BAB 16
Haii, lama tidak update di sini.
Apa kabar?
Oh ya, sebelum baca bab ini, aku sarankan baca bab 15 lebih dulu supaya enggak lupa jalan ceritanya, ya^^
Sorry for typos and happy reading luv
***
“ARASH, mama baru aja selesai telepon orangtuanya Auris.” Arash baru saja duduk di meja makan untuk menyantap sarapannya ketika Mama Erren berujar seperti itu. Arash tahu arah pembicaraan ini, tetapi memilih tetap bungkam agar Mamanya melanjutkan pembicaraan. “Mama ajak mereka buat ketemu Sabtu malam nanti untuk bicarakan pembatalan perjodohan kamu dengan Auris.”
Arash terkejut meski wajahnya tetap tenang, ia pikir, perjodohannya dengan Auris akan tetap berlanjut, mengingat Mamanya yang beberapa bulan terakhir selalu mencekoknya untuk menerima perjodohan itu.
“Dibatalin?”
“Terus, kamu maunya gimana? Mau tetap dijodohin sama Auris padahal kamu cinta banget sama Helza?”
Kali ini, Arash tidak lagi menahan rasa terkejutnya. Itu jelas terlihat dari mata birunya yang membulat.
“Aku apa? Cinta sama siapa?”
Mama Erren berdecak. “Sama Helza. HEL-ZA. Udahlah gak usah pura-pura, atau menyangkal perasaan kamu sama Helza. Mama lihat dengan mata kepala mama sendiri, gimana kamu ngebet sama dia.” Kurang lebih delapan belas tahun mengurus Arash, tentu Mama Erren tahu ketika anaknya tertarik pada sesuatu. Arash anak yang cenderung jarang mengatakan apa yang ia mau, tetapi Mama Erren hafal betul, jika Arash menatap sesuatu atau seseorang lebih dari lima detik, atau bahkan berperilaku menyimpang—seperti menonton drama India—itu sudah jelas membuktikan bahwa anaknya benar-benar tertarik pada Helza.
“Kamu ini, kalau memang enggak suka sama Auris, kenapa enggak nolak aja, sih, Rash? Mama kan cuma berniat menjodohkan, tetapi kalau kamu enggak suka atau kamu sukanya sama cewek lain, mama enggak akan lanjutkan perjodohan ini.”
Arash berdeham, lalu menjelaskan tentang fakta bahwa sebenarnya ia dan Auris hanya berpura-pura menerima perjodohan agar baik Mama Erren atau Mama Auris tidak lagi berisik dan mendesak mereka untuk bertemu.
“Astaga, Mama jadi kayak ibu-ibu jahat yang maksa anaknya buat nikah tanpa cinta, deh.” Mama Erren cemberut. “Jadi..., harusnya enggak akan ada masalah, dong, ya, kalau Sabtu nanti kita bicarain pembatalan perjodohan kalian?”
Arash mengangguk. Tentu saja tidak akan ada masalah, ia dan Auris hanya berpura-pura saja. Tidak akan ada drama di mana Auris akan menangis dan memohon agar perjodohan mereka dilanjutkan. Auris terlalu sibuk mengurus Henky.
“Mama lega banget, ternyata kamu suka sama cewek.”
Arash mengangkat sebelah alisnya.
“Maksud Mama?”
“Yah sebenarnya Mama sempet mikir kalo kamu itu suka sama sesama jenis. Habis kamu enggak pernah tuh bawa cewek ke rumah, padahal mama gak pernah larang kamu pacaran.” Meski tinggal di Indonesia, gaya hidup Arash dan keluarga tetap condong ke barat. Mama Erren tahu, anaknya sudah dewasa, dan Mama Erren yakin Arash bisa bertanggung jawab atas apa yang ia lakukan. Jadi, Mama Erren membebaskan gaya hidup Arash, dengan catatan, tidak menyentuh narkoba dan membunuh orang. “Mama sampai bertanya-tanya, apa enggak ada cewek yang bikin kamu tertarik, atau cewek yang enggak tertarik sama kamu karena kamu kayak kanebo kering?”
Arash mendengus pelan, Mamanya tidak tahu saja bahwa ada belasan cangkang kondom yang pernah Arash sobek. Meski tidak pernah membawa perempuan ke rumah, bukan berarti Arash tidak berurusan dengan perempuan.
