BAB 13

When Arash said that Helza is the coolest girl he's ever met, Arash means it. Helza bukan tipe perempuan yang pemalu, mudah terayu, atau bahkan mudah jatuh cinta pada orang baru. Itu tampak jelas dari sikap perempuan itu yang selalu bicara tegas, singkat dan to the point.

            Semalam, Arash mengirim pesan pada Helza setelah mendapatkan nomor perempuan itu dari Mamanya. Arash tahu ia tidak sopan karena tidak meminta izin Helza terlebih dahulu, tapi sebetulnya Arash sengaja.

            Ia ingin tahu, apakah Helza akan mengabaikan pesannya atau bahkan memakinya ketika perempuan itu tahu bahwa Arash menghubunginya tanpa izin. Dan mengejutkan, ketika Helza masih mau membalas pesannya meski hanya berisi kalimat singkat.

            Katanya, perempuan itu bangun pukul enam lebih enam, jadi Arash memasang alarm pukul lima. Di dering pertama Alarm berbunyi, Arash bangun dengan mudah. Cowok itu memutuskan untuk berolahraga ringan dengan Papanya sebentar sebelum kemudian kembali ke kamar tepat pukul enam pagi.

            Arash raih ponselnya, ia membuka beberapa akun sosial medianya hanya untuk mencari hiburan. Ketika jam menunjukkan pukul enam lebih lima, Arash segera membuka ruang obrolnya dengan Helza.

            Good morning, pesan itu Arash kirim di jam enam lebih enam. Arash diam mengamati profil Helza, sedikit berdebar ketika akhirnya Helza online dan membaca pesannya. Akankah Helza membalas pesannya?

            Namun alih-alih membalas pesan, Helza justru meneleponnya. At the same second, Arash lost his breath.

            Baru di dering kedua Arash mampu menggerakkan ibu jarinya untuk menerima panggilan itu, ia berdesir ketika suara seksi Helza terdengar detik berikutnya. “Nice flirting, Arash,” kata Helza. Arash merasa pipinya memanas begitu juga telinganya.

            See? Sudah Arash bilang kan, bahwa Helza perempuan paling keren. Di saat perempuan lain mungkin butuh waktu untuk meredakan salah tingkahnya setelah membaca pesan Arash—yang seniat itu—tetapi beda dengan Helza. Perempuan itu meneleponnya, dan sialnya, malah Arash yang kini salah tingkah karena ucapan Helza.

***

            “Lo mau dijemput jam berapa?” tanya Arash setelah sebelumnya cowok itu tertawa atas sindiran Helza.

            Dijemput? Helza mengernyit, dijemput ke mana? Perasaan ia tidak mempunyai janji dengan cowok ini—astaga! Helza hampir saja lupa, ini hari Minggu. Hari di mana ia menjanjikan akan mengantar Arash untuk memilih Husky yang hendak cowok itu adopsi.

            “Rumah Gogie buka jam sepuluh, Rash,” kata Helza selagi bangun dari posisi rebahannya. “Berangkat siang enggak masalah, sih. Dan lo enggak harus jemput gue. Gue bisa berangkat sendiri, kita ketemu di sana aja. Nanti gue share Alamat rumah Gogie ke elo.”

            “No, gua jemput lo. Gue yang minta antar, enggak lucu kalo kita berangkat sendiri-sendiri.” Arash bersikeras. “Jam sebelas gimana?”

            Helza sedikit keberatan, ia sebenarnya tidak mau satu mobil dengan Arash. “Emm…, oke jam sebelas.”

            Telepon itu Helza matikan setelah sepakat bahwa Arash akan menjemputnya pukul sebelas. Helza terdiam di kasur, menatap layar ponselnya yang belum padam. Ada dua alasan yang membuat Helza enggan berdekatan dengan Arash.

            Arash mempunyai tiga poin yang Helza tentukan dalam memilih cowok idaman.

            Kalem, cowok itu tidak banyak bicara. Seperti yang pernah Helza bicarakan dengan Dara dan Aruna. Cowok modelan Arash, mempunyai bibir yang didesain untuk jago ciuman. Bukan jago bacot. He’s a good kisser, Helza yakin seratus persen.

