BAB 21
ARASH sedang merasa jengkel terhadap temannya, Bastara. Sejak kemarin, cowok gila itu menanyakan hal-hal konyol padanya. Bastara menanyakan seberapa besar air mata gajah, lalu tak lama kemudian menanyakan apakah Arash menjual anak gajah? What the hell...
Arash mengerti, Bastara sangat mencintai Dara hingga apa pun yang gadis itu mau, Bastara pasti akan membelikannya. Arash kira, Dara adalah manusia terkonyol dan gila yang pernah ia temui, tapi ternyata, ada Bastara yang sama gilanya atau bahkan lebih gila! Baiklah, mendedikasikan seluruh waktunya untuk Dara, memberikan semua uang untuk Dara, tidak masalah.
Namun, membelikan anak gajah? Arash rasanya ingin membenturkan kepala Bastara pada permukaan aspal. Anak gajah memang lucu saat kecil, Dara bisa merawatnya, tetapi Arash yakin, Dara mungkin saja akan mati tertindih bokong gajah karena gadis itu yang nanti akan terlalu kecil jika berhadapan dengan gajah dewasa. Lagi pula, mengapa Bastara terus mendesaknya dengan pertanyaan mengenai gajah? Apakah wajah Arash terlihat seperti pawang gajah?!
"Dua jam, kerjakan dalam dua jam, saya bayar lima kali lipat." Arash menoleh pada Bastara yang kini mondar-mandir sambil memegangi ponsel di telinga, kini cowok gila itu tengah menghubungi toko boneka yang menerima custom. Karena tidak mendapatkan anak gajah sungguhan, jadi Arash tadi menyarankan Bastara untuk membeli boneka gajah saja.
"Masa enggak bisa?! Harusnya bisa dikerjakan sama orang banyak?! Astaga lelet banget, sih." Bastara jarang sekali marah, dan kini, melihat cowok itu marah-marah karena toko tersebut tidak bisa membuat gajah jumbo dalam waktu dua jam, Arash jadi merasa kasihan pada pegawai toko. "Ya sudah, dua hari. Pagi-pagi akan saya ambil ke sana."
Arash geleng-geleng kepala, ia meraih remot lalu membuka youtube dan memutar playlist lagu popular 2023. Sejak pulang sekolah, Arash diseret ke rumah Bastara karena katanya cowok itu butuh bantuannya. Arash tidak mengira, bahwa bantuan yang Bastara inginkan adalah mencari anak gajah. Hell, ia baru saja mencuri anjing Mamanya, Arash tidak mau melakukan pembelian ilegal lagi demi Dara. Ngomong-ngomong soal Dara, gadis itu tidak ada di sini karena menghindari Bastara. Sepertinya ada sedikit masalah dalam hubungan mereka, melihat Bastara yang tampak gelisah, Arash jadi merasa kasihan. Cowok itu pasti takut ditinggalkan oleh Dara. Mengingat Bastara yang sudah sangat bergantung pada Dara, Arash rasa cowok itu pasti akan sungguhan gila jika Dara memutuskan hubungan mereka. Poor Bastara.
"Ponsel lo bisa meledak kalo terus-terusan dipakai telepon Dara," sindir Arash ketika—entah untuk ke berapa puluh kali dalam hari ini—Bastara mencoba menghubungi Dara. "Mungkin Dara lagi butuh waktu buat sendirian, biarin aja dulu. Dari apa yang gue perhatikan, Dara bukan tipe orang yang menjauh tanpa alasan. Kalau lo merasa enggak punya salah ke dia and there's nothing wrong with your relationship, itu artinya Dara yang punya masalah dengan dirinya sendiri, bisa juga masalah keluarga or something yang enggak berkaitan dengan lo. Sadar, Bar, Dara punya kehidupan lain, dan enggak semua hal tentang kehidupan pribadi dia bisa diceritakan ke elo. Just give her a moment."
Bastara duduk selagi membuang napas keras-keras lalu menjambak surainya sendiri. "Gua cuma khawatir, dari kemarin dia murung dan enggak nafsu makan. Gua takut dia sakit."
"Sambil nunggu that fucking elephant doll selesai, enggak ada salahnya juga kasih Dara waktu dua hari buat me time." Arash memutar bola mata ketika Bastara meliriknya sinis setelah satu detik ucapan Arash selesai. "What? Gue udah coba kasih saran."
