Delapan Belas

"Dia memang cukup cantik." Misa menarik nafasnya. Dengan sangat jelas gadis itu tahu bahwa para cewek diluar sana sedang membicarakan dirinya.

"Tapi tidak secantik itu untuk menaklukan Arys, ayolah dia bahkan nggak dapet setengah dari kecantikan Angel."

Mereka menyindirnya, dengan sangat jelas. Padahal mereka tahu Misa ada disatu ruangan bersama mereka.  Angel memang cantik, Misa tersenyum kecut. Gadis itu model sekolah bahkan diprediksi akan menjadi model yang sukses. Misa tentu saja tidak bisa dibandingkan dengannya.

"Kalau aja Arys nggak terus-terusan berada disamping dia, gua bener-bener pengen cakarin mukanya. "

"Yah, udah gak tahu malu. Dia udah jatuhin nama the King yang dipegang kuat sama Arys. Dia itu kayak noda di pakaian mahal Arys."

Misa berusaha tidak ambil hati, meski rasanya itu hampir tidak mungkin. Gadis itu tidak akan kuat kembali kehilangan teman. Arys satu-satunya yang mau berteman denganya, dan Misa tidak tahu dia akan seterpuruk apa kalau sampai Arys meninggalkannya

Misa diam, mengatur nafasnya saat tidak mendengar suara lagi, apa mereka sudah pergi? Pelan-pelan mendorong pintu kamar mandi gadis itu terkejut mundur beberapa langkah saat wajahnya mendadak disiram air. Tidak banyak, hanya membasahi wajah dan sedikit bajunya.

Mereka tertawa dan lagi-lagi Misa hanya daoat menunduk, "kenalin kita ke dukun lu, doang. Kayaknya ampuh banget." nadanya sinis, raut wajahnya juga Misa tebak si sinis suaranya. 

"Lu kenbanyakan bikin gaya, sampah yang ngegoda Raja, lu itu noda!" Misa jelas sakit, hati. Wajahnya memanas, hidungnya memerah menahan tangis. Dia ditinggal begitu saja, mungkin mereka tidak berani menganggu lebih dari ini. Karena ada Arys yang selalu menolongnya. 

Menenangkan diri gadis itu melangkah keluar, hari ini Arys punya jadwal latihan basket, awalnya Misa ingin menonton. Tapi Arys melarang karena panas. Jadi Misa mengangguk dan berkeliling tidak jelas disekolah.

Memasuki ruang musik, mata Misa berbinar ketika tahu ruangan itu kosong. Duduk didepan piano gadis itu tampak kesengan. Misa cinta musik, dia suka sekali meski jarang ada yang tahu. Dia dari keluarga miskin jadi untuk membeli alat musik saja dia tidak punya uang.

Memainkan beberapa lagu Misa tersenyum bebas. Sampai suara seseorang terdorong menghantam pintu terdengar olehnya.

Misa panik, melangkah terburu-buru gadis itu bersembunyi dibalik sebuah drum besar. Pintu terbuka dengan kasar. Dan seseorang terdorong masuk. Terbanting kelantai dengn suara sesegukan.

Takut-takut kepala Misa mengintip. Gadis itu yang tadi menyiramnya dikamar mandi. Dia kenapa? Berusaha mendapatkan posisi yang lebih memudahkannya melihat Misa hampir batuk ketika menyadari orang itu Arys.

Wajahnya tampak gelap, bukan wajah ramah yang biasanya cowok itu tunjukan. Ekspresinya menyeramkan, tampak setenang suasana sebelum badai datang. Tenang yang membingungkan.

"Jadi siapa yang lu bilang noda?" Misa mengerjap, tampak tidak paham.

Gadis disana menangis, tubuhnya basah kuyup, kotor dan wajahnya berantakan. Gadis itu menggeleng.