            Tidak bertingkah, tidak pecicilan, tidak genit, tidak sok, dan angkuh. Arash jauh dari lima sikap yang Helza benci itu. Teringat dua hari lalu, saat Arash menawarkan tumpangan untuk pulang. Helza menolaknya, dan waw, Arash menerimanya. Dia tidak bersikap sok gentle dengan memaksa Helza untuk ikut bersamanya dan membatalkan pesanan taksi, cowok itu malah mengatar Helza dan memastikan Helza duduk nyaman. Arash reminds drivers to drive safely, cowok itu juga berdiri lama sampai taksi Helza tidak lagi dalam pandangannya. Sungguh sikap yang sederhana, tetapi mampu membuat Helza kagum. He has a good manners.

            Cowok itu juga berpenampilan rapi, bersih, dan wangi. Enak untuk dicium dan atau dipandang.  Arash masuk ke dalam tipe cowok Helza, dan itu bencana. Arash milik Auris, Helza tidak mau jatuh cinta pada tunangan orang lain. Jadi, sebelum Helza menemukan hal lain yang ia suka dan membuat rasa kagumnya membesar, Helza harus menjauh dari cowok itu. Arash milik Auris, itu alasan pertama mengapa Helza enggan berdekatan dengan cowok itu.

            Alasan kedua, Helza sedang tidak mau membahasnya. Mood-nya sedang bagus jadi biarkan hari ini Helza melakukan aktivitas yang menyenangkan tanpa harus memikirkan seseorang yang pernah menghancurkan hidupnya.

***

            Helza tahu, bahwa ketika ia mengizinkan Arash menjemputnya, kemungkinan bahwa cowok itu akan bertemu Mami Hannah sangatlah besar. Dan benar saja, ketika Helza sedang mengeringkan rambutnya tadi, Mami Hannah datang mengetuk pintu kamarnya dengan seringai lebar.

            “Za, ada cowok guaaanteng banget dan wangi nyariin kamu, Mami udah suruh dia masuk,” kata Mami Hannah, kepala wanita itu muncul dari balik pintu kamar.

            Ganteng dan wangi, sudah pasti Mami Hannah suka pada visual Arash. Helza tidak kaget jika nanti melihat Maminya akan bersikap sok akrab kepada Arash. Namun, yang Helza tidak duga adalah, Arash yang juga bersikap akrab kepada Maminya.

            Oke, anak cowok yang dibesarkan oleh seorang Ibu berhati hangat dan ber-pendidikan seperti Tante Erren sudah pasti tidak akan gagal dalam urusan adab. Arash memang cuek dan irit bicara, tetapi cowok itu tahu cara menempatkan diri. Arash akan bersikap sopan dan ramah jika berhadapan dengan orangtua. Namun tetap saja, melihat cowok itu duduk anteng di sofa dengan Mami Hannah sambil menonton India, sukses membuat Helza menganga. Wtf?

            “Aman sebenarnya cinta kan sama Naina, tapi karena punya penyakit, so Aman hid his love. Dia juga jadi matcmaker between Naina and Rohit sampai mereka menikah,” ucap Arash masih fokus pada televisi. Tanpa sadar, Helza sudah berdiri  tepat di belakang sofa yang mereka duduki. “Tapi walaupun begitu, cinta Naina buat Aman selalu ada di hatinya even after twenty years.”

            “Ih bener!” Mami Hannah kegirangan. “Mami sebenarnya kecewa banget sama ending film ini, tapi mau gimana lagi, film ini kan alurnya memang flashback. Tapi kalo dipikir-pikir, kasihan juga sih si Rohit. Apa tuh, Mami pernah baca quotes gitu, kayak Naina cuma melanjutkan hidup sama Rohit, tapi cintanya tetep sama Aman.”

            Helza melotot. Apa kata Maminya barusan? Mami? Mami? Wanita centil itu menyebut dirinya sendiri ‘Mami’ di depan Arash? Astaga, apa yang Helza lewatkan di sini?

            “Menurutku Naina cinta juga sama Rohit, tapi di hatinya tetap ada ruang itimewa buat Aman,” sambut Arash. “Tante, eh, Mami— udah berapa kali rewatch Kal Ho Naa ho?”

            “Mami mah sering, pokonya kalo lagi galau suka nonton yang sedih-sedih aja supaya bisa nangis. Kapan-kapan, kamu main sini lagi, ya, Rash. Gapapa gak ada Helza juga, kita nonton India bareng.”

            Arash mengangguk tanpa menjawab. Helza melipat tangan di dada sambil membuang napas tak percaya. “Are you guys done?” sendirinya.