"Saran dari lo enggak berguna, orang yang cuma tahu cara buka baju perempuan di kasur, enggak akan paham tentang hubungan pacaran normal," sindir Bastara sebal.
Arash mendengus, ia mengeluarkan ponsel dari kantung celananya, membuka ruang obrolnya dengan Helza, Arash mulai mengetik.
Anda: what u do?
Helza: lagi cabutin uban papi, satu uban satu juta
Anda: hahaha so how many gray hairs have u gotten?
Helza: ubannya sih cuma ada empat helai, tapi karena gue pengen dapat uang banyak, jadi gue cabutin juga rambut hitamnya
Anda: papi lo enggak marah?
Helza: kalo beliau marah, tinggal bilang aja, ngapain nyuruh anaknya yang buta warna buat cabut uban?
Anda: lo? buta warna?
Helza: yap, ada teman gue yang bilang, kalau cowok yang punya tunangan deketin gue itu berarti dia termasuk golongan cowok red flag, but I didn't see the color she was referring to, so I thought I was colorblind
Anda: I've already told u, I'm not engaged
Helza: oh my, sorry kalo lo kesinggung
Arash tertawa kecil membaca pesan itu, membayangkan wajah Helza yang selalu menatapnya polos ketika melemparkan sarkas adalah sesuatu yang menarik. Arash jadi ingin melihat perempuan itu secepatnya tetapi ia punya sesuatu untuk dilakukan lebih dahulu.
Anda: ok then, take ur time
Helza: wait, gue lupa tanyain. Bara tau enggak kalo besok lusa Dara ulang tahun?
Arash melirik Bastara, lalu membalas pesan Helza sebelum kemudian mengantongi ponselnya lagi. "Bar," panggil Arash.
"Apa?!" sahutnya sinis.
"Lo tahu enggak?"
"Enggak!!" Bastara mendelik, sibuk kembali dengan ponselnya. "Kalo lo enggak bisa bantu gua, enyah sana."
"Ini sesuatu tentang Dara, gue rasa lo enggak tahu," pancing Arash, ia menyeringai melihat Bastara mulai menatapnya. "Gue baru aja dapat info dari Helza, tentang tanggal ulang tahun Dara. Lo tahu kapan Dara ulang tahun?"
Bastara tertegun, ia belum tahu tentang tanggal lahir Dara. Melihat Arash yang menyeringai puas membuat Bastara kesal, ia iri. Arash lebih tahu tanggal ulang tahun Dara daripada Bastara?
"Kapan itu?"
Arash melipat tangan di dada, bersikap kurang ajar. "Janji dulu sama gue, lo bakal bantu gue suatu hari nanti, enggak peduli meskipun gue minta tolong hal konyol sekalipun misalnya gue minta lo tending bokong Noah, lo harus bantu."
Bastara mencebik. "Gua janji, gua bakal tendang bokong si Noah sampai kempes supaya lo enggak insecure lagi." Sialan. Arash mengumpat dalam hati. "Buruan kasih tahu, kapan ulang tahun Dara?" tuntut Bastara.
"Besok lusa," beritahu Arash, melihat mata Bastara membulat kaget membuat Arash mendengkus. "Cowok macam apa yang enggak tahu tanggal ulang tahun ceweknya?"
Bastara berdecap. "Kayak lo tahu aja tanggal ulang tahun Helza."
"Helza bukan cewek gue."
Seringai menyebalkan Bastara terbit. "Well, kalau gitu gue mau jodohin Noah sama dia, gue lihat-lihat kayaknya si Noah suka—"
"Lo mau gue kasih tahu Dara kalo tetangga lo di depan sana tadi datang ke sini cari anjingnya yang kabur lagi?" sela Arash mengancam. Tadi saat mereka tiba di pelataran rumah Bastara, ada seorang gadis yang menunggu kehadiran Bastara. Kalau tidak salah, namanya Charys, gadis itu izin mencari anjingnya yang kabur di hutan mini milik Bastara. Arash yakin, Dara pasti akan sangat marah jika tahu ada seorang gadis yang masuk ke sini.
"Gua tendang bokong lo sampai tepos enggak bersisa kalo lo kasih tahu Dara," ancam Bastara balik. Cowok itu merapikan surai dengan jari, lalu menarik Arash keluar. "Temenin gua cari kado buat Dara."
***
Karena Dara sedang galau dan tidak ingin ditemani, sementara Aruna sedang ada kerja kelompok, jadi sore ini, Helza memutuskan untuk pergi ke Mall. Diam di rumah sendirian sangatlah membosankan, jadi lebih baik mengelilingi lantai demi lantai dari gedung yang selalu berhasil mencuri banyak uang dari dompetnya untuk ditukar dengan barang.