“Syukurlah sekarang kamu suka sama Helza, meskipun kayaknya Helza enggak suka kamu.” Ugh, kata-kata yang tepat jika Mama Erren ingin melukai harga diri Arash. “Selain nonton India, usaha apa lagi yang udah kamu kerahkan buat dapet perhatian Helza?”
Sebelum menjawab, sepertinya Arash harus mengoreksi sesuatu. “Mam, aku emang tertarik sama Helza, tapi enggak sampai ditahap aku cinta banget.”
“Preeett, ucapan sama tingkah lakumu enggak sinkron, Rash. Apa harus Mama jelasin kenapa Mama bisa tahu kamu fall in love with her? Yakin kamu bisa nanggung rasa malunya?”
Arash hanya berdehem, tidak lagi membantah. Terserah nyonya Erren saja. Lebih baik ia segera menghabiskan sarapannya dan berangkat sekolah. Arash tidak sabar bertemu seseorang yang sejak bangun tidur ia pikirkan.
***
Helza berangkat diantar Pak Ruslan, ia duduk di kursi penumpang dalam keadaan masih setengah tidur. Hari Senin adalah hari paling menyebalkan, selain ada upacara, ada Matematika juga yang mengisi jam pulang nanti. Astaga, membayangkan bahwa Helza harus berkelahi dengan rumus di jam rawan saja sudah berhasil membuat Helza ingin segera pulang.
Apa gue bolos aja, ya? Mumpung lagi di lampu merah, apa gue suruh pak Ruslan putar balik aja?
Belum sempat Helza mengutarakan keinginannya untuk putar balik kepada sang sopir, handphone Helza sudah lebih dulu bergetar menandakan ada pesan masuk.
Helza merogoh tasnya dan menatap layar di mana ada sebuah nama tertera sebagai pengirim pesan.
Arash: guess what.
Anda : what??
Arash: I saw the car carrying the sleeping princess
Arash: mengirim gambar
Helza membuka gambar itu lalu tertawa melihat bahwa mobil yang Arash maksud adalah mobil yang sedang Helza tumpangi, karena kaca jendelanya tidak dibuat gelap, orang dari luar bisa melihat apa yang ada di dalam mobil Helza meski tidak terlalu jelas. Sialnya, yang Arash lihat adalah Helza yang sedang tertidur.
Dan cowok itu berhasil mengabadikan si putri tidur di mobil itu dalam kamera ponselnya.
Helza menoleh ke sisi kanan, dan baru sadar bahwa Arash ada di sana. Cowok itu duduk di atas motor besarnya dan menatap ke jendela di mana ia bisa memandangi Helza. Perempuan itu kemudian mengetikan balasan.
Anda: hahaha gue bukan sleeping princess tapi sleepless princess
Alih-alih membalas pesan Helza, Arash justru mengetuk jendela mobil, sambil menahan senyum, Helza menurunkan kaca jendela yang Arash ketuk.
“Hi, sleepless princess,” sapa Arash, suara berat dan rendah di balik helmnya tidak lantas membuat Helza tuli. Suara cowok itu masih terdengar jelas.
“Hi, tunangan orang,” sahut Helza bercanda.
Meski tertutup helm, entah kenapa Helza bisa tahu bahwa hidung Arash pasti berkerut karena cowok itu sedang mendengus kasar. Dan, oh, jika sedang memakai helm full face seperti ini, ketajaman mata Arash meningkat dua kali lipat. Tetapi entah kenapa, alih-alih terintimidasi dengan cara cowok itu menatapnya, Helza justru merasa hatinya tergelitik.
Helza perhatikan Arash yang merogoh ranselnya, cowok itu ternyata mengeluarkan susu beruang kaleng dari sana. Yang kemudian diberikan pada Helza dengan cara menempelkannya pada pipi perempuan itu.
“Ugh, dingin!” Helza menjauhkan pipinya dari kaleng susu itu, lalu mengambilnya. “Thanks.”
Arash mengangguk bertepatan dengan lampu lalulintas yang berubah hijau. “Have a good day sleepless princess.”
Belum sempat Helza membalas, motor Arash sudah lebih dulu melaju.
Helza tersenyum menatap botol kaleng susu beruang di tangannya, membuka kamera handphone-nya, Helza mengambil selfie dengan susu kaleng tersebut yang ia simpan di pipi. Hasilnya tentu saja bagus, orang cantik memang selalu effortless dalam urusan selfie. Helza kemudian mengunggah foto itu sebagai story di akun Instagram-nya.