            Helza melihat Arash menoleh ke belakang, cowok itu menatap mata Helza sebentar sebelum fokus menatap bibirnya. Helza menggigit lidah di dalam mulut, sebenarnya, hari ia berpakaian sangat terbuka. Helza memakai crop tank top yang lebih menyerupai sport bra hingga area bawah dada sampai perutnya gratis untuk dilihat. Tapi alih-alih memerhatikan apa yang gratis itu, sepertinya Arash lebih suka memerhatikan mata dan bibirnya.

            Satu poin bertambah untuk cowok itu. Ada perbedaan kentara antara Arash dan beberapa cowok yang sempat Helza temui. Meski dengan pakaian tertutup, mata keranjang cowok-cowok itu selalu tertuju pada dadanya. Itu yang selalu membuat Helza malas melanjutkan perkenalan mereka meski sebenarnya, wajar-wajar saja cowok yang berhasrat memerhatikan dadanya. Tapi tidak dengan Arash, sejak pertama kali mereka berdiri berhadapan di pet shop beberapa waktu lalu, Helza sudah menyadari bahwa tatapan Arash tidak jauh-jauh dari mata dan bibirnya.

            Nice move, karena jika sampai Arash menatap Helza seperti cowok kebanyakan. Helza tidak akan pernah sudi untuk menyapa Arash lebih dulu meski itu, semata hanya untuk membuat Auris cemburu.

            Helza dan Arash berangkat menuju tempat di mana biasa ia mengadopsi anjing setelah Helza mengganti pakaiannya karena diomel Mami Hannah, tidak lama mereka di sana. Arash hanya butuh waktu empat puluh menit untuk memilih dua ekor anjing yang akan mereka jemput bulan depan. Setelah membayar down payment sebagai tanda jadi, keduanya keluar dari rumah Gogie.

            “Want to eat something for lunch?” tanya Arash seraya menyejajarkan langkahnya dengan Helza setelah cowok itu menukar posisi. Semula Arash berjalan di sisi kirinya, setelah dua langkah mereka berjalan, Arash melipir ke sisi kanan.

            This is what Helza means. Arash tidak bersikap sok gentle, hal-hal kecil yang dilakukan cowok itu sangat natural seolah-olah itu adalah kebiasaan yang sering ia lakukan. Sederhana, tapi tidak semua cowok bisa.

            “Gue langsung pulang aja, Rash,” tolak Helza halus.

            “Ini udah masuk jam makan siang,” ucap Arash melirik jam di pergelangan tangannya. “Lo udah anter gue ke sini, biarin gue traktir lo sebagai ucapan makasih. Atau lo udah ada janji sama seseorang?”

            Helza menggeleng. “Nggak, kok.” Sejak Dara sibuk dengan bayi besarnya yang sering tantrum jika ditinggal, Helza jadi tidak ada teman. Jangan tanyakan Aruna, cewek satu itu berasal dari keluarga cemara yang jika hari libur tiba, dia dan keluarganya akan pergi bertamasya. “Lo lagi mau makan apa?” tanya Helza.

            “Italian food? Atau apa? Bebas lo mau apa?” Arash melirik Helza, lalu teringat ucapan Alex beberapa waktu lalu. “Paper lunch?” pancingnya.

            “No. beberapa hari lalu gue makan di sana sama nyokap,” tolak Helza.

            Arash mengangguk puas. Jadi someone yang dimaksud Alex saat itu adalah Tante Hannah. “Sebenarnya, nyokap suruh gue bawa lo ke rumah. Dia masak banyak, katanya sengaja, supaya lo bisa makan siang di rumah.”

            Helza langsung menoleh.“Kenapa lo enggak bilang daritadi? Yaudah kita makan di rumah lo aja kalo gitu, kasian tante Erren, pasti nungguin,” katanya. “Eh tapi, bukannya nyokap lo ada acara di gereja sampai sore jadi gak bisa ikut ke rumah Gogie?”

            Arash mengedikkan bahu. “Nyokap gue mendadak malas berangkat, dia emang Ibu-ibu plinpan.” Helza hanya menanggapi dengan senyum.

            Keduanya masuk ke dalam mobil, Helza duduk dengan nyaman. Ia mengabil alih playlist yang sedang diputar, mengganti lagu nya dengan milik Tyla yang kemudian terdengar bersamaan dengan melajunya mobil Arash.

            “Hel,” panggil Arash di tengah perjalanan.

            “Mm?”

            “Gue save nomor lo gapapa?”

            “Gapapa.” Helza mengangguk, “asal jangan dijual aja, takut laku soalnya.”

            Arash terkekeh kecil. “Thanks.”