Sudah ada dua kantung belanjaan di tangan Helza, isinya pakaian semua. Ia sempat membeli beberapa potong atasan turtleneck karena berkat seseorang, leher Helza kini mempunyai bekas isapan. Helza juga membeli rok dan celana dengan model terbaru.
Melewati toko sepatu, kaki Helza mendadak berhenti. Ada sepatu running terbaru dari Nike yang menarik perhatiannya. "Pegasus, ya, Mas?"
"Ya, Kak, betul." Seorang lelaki muda menghampiri Helza, dari sudut mata, Helza tahu lelaki itu tengah menatapi wajahnya tanpa berkedip.
Helza balik menatap, lelaki itu seketika salah tingkah. "Satu warna?" tanya Helza.
"Ya, kak. Tapi sisa size cowok aja, kak."
Helza mengangguk, ia tahu itu. sambil meneliti sepatu pajangan yang ia pegang, Helza coba menebak berapa ukuran kaki cowok yang beberapa minggu ini mengganggu pikirannya. "Size 44.5 atau 45 ready, Mas?"
"Ready, kak."
"Oke, mau dua pasang ya." Helza duduk di sofa yang tersedia selagi menunggu pelayan toko menyiapkan pesanannya, mata perempuan itu menyipit tatkala ia mengenali seseorang tengah lewat di depan toko yang ia singgahi. Helza berdecih sinis melihat orang itu bergandengan tangan dengan perempuan centil yang sedang tertawa manja. Dia selingkuh lagi? Batin Helza.
Setelah menyelesaikan pembayaran sepatu, Helza keluar dari toko tersebut. Perutnya mendadak lapar, jadi, Helza putuskan naik ke lantai tiga untuk mencari makanan. Karena tadi pagi ia sudah makan nasi, jadi Helza memutuskan untuk memakan mi, dan Marugame udon adalah pilihannya. Harusnya, Helza segera masuk ke dalam, namun sialnya, mata perempuan itu terlanjur melihat seseorang lain yang ia kenal baru saja masuk ke dalam restoran sebelah.
Bagus sekali. Tadi si tukang selingkuh, dan sekarang malah korbannya. Pertemuan itu seakan menarik Helza untuk ikut campur ke dalam hubungan dua orang itu. "Ish! Harusnya gue enggak peduli!" Helza mengumpat, membelokkan kakinya ke restoran sebelah. "Oke, gapapa, gue hanya perlu lihat dari jauh."
Dari jarak cukup jauh, bisa Helza lihat, seorang perempuan tengah berdiri kaku menatap meja berisi sepasang kekasih. Ah, lebih tepatnya, perempuan itu tengah melihat kekasihnya yang sedang kencan dengan perempuan lain alias selingkuhannya.
"Eeeww." Helza bergidik geli melihat si cowok menciumi pipi selingkuhannya itu. "Kalo gue jadi lo, udah gue labrak," gumam Helza. Dan seperti bisa mendengar suaranya, perempuan yang sejak tadi diam berdiri, kini mulai berjalan dan menyerang meja berisi pasangan itu.
"Nice, jambak dia sampai botak!" Helza semangat, tanpa sadar kakinya berjalan lebih jauh ke dalam, niat hatinya yang ingin memerhatikan dari jauh kini sudah melenceng begitu ia melihat cowok berengsek yang bisa-bisanya mendorong sang pacar demi melindungi selingkuhannya.
Meski itu orang asing, Helza tanpa pikir panjang akan membantu, apa lagi sekarang kasusnya adalah seseorang yang ia kenal walau mereka bisa dibilang musuh. Namun, sebagai sesama perempuan, Helza akan membantu perempuan itu sampai si selingkuhan kehilangan rambutnya!
Jadi, setelah ia menyimpan kantung belanjaannya di meja, Helza mendekat. Tanpa disadari ketiga orang itu, ia berhasil menyelinap ke belakang hanya untuk menjambak rambut si cowok sekaligus rambut panjang selingkuhannya. Kedua orang itu seketika mengaduh. "Ngapain lo bengong?! Bangun! Tendang junior cowok bajingan lo ini!"
"Jangan, ini cuma salah paham babe, aku bisa jelasin!" Hengky—cowok bajingan tukang selingkuh itu mencoba berontak, tetapi tangan Helza yang menjambak rambutnya lebih kuat dari apa yang ia kira.