***
Arash selalu mengumpat jika harus berhadapan dengan hari Senin, terutama saat ia harus berdiri selama satu jam ketika upacara. Jujur saja, Arash lebih baik menggunakan waktu satu jam itu untuk jogging memutari lapangan basket daripada berdiri kaku di bawah sinar matahari yang perlahan meninggi.
Jika dihadapkan dengan hari Senin, mood Arash selalu berantakan. Rasanya lelah dan bosan. Baru saja sampai di parkiran, rasanya Arash ingin kembali pulang. Kalau bukan karena ada seseorang yang ingin ia lihat, Arash lebih memilih absen di hari ini.
Helza. Arash menahan senyum yang hendak terbit ketika mengeja nama itu dalam hati. Setelah memarkirkan motornya, Arash mulai berjalan sambil memeriksa ponsel.
Ada satu notifikasi yang mencuri atensinya, itu adalah sebuah notifikasi dari Instagram yang secara khusus Arash aktifkan.
Helzasalazar mengunggah cerita!
Yap, Arash sengaja mengaktifkan lonceng pemberitahuan dari akun Helza. Perempuan itu jarang mem-posting foto atau bahkan mengunggah story. Jadi, Arash tidak ingin ketinggalan kalau-kalau Helza mengunggah sesuatu di instagramnya.
Arash buka unggahan story itu, lalu senyum yang sedari tadi ia tahan, tidak mampu lagi ia sembunyikan.
Bagaimana tidak? Melihat Helza tersenyum begitu cantik sambil memegang sebuah kaleng susu yang ia berikan tentu saja berhasil memicu senyum Arash yang jarang terlihat.
Arash menghentikan langkahnya hanya untuk memerhatikan foto itu lebih lama, ia kemudian mengambil tangkapan layar foto Helza. Setelah meninggalkan jejak suka di story tersebut, Arash mematikan ponsel dan kembali berjalan menuju kelas.
Ternyata, hari Senin tidak terlalu buruk juga. Sungguh hari Senin yang menyenangkan.
***
“Za, lo dijemput sopir kan? Gue nebeng ya?” Aruna menyejajarkan langkahnya dengan Helza di selasar sekolah yang dipenuhi banyak murid karena bel pulang sudah berbunyi dua menit lalu. Dara sudah dibawa Bastara, jadi jangan tanyakan ke mana perginya gadis cabul satu itu.
“Duh sorry, Na, gue pulang sama Arash.” Helza menjawab selagi fokus pada ponsel, tadi saat satu jam menuju bel pulang, Arash mengiriminya pesan.
Cowok itu menagih janjinya yang ingin ditemani makan bakso oleh Helza, sebagai bayaran karena kemarin Arash sudah mengantarnya dan Aruna pulang dari Mall.
“Hah? Sama Arash?” tanya Aruna. Helza melotot dan mencubit Aruna yang bersuara keras. “Hehe... Gue nebeng lagi, dong, si Arash orang baik ternyata.”
“Gak bisa, Na. Arash pake motor, ya kali mau di dempet tiga.” Helza mengantongi ponselnya setelah membalas pesan Arash yang mengatakan bahwa cowok itu menunggu di tempat parkir. “Kembaran lo mana emang?”
Aruna berdecih. "Nganterin gebetannya pulang.”
“Makanya, cari cowok sana biar ada yang anterin pulang!” Helza gemas sekali terhadap Aruna yang menghabiskan masa SMA nya dengan buku-buku dan perpustakaan, tidak salah, sih, tapi maksud Helza, jangan sia-siakan masa muda juga. Minimal, satu kali berpacaran saat SMA itu wajib. Biar ada sesuatu hal istimewa yang bisa dikenang saat tua.
Aruna cemberut. “Ih, gue pesen gojek aja, deh!”
“Jangan,” cegah Helza saat sadar bahwa Arash tidak sendiri di tempat parkir. “Mau enggak kalo lo dianter Billy?”
“Billy yang genit itu maksud lo?” Aruna tampak tersinggung seolah dibonceng Billy adalah sesuatu yang haram. “Enggak, ah!”
“Genit-genit gitu dia baik tau, pernah jadi kacungnya si Dara itu. Udah sama Billy aja, sekalian ikut ngebakso mau gak? Gue jamin, si Billy enggak akan macem-macem sama lo,” bujuk Helza.
