BAB 11

SEPERTI yang Arash katakan, ia tidak pernah punya pengalaman dalam mendekati perempuan. Selalu pihak perempuan yang mendekati Arash terlebih dahulu, mereka bertanya nama, bertukar nomor sebelum kemudian bertukar desah. Arash, tidak pernah repot-repot memikirkan cara bagaimana agar ia bisa dekat dengan perempuan ini atau itu. Bukannya tidak gentle, Arah hanya merasa…, “kenapa gue harus effort buat dapetin perempuan sedangkan dengan diam pun gue udah bisa dapat perempuan yang paling cantik sekali pun?” Arash belum menemukan seseorang yang membuatnya ingin berusaha, seseorang yang membuat Arash merasa dia perlu mengeluarkan effort untuk mendapatkan perempuan tersebut. Seorang perempuan yang Arash anggap worth it untuk mendapatkan effort-nya. Seseorang yang layak untuk Arash usahakan.

            Bertemu dengan Helza, bukan rencananya. Tertarik pada perempuan itu pun, bukan keinginannya. Helza memiliki daya tarik yang kuat, ada sesuatu yang perempuan itu punya sementara yang lain tidak. Sesuatu yang bahkan membuat Arash ditarik rasa penasaran begitu ia melihat dan mencium harum perempuan itu. Untuk pertama kalinya, tanpa ia sadari, Arash had to make an effort to be noticed. Dan itu karena Helza.

            “Mam, I met with Helza and she asked if you were still looking to adopt a Husky?” tanya Arash begitu ia sampai di rumah dan menemukan Mama Erren tengah asik menonton drama India di kanal lokal.

            “Suuureeee.” Wanita itu berdiri heboh dan segera menghampiri Arash. “Mama minat banget buat adopt Husky.”

            “She asked your number.”

            “Truss? Enggak kamu kasih, Rash? Dia enggak ada hubungi Mama, kok,” seldirik Mama Erren. “Kamu jangan ketus-ketus gitu, sih, sama Helza.” Terakhir kali mereka bertemu, Mama Erren sangat sadar bahwa Arash tidak bersikap baik pada perempuan itu. “Kalo kamunya ketus gitu mah dia nanti enggak mau main ke sini ah!”

            “Aku enggak ketus,” bantah Arash. “Aku baru mau kasih nomor Mama ke dia sekarang.” Cowok itu berdehem. “Tadi hapeku habis baterai. By the way aku setuju buat adopt Husky tapi ada syaratnya.”

            “IH! Syarat apaan? Mama enggak perlu izin kamu kok!” tolak Mama Erren, kok, ya, beli anjing harus izin anak segala. Kayak mau beli suami baru aja.

            Arash mendelik. “Aku sendiri yang pilih Husky nya, Mama diem aja di rumah. Aku takut Mama salah pilih Husky, nanti malah kayak dia.” Arash menunjuk Merlyn. “Gede-gede bloon.”

            Mama Erren hendak menyanggah tetapi kemudian diam karena Arash sudah lebih dulu naik ke tangga. “Oke, kamu yang pilih Husky nya ke sana. Ditemani Helza, tapi janji kamu enggak ketusin dia?”

            Arash mengangguk tanpa menoleh. “Enggak ketusin, janji.” Cowok itu masuk ke dalam kamar, sambil bersiul Arash membersihkan dirinya.

Hilang sudah kantuk yang ia rasakan di sekolah tadi, alih-alih ngantuk, Arash malah merasa segar. Bahkan setelah selesai mandi, Arash turun kembali ke bawah, ia bermain dengan Merlyn dan juga anak-anaknya—yang di mana, hal itu tidak pernah terjadi sebelumnya.

Sikap Arash membuat Mama Erren curiga, wanita itu memicing mata. Sepertinya kini ia mulai tahu, alasan Arash bersikap seperti itu. “Rash, sini. Temenin Mama nonton India.”

Sorry?” Arash tidak tuli, ia hanya memastikan saja. benarkaj barusan Mamanya mengajaknya menonton India? Hey, yang benar saja!

“Sini temenin Mama nonton India!” ulang Mama Erren.

