalu berat untuk ia angkat.
"Ini penanda dari gua. Jadi setiap cowok yang deket sama lo bakal jauh-jauh karna tahu ini bau siapa." Cara memutar bola matanya, fakta bahwa dia lebih memilih diperlakukan seenaknya oleh Avell dari pada diperlakukan seenaknya dari murid-murid satu sekolah adalah pilihan yang Cara ucapkan sendiri.
Avell adalah sosok sebenarnya dari seorang monster, sifatnya kasar pada siapapun, tidak pandang bulu. Dia si pemberontak sadis yang tidak dapat diatur.
Mereka sampai didalam kelas Avell, dengan lirikan mata saja seisi kelas paham Avell ingin mereka keluar dari dalam kelas. Jadi dengan beberapa sumpah serapah yang hanya mampu mereka teriakan didalam hati mereka keluar dengan pasrah.
Avell membanting tubuhnya keatas kursi. Melepas santai seragam basketnya.
"Pakein." Cara mengangguk saja. Memakaikan baju seragam Avell dengan hati mengucapkan berbagai nama hewan dikebun binatang.
Avell, dia seseorang yang tidak dapat diatur, seenaknya, tidak peduli dengan apa akibat dari perbuatannya.
Dia hanya peduli tentang apa yang akan dia dapatkan nanti. Tidak mau tahu tentang prosesnya.
Banyak yang membencinya? Tentu saja, tidak dapat dihitung. Dalam ketidak berdayaan mereka melawan monster bernama Avell mereka membenci cowok itu dan mencari cara setidaknya untuk membuat cowok itu sedikit saja mendapatkan balasnya.
Cara mengancingkan seragam Avell, membuat posisi mereka benar-benar dekat.
"Berapa lama sampai lo jatuh cinta sama gua, beb?" Avell mencetuskan pertanyaan di otaknya begitu saja. Menatap cewek yang mendadak menghentikan gerakan jarinya.
"Gua gak bakal jatuh cinta sama orang jahat." mata Avell berkilat. Tangannya bergerak cepat mencengkram dagu cara.
Menatap dalam kedua manik cewek yang menahan sakit didepannya.
"Jangan gitu, Beb. Gua gak mau lu jilat ludah sendiri. Lo pasti bakal jatuh cinta sama gua." Avell melepaskan cengkeramannya membiarkan Cara jatuh begitu saja ke lantai. Mengganti celana seragamnya dibelakang Cara yang tidak menggerakan kepalanya sama sekali.
\\\\_/////
"Arys?" Misa mendekat. Cowok itu duduk didepan sebuah pintu. Tampak cukup terkejut dengan kemunculan Misa yang tiba-tiba. Cukup panik karena mereka bertemu disaat yang tidak tepat.
"Mau kemana?" Arys menegakkan badannya yang semula dalam posisi tidak siap. Suara benda-benda yang terdorong dan suara tangisan terdengar sayup-sayup dari balik pintu.
Terburu-buru, Arys menarik Misa sedikit menjauh dari pintu itu. Misa tidak boleh tahu, dimata gadis itu Arys harus terlihat sempurna.
Arys harus terlihat tanpa cacat dimata ikan remoranya.
"Kamu nungguin seseorang?" Misa mengintip dari balik tubuh Arys yang menghalangi jalan. Gadis itu mengerutkan dahinya begitu mendengar suara kursi-kursi yang terdorong. Tidak keras namun masih dapat didengar oleh telingan Misa.
"Arys, didalam itu ada apa?" Misa mundur, rasa penasaran membuatnya tidak nyaman dan sedikit merasa tidak nyaman dengan wajah pria didepannya. Misa tentu saja tidak lupa siapa sosok dihadapannya. Arys sang Raja, salah satu tukang bully yang dihindari oleh semua orang.
"Misa." suara Arys pelan, terdengar begitu tenang namun menekan keberanian cewek berkacamata tersebut. Bola mata Misa bergerak menatap cowok di hadapannya. Merinding, tubuh gadis itu terpaku pada kedua bola mata kosong yang menatapnya aneh.
"Aku bukannya gak mau jujur, tapi kayaknya lebih baik beberapa hal tidak baik buat kamu lihat. " Misa menelan salivanya mengangguk kaku.
"Bagus, itu baru temen gue." Arys maju memeluk gadis dengan tubuh kaku itu. Mengelus rambutnya lembut.
"Gua bakal jagain lo, gausah mikir tentang hal lain, cukup ingat itu aja."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top