            Helza mengangguk “By the way, Rash. Sejak kapan lo suka film atau drama India?” selidiknya dengan senyum geli. Helza ingin menanyakan ini sedari tadi, hanya saja ia belum berani.

            Arash berdehem sebelum menjawab. “Gue sering temenin nyokap nonton, sih. Bukan yang disengaja nonton.”

            Helza ber-oh dalam hati meski sedikit tidak percaya. Kalau Arash lupa, Tante Erren pernah mengeluh padanya karena katanya, ada anak cook kels tiga SMA yang enggan menemani Mamanya nonton India.

            Mobil Arash masuk ke dalam pelataran setelah gerbang otomatisnya terbuka. Helza turun dan disambut hangat oleh Tante Erren juga Merlyn yang meronta minta disapa.

            “Tante apa kabar?” Helza mencium pipi kanan dan kiri Mama Arash, begitupun sebaliknya.

            “Tante baik. Duh, tante seneng banget, deh, kamu main ke sini, Sayang.” Helza digiring masuk masih dengan pelukan tante Erren di pinggangnya. Sementara Arash mengikuti dari belakang. “Gimana tadi di jalan? Arash enggak ketus kan sama kamu?”

            Helza tertawa geli. “Nggak, kok. Dia baik.”

            “Syukur deh kalo gitu.” Helza dibawa ke ruang keluarga, di sana ada Papa Arash. Helza dikenalkam dan merasa senang ketika Papa Arash sama baiknya dengan Tante Erren.

            “Sudah makan nak?” tanya Papa Arash. Helza menggeleng. “Makan bareng-bareng di sini kalo gitu. Tunggu, Ibu Nani lagi siapkan.”

            Helza mengangguk. “Oke, Om. Makasih.”

            “Za, habis makan jangan pulang dulu, ya? Kita nonton, yuk. Cari drakor yang seru?” ajak Mama Arash. Helza tidak bisa untuk tidak tertawa geli, cara Mama Arash memperlakukannya seperti layaknya teman saja.

            “Oke Tante, kalo mau nonton India juga hayuk,” balas Helza.

            “Beneran?! Ya ampun, seneng, deh, punya temen nonton. Selama ini tante nonton sendiri, Arash enggak pernah mau nemenin tante walau sekali, apalagi kalo nontonnya drama Korea atau film India, wuusshh dia langsung ngilang deh, ” ungkap Tante Erren.

            Helza melirik Arash yang hendak duduk namun kembali berdiri. “Aku ke kamar dulu bentar, ” pamitnya pada Tante Erren.

            “Arash tadi nonton film India loh tan, di rumahku,” beritahu Helza setelah Arash pergi.

            Tante Erren terkikik tanpa Helza tahu alasannya. “Itu dia nonton India karena ada maunya,” jelas wanita itu. “Coba gih, kamu tanyain, kenapa dia nonton India?” tante Erren menarik Helza untuk berdiri dan mendorong lembut punggungnya agar mengikuti Arash.

            Helza ikut menaiki tangga, ia menyusul langkah Arash. Perempuan itu bahkan ikut masuk ke dalam kamar membuat Arash terkejut.

            “Kata tante Erren, lo enggak pernah sekalipun nemenin dia nonton India, Rash. Dan setahu gue, sedikit banget cowok yang suka film India. Lo jelas bukan tipe cowok yang suka drama dikit-dikit nangis, dikit-dikit joget itu.” Arash mematung mendengar sindiran Helza.

            Helza lalu duduk di atas kasur Arash, ia melipat tangan di bawah dada selagi menyipitkan mata, menatap wajah Arash yang datar dan coba menghindari matanya. “Jangan bilang… lo nonton India karena lagi ngincar nyokap gue?!” tebaknya bercanda. Namun melihat mata Arash yang sempat membulat kaget membuat Helza tidak bisa berhenti untuk tidak menggoda cowok itu. “Nyokap gue bukan janda, Rash. Dia masih punya suami,” imbuhnya lagi dengan senyum geli.

            “Gue bukan ngincar nyokap lo,” bantah Arash dengan telinga memerah.

            Helza menyeringai. “Oh, bukan nyokap gue yang lagi lo incar. Kalo gitu..., siapa sebenarnya yang lagi lo incar, Rash?” []

 ***

13 Juni 2024.

Aku akan usahakan update setiap hari, tapi kalo misal aku enggak update. Itu artinya aku lagi sibuk di kehidupan nyata. Jangan nagih2 ya, suka jadi beban. Aku enggak mau nulis dengan beban soalnya heheheee 😁✌🏻

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top