Setelah berpikir selagi berjalan ke area parkir, akhirnya Aruna setuju.
Sementara di tempat parkir berada, Arash tengah memelototi Billy agar cowok menyebalkan itu enyah dari tempat ia berdiri.
“Apa sih melotot mulu? Gue cuma bentaran doang di sini, mau lihat calon bini gue.” Billy menyeringai melihat bola mata Arash berputar, tadi, ia sempat memergoki Arash yang bertukar pesan dengan Helza. Kepo dengan hubungan kedua orang itu, Billy memutuskan membuntuti Arash ke sini.
“Terserah lo.” Arash mengendarakan pandangan, lalu matanya fokus pada satu titik. Ada Helza yang tengah berjalan dengan temannya. Arash lupa siapa namanya. Meski berjalan berdua, namun tetap saja, Helza selalu menjadi pusat perhatian cowok-cowok yang kini menatap Helza penuh minat. Menjengkelkan.
“Helza, Helza, orang lain mah tercipta dari tanah, emang cuma dia doang yang terbuat dari stroberi sama salju. Kok bisa yah ada orang kulitnya sebening itu? Kek putih ke merah mudaan gitu, cakep bener. Jadi pengen gue nafkahin, deh,” celetuk Billy. “Minimal gaji berapa puluh juta sebulan, sih, biar bisa nikah sama dia, Rash?”
Arash mendengus saja menanggapinya karena Helza sudah dekat.
“Hi, Billy,” sapa Helza tanpa senyum, tapi mampu mengakibatkan heart attack pada Billy.
“Za, jangan nyapa gue duluan kaya gitu ah, soalnya sapaan lo kedengeran ngajak nikah di telinga gue.” Billy cengengesan dengan telinga memerah.
Helza mendelik lalu beralih menatap Arash, ada senyum yang Helza berikan kepada cowok itu meski tidak selebar biasanya. “Rash, Aruna boleh ikut makan bakso enggak?”
Tidak boleh sebenarnya, tetapi Arash tidak mungkin mengatakannya. “Boleh, tapi gue bawa motor.” Arash menatap Aruna tajam.
Sadar akan tatapan mengancam dari Arash, Aruna seketika melotot lalu berdehem. “Za, kayaknya gue langsung balik aja, deh. Gue lupa, tadi pagi kurung hamster gue di kandang kucing garong. Takut si hamster keburu mati, mau gue selamatkan.”
Helza mengernyit, sadar terhadap tingkah Aruna yang canggung, perempuan itu menoleh pada Arash yang hanya menatapnya sambil mengangkat sebelah alisnya seolah berkata what? tanpa suara.
Tahu bahwa Arash sepertinya tidak mau Aruna ikut, Helza akhirnya bersuara. “Ya udah kalo gitu, Billy gue minta tolong lo anterin Aruna ke rumahnya boleh?” pintanya pada Billy yang langsung mengangguk.
Tak lama setelah Aruna pergi dengan Billy, Helza melirik Arash. “Aruna jarang banget takut sama orang, soooo, sebenarnya lo apain dia sampai wajahnya jadi pucat gitu?” selidik Helza menahan senyum.
Thinking that Arash was acting ‘creepy’ behind her back just to drive Aruna away, Helza couldn’t hold back her smile any longer.
Arash mengedikkan bahunya. “how do I know? Enggak gue apa-apain.” Ia menjawab selagi melepas hoodie hitam yang dipakai. “Gue lupa enggak bawa helm, gapapa pakai hoodie aja?”
Helza terima hoodie itu, ada harum khas Arash yang terendus dari sana. “Gapapa.” Dipakainya hoodie tersebut, Helza juga menutup kepalanya dengan tudungnya.
Arash menatapnya beberapa detik sebelum tersenyum, cowok itu memakai helmnya, lalu naik ke atas motor.
Helza ikut naik dibantu Arash, setelah menyamankan posisinya, tangan Helza refleks melingkar di pinggang cowok itu. “Eh—“ ia hendak menarik tangan itu lagi ketika tangan hangat Arash menahannya.
“Pegangan, gue mau ngebut,” kata Arash.
Helza putuskan memeluk Arash lebih erat, meski sebenarnya ia tahu: mengebut adalah sekadar alasan tak berdasar yang Arash buat.
***
To be continued, 21 September 2024.
See u <3
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top