“Aku enggak tertarik, India itu lebai. Selera Mama nyari tontonan itu aneh,” ucap Arash sebal.

Mama Erren mendengus. “Aneh gimana, sih. Orang Helza dan Maminya juga seneng, kok, nonton India,” ucapnya diam-diam melirik Arash. “Emang seaneh itu ya nonton India di mata anak muda? Apalagi di mata remaja cowok? Kalo iya, berarti kasian Helza, dia mungkin enggak akan dapet cowok yang satu frekuensi. Pas ketemu di petshop, tuh, dia ada bilang, pengen punya pacar yang sama-sama suka nonton drama India. Wah, kasihan dia.”

Arash berdehem, ia melirik Mamanya yang masih asyik menonton, cowok itu berniat bergabung di sofa. Arash baru saja hendak mendaratkan bokongnya ketika justru Mama Erren bangkit sambil mematikan televisi. “Duh, ngantuk. Mama mau istirahat.”

“Istirahat? Enggak nonton?” Arash menatap televisi dan Mama Erren bergantian. “Aku temenin.”

“Enggak, takuti diledekin seleranya aneh.” Mama Erren mengantongi remot TV di kantong dasternya. “Temenin Merlyn, ya, Rash.” Wanita itu mulai melangkah menuju kamar.

Arash ikut bangkit. “Mam, remotnya?”

“Aaaahhh ngantuk banget sampai telinga Mama berdengung.” Mama Erren mencongkel lubang telinganya menggunakan jari kelingking.

Arash mengikuti sampai depan pintu, “Mam, remotnya. Mam…, mam…, Mama!”

Mama Erren tutup pintunya, lalu tersenyum penuh kemenangan. Astaga, sepertinya ia harus membatalkan perjodohan antara Arash dan Auris secepatnya.

Arash mungkin menganggapnya bodoh, padahal Mama Erren jelas-jelas tahu, bahwa anaknya, sama sekali tidak tertarik pada Auris. Ada seseorang yang ternyata Arash incar.

***

Arash Athanasius: 0852 9400 xxx. here’s my mom’s number.

Helza menatap sederet kalimat singkat itu dari Arash. Yap, itu adalah isi direct message yang Arash kirim barusan. Helza salin nomor Tante Erren lalu menyimpannya. Kembali ke Instagram, Helza mengetik balasan.

Helza Salazar: Is it too late if I call her now?

Arash Athanasius: she usually goes to bed at nine, no problem, I guess.

Helza menatap balasan Arash, tanpa berminat membalas lagi atau menerima permintaan mengikuti dari cowok itu. Helza tidak sembarangan memasukkan orang ke dalam daftar pengikutnya, bahkan Helza hanya mengikuti dua akun, yaitu Dara dan Aruna saja.

Helza merubah posisi menjadi duduk, ia membuka whatsaap dan mengirim  pesan untuk Tante Erren. Sebelum menelepon Mama Arash, alangkah baiknya jika ia bertanya lebih dulu. Karena Helza pun terkadang risi jika ada seseorang yang menelepon tanpa izin lebih dulu. Syukurlah, Mama Arash belum tidur, dan Helza senang sekali ketika Mama Arash yang berinisiatif meneleponnya lebih dulu.

“Hai, tante. Maaf ganggu malam-malam.”

It’s okay, tante belum tidur kok, malah senang pas dapat chat dari kamu, Za.”

Helza tersenyum meski tante Erren tidak melihatnya. “Iya tante, aku dikasih kabar, katanya ada induk Husky yang baru aja lahiran. Kalo tante masih minat, aku mau bantu booking. Soalnya suka sold cepet, tan.”

Baru banget lahir, ya? Berarti belum bisa pisah sama induknya?

“Betul, tan. Di usia lima atau enam minggu, sih, udah bisa diambil. Cuma maksimalnya delapan minggu, biar sambil mastiin kalo mereka in good condition,” jelas Helza.

Oh, I see.” Suara Tante Erren tampak menjauh. “Tapi sebelum diadop, kita bisa lihat ke sana dulu kan, Za?

“Bisa, dong. Tante bisa pilih anjing mana yang mau diambil.”