"Saya yang noda, Arys. Itu saya." Mata Arys mengkilap,  tampak puas dengan jawaban gadis yang menangis. Menjambak rambut gadis itu pria itu mendekatkan wajahnya, lu itu kebanyakan gaya, yang noda itu elu. Cewek yang gua suka lu bilang noda? Lu bener" gak paham kata ngaca."

Cewek itu terpaku, Arys? Menyukai Misa. Itu tidak mungkin, gadis tidak berguna itu tidak mungkin ada yang menyukainya.

Rambutnya dijambak semakin keras, gadis itu mengaduh kembali fokus kepada Arys.

"Lo pikir lo siapa sampai bisa melamun saat gue lagi ngomong sama lo." tubuh gadis itu bergetar, aura yang selama ini ditakuti dari seorang Arys menguar. Tidak begitu terasa tapi benar-benar membuat gadis itu merinding.

Wajahnya di hempaskan begitu saja, kepala gadis itu hampir terantuk lantai kalau saja tidak ada tangannya yang menahan.

Misa bergetar takut, melihat sosok Arys yag saat ini gadis itu bahkan tidak berani bergerak seinci pun. Aura yang dikeluarkan Arys terasa begitu mencekam dan mengintimidasi.

Cowok itu menunduk menatap rendah gadis yang menatapnya penuh dengan air mata dan berharap rasa iba. Sayangnya Arys bukan cowok baik berhati emas.

Jadi dengan sengaja, ia menginjak kaki gadis itu, gadis itu berteriak kesakitan. Namun sebelum ada memar yang tercipta ia mengangkat kakinya.

Gadis itu menjerit tapi tidak berani bergerak, salah satu gerakan saja ia takut tubuhnya ditendang oleh cowok itu.

Cowok yang dikatakan sebagai gambaran malaikat, berbanding terbalik dengan sang Adik Avell, kenapa bisa sekejam ini.

Kaki Arys bergerak mengangkat dagu cewek dibawahnya dengan ujung sepatu, bergetar kencang tubuh gadis itu panas dingin takut ditendang.

"Nyawa lo, bakal lebih cepat habis kalau terus-terusan gangguin dia, gua yang pastiin itu." nada mengancam itu terdengar terlalu jelas. 

Dengan gerakan cepat kepala gadis itu sudah terbanting menghantam lantai, cukup keras sampai menurutnya bisa membiru.

Dia tidak akan berani melapor, kalau dia sampai melakukannya kastanya akan turun sampai menjadi korban bully, atau kasta terbawah, karena Arys sang Rajalah yang langsung turun tangan membullynya. Bahkan jika dia pindah sekolah, kekuasaan Arys dan Avel sudah menyebar keseluruh sekolah dikota ini.

Dan gadis itu pasti cukup pintar untuk tidak cari mati.

Menelan ludahnya Misa, ketakutan. Matanya mengerjap terkejut ketika irisnya bertubrukan dengan mata Arys. Melangkah mendekat dengan senyum manis cowok itu mendekati Misa.

Tepat berada dihadapannya, Misa mendongak sedikit hati-hati juga takut.

"Misa gue laper, temanin cari makan yuk." gadis itu melongo, Arys berujar santai dengan raut ramah dan manis seolah tidak pernah melakukan sesuatu yang terbilang sadis.

"Eh?"

Tangan gadis itu ditarik, digenggam dengan erat keluar dari sana.

"Misa  gue sayang elo, kalau sampai ada yang lukain elo. Gue yang bakal bales mereka."

Arys tersenyum lembut, mengusap surai hitam gadis berkacamata lebar tersebut. Terbuai ketika senyum manis Misa mendadak tercipta, Ah dia benar-benar gila.

"Misa." gadis itu mendongak menatap Arys, cowok itu mendekatkan wajahnya dengan raut serius.

"Jangan jauh, jangan tunjukin senyum lu ke cowok lain, jangan luka," ujar Arys menggantung.

"Gue bisa gila."

Ada sedikit masalah yg menyebabkan saya mempublish ulang part ini, maaf PHP

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top