"Aw, aw, lepasin! Rambut gue! Sayang tolong bantu lepas—aawww!"
"Cepet tendang kemaluan dia!" teriak Helza gemas.
Perempuan itu, Auris, sempat terdiam beberapa detik sebelum kemudian ia mendaratkan tendangan penuh tenaga dengan segenap amarahnya pada sesuatu di antara selangkangan milik Hengky.
Helza menyeringai, namun belum merasa puas. Cowok bajingan yang gemar selingkuh harus diberi pelajaran lebih. "Perlu bantuan?" tanya Helza pada Auris yang tampak gemetar. Melihat Auris terdiam dengan air mata yang mulai membasahi pipi, Helza akhirnya memutuskan untuk membantu sampai akhir.
Masih menjambak dua kepala di tangannya, Helza menarik kepala itu berlawanan arah sebelum kemudian mengadukan keduanya hingga berbunyi. Setelah merasa Hengky dan selingkuhannya kesakitan, barulah Helza melepaskan kepala-kepala itu.
"Bye, gue duluan!" ucap Helza sembari membersihkan telapak tangannya dengan tangan yang lain. Mengangkat serta kantung belanjaannya, Helza keluar dari resto tersebut dan kembali masuk ke resto tujuannya.
Perempuan itu baru saja duduk setelah selesai memilih menu dan membayarnya, saat tiba-tiba Auris ikut duduk di meja yang sama. Alis Helza sontak naik sebelah. "Apa?"
Auris tampak kacau dan gemetar, Helza jadi tidak tega mengusirnya. Auris pasti butuh teman, meski perempuan itu harus ditemani musuhnya. Memesan air mineral hangat pada pelayan resto, Helza berikan air itu pada Auris. "Minum."
Auris tidak banyak tingkah seperti biasanya, perempuan itu minum dengan cepat hingga tandas sebelum kemudian ia menangis lagi tanpa suara. Well, putus cinta memang semen-derita itu apalagi jika putus karena diselingkuhi.
"Nangis sepuasnya, besok-besok lo pasti nyesel karena pernah nangisin cowok modelan ikan lele kayak gitu," kata Helza. Ia tidak pandai menghibur, dan lagi pula, mengapa ia harus repot-repot merangkai kata untuk menghibur musuhnya?
"Gue ke toilet bentar, titip tas." Auris menyimpan sling bag beserta ponselnya di meja. "Tolong pesenin gue Niku udon sama skewered tofu, minumnya hot ocha."
Helza memutar bola mata, tampak keberatan. Namun anehnya, tetap ia lakukan juga. Usai memesan pesanan Auris, Helza hendak memeriksa ponselnya saat justru ponsel Auris di meja bergetar lebih dulu.
Nama Arash Athanasius terpampang sebagai si penelepon membuat Helza terdiam memerhatikan layarnya dari yang semula menyala, kemudian mati, hingga menyala lagi karena sebuah pesan masuk.
Arash Athanasius: lo dmn?
Ada rasa tidak nyaman yang perlahan merayap memenuhi hati Helza, perempuan itu memainkan lidah di dalam mulut sambil menggerutu. Sialan, kapan terakhir kali ia merasa cemburu? Kampretnya, ia cemburu pada cowok yang tengah menghubungi tunangannya sendiri.
Menatap kantung belanjaan berisi sepatu yang ia beli tadi, dan dengan segenap kedongkolan dihati, Helza tendang kantung belanja itu hingga jatuh teronggok di lantai. Rasa lapar yang sejak tadi merongrongnya kini mendadak hilang.
Helza buka tasnya dan merogoh ponsel di dalam, ketika mengusap layar benda pipih itu ia baru sadar ternyata ada empat pesan masuk sejak tiga puluh lima menit lalu. Melihat empat pesan itu dikirim oleh orang yang sama, Helza lantas membukanya.
Arash: Hel?
Arash: you're still shopping?
Arash: gue sama mama dan papa lagi jalan ke rumah Auris to cancel the engagement plans
Arash: let me know as soon as u have read this message, ya?
Ini Ajaib, bagaimana bisa perasaan Helza yang sedang buruk bisa membaik dalam hitungan detik hanya karena ia menyadari bahwa: Arash mengabarinya lebih dulu sebelum cowok itu pergi ke rumah Auris. Cowok itu bahkan menjelaskan alasannya pergi ke rumah Auris. Namun, senyum yang perlahan terbentuk di bibir Helza, hadir karena pesan Arash yang berikutnya.
Arash: are u done walking around? lo bawa mobil apa diantar sopir? atau enggak keduanya? let me know if u want me to pick u up
Sebelum Arash membombardirnya dengan pertanyaan lain Helza putuskan untuk segera membalas cowok itu. namun, baru saja ia mulai mengetik, Arash sudah lebih dulu meneleponnya. Helza hendak menjawab panggilan itu, namun kemudian entah kenapa ia jadi terdiam sampai telepon dari Arash mati membuat layar ponselnya padam.
Helza tetap diam, menatap ponselnya dan ponsel Auris bergantian. Dalam hati Helza mulai berhitung. Di detik ke tiga puluh dua, ada pesan masuk ke ponsel Helza. Arash pengirimnya. Helza abaikan pesan itu dan mulai berhitung lagi dalam hati, kali ini di detik ke lima puluh lima, Arash kembali menelepon Helza. Sama seperti pesannya, Helza juga abaikan panggilan itu hingga ketiga kalinya sampai akhirnya rentetan pesan yang masuk dari Arash membuat pertahanan Helza mulai goyah.
Arash: Hel, are you okay?
Arash: should I go pick you up?
Arash: Hel??
Helza mengumpat dalam hati. Sialan. Mengetahui bahwa Arash berusaha keras menghubunginya daripada menghubungi Auris—tunangannya, membuat Helza berdebar karena senang. Apa ini artinya kini Helza termasuk golongan perebut tunangan orang?! Apakah kini dia termasuk circle perempuan jahat yang senang di atas tangisan orang?!
Oh, sebenarnya Helza tidak peduli itu, toh, Arash dan Auris menjalin hubungan karena harus berpura-pura. Namun masalahnya ... Arash akan termasuk list mantan pacar Auris. Dan Helza merasa egonya ter-sentil jika harus dekat dengan mantan dari musuhnya. Auris pasti akan senang mengejeknya nanti.
Helza jadi pusing sekarang, haruskah ia terobos saja atau justru melupakan Arash seperti cowok yang ia temui sebelumnya?
"Kenapa lo enggak angkat, itu Arash telepon lo." Helza terkejut ketika suara Auris tiba-tiba terdengar di belakangnya.
Perempuan itu mendengus sekaligus menarik kembali ingus yang hampir keluar. Helza melotot melihat Auris yang tidak ada elegannya sama sekali saat ini. "Gue tahu dari lama kalau Arash suka sama lo," beritahu Auris.
"Maksud lo?"
Auris memutar bola mata. "Gue lupa, entah enam apa lima bulan lalu, gue pernah enggak sengaja lihat di meja rias Arash ada foto tangan perempuan yang di pergelangan tangannya ada bekas gigitan. Arash enggak mungkin se-alay itu untuk print foto tangan itu kalau dia enggak suka sama si pemilik tangan." Helza tertegun mendengar itu. "Gue tahu itu tangan lo karena gue kenal style nails art yang lo pakai."
Helza menatap pergelangan tangannya, meski samar ia mengingatnya. Saat ia terbangun di sebuah hotel karena mabuk parah, kemudian di tangannya ada bekas isapan dan gigitan. Itu hari yang sama saat Helza mengajak Dara dan Aruna untuk jogging di sekitar hotel tempatnya menginap.
Jadi ... orang yang membantunya saat itu adalah Arash? Itu artinya, Arash sudah lebih dulu mengenalinya jauh sebelum mereka berkenalan di pet shop? Lalu kenapa Arash bersikap seolah tidak kenal dan bahkan ketus padanya kalau memang ternyata Arash suka padanya?
"Gue cabut duluan!" ucap Helza menggebu. Ia harus segera bertemu Arash.
Auris melotot, refleks menggenggam tangan Helza seerat yang ia bisa. "J-jangan pergi, temenin gue makan sebentar!"
"Lepas!" ucap Helza horror.
"Hah? Apa?"
Helza mendesis, "Lepas tangan gue sekarang juga!" Auris kaget, langsung melepas genggamannya pada Helza. Sementara Helza sendiri, merinding menatap telapak tangannya. Tangan ini... tangan yang pernah ia pakai untuk menjambak rambut Auris kini justru bergenggaman dengan perempuan itu! Hah, dasar gila! []
***
Bersambung, 05 Oktober 2024.
Happy weekend ya gaisssss.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top