Okay than. Kamu keberatan enggak kalo antar ke sana?”

“Enggak, kok. Aku bisa antar, Minggu ini?”

Iya secepatnya aja, Za. Tapi, gapapa kalo kamu perginya sama Arash?

“Mm…” bersama Arash, ya? Tidak masalah sebenarnya, tetapi mengingat Arash dekat dengan Auris, Helza jadi merasa tidak enak. Ya, Helza memang senang melihat Auris cemburu, tapi hanya cukup sekali saja hari ini. Helza tidak berminat membuat Auris cemburu untuk kesekian kalinya. “Emang tante enggak bisa, ya?”

Iya, tante ada acara dari gereja sampai malam, Za. Duh, gimana, ya.

Helza menggigit bibir bawahnya. “Gini aja, deh, tan. Nanti aku yang ke sana aja, ntar aku videoin mereka satu-satu sampai detail supaya tante bisa pilih.”

Oh, gitu ya….” Suara tante Erren menjauh lagi. “Tadinya sih, tante pengen Arash yang pilih. Gimana pun, nantinya Arah yang urus mereka, biasanya kan kalo ketemu secara langsung suka beda, ya, feel nya. Suka mendadak timbul rasa sayang gitu.” Benar juga, sih. Melihat secara langsung anjing-anjing lucu itu memang menimbulkan feel yang beda. Seperti ada kontak batin yang terjalin. Helza beberapa kali memilih anjing di sana karena dipilih oleh hatinya. Mungkin Arash tipe orang yang sama seperti Helza.

Tapi kalo kamu enggak suka bareng Arash, kamu bisa bareng Papanya Arash, nak.

Helza melotot mendengar itu. Eh buset, disodorin om-om banget, nih? Ya kali. Mending anaknya aja kalau gitu.

“Eh jangan, tan. Gapapa aku sama Arash aja,” putus Helza. Dia dan tante Erren sempat berbincang sebentar sebelum kemudian panggilan itu berakhir tepat pukul sembilan malam.

***

Kelas Helza bubar pukul tiga sore, seperti janjinya pada Arash, Helza akan menemui cowok itu di parkiran untuk mengambil kardigannya.

Aruna ada kerja kelompok, sementara Dara sudah diculik Bastara. Jadi, Helza berjalan sendirian di selasar. Sambil berjalan, Helza menghubungi Pak Norman, sopir di rumahnya.

“Pak, udah jalan, kan?”

“Aduh, non. Kan, bapak lagi sama Ibu.”

Helza mendecap. “Kok sama Mami terus, sih? Kang Ruslan ke mana emang?” sejak kemarin, sopir Helza dikudeta Mami Hannah karena kang Ruslan—sopir pribadi Maminya ijin tidak masuk.

“Eh, kang Ruslan kan kemarin izin istrinya lahiran, non. Baru bisa masuk minggu depan, soalnya kampung dia kan jauh.”

“Teruuss, selama kang Ruslan gak ada, pak Norman sama Mami gitu? Aku gimana, dong?” Helza malas membawa mobil sendiri, kadang saat pagi hendak pergi ke sekolah, ia masih mengantuk. Jika disopiri, Helza bisa tidur selama di perjalanan. Kalau bawa mobil sendiri? Bisa, sih, sambil tidur. Paling pas bangun sudah beda alam. Tidak masalah jika langsung masuk surga, tapi kalo tiba-tiba bangun di neraka kan seram juga, yah meski di dalamnya mungkin ada Dara dan Aruna.

“Yah atuh bapak mah gak tau non, coba nanyanya ke ibu,” balas Pak Norman.

“Yaudah, aku pakai taksi aja!” Helza tutup telepon itu lalu mengedarkan pandangan, ada Arash yang sudah menunggunya di lahan parkir tetapi hari ini, tidak ada motor besar yang biasa cowok itu gunakan.

“Hei.” Helza menyapa sambil menyunggingkan senyum tipis. “Lo udah lama?” karena tatapan Arash tertuju pada bibirnya, Helza jadi refleks membasahi bibir. Kadang, Helza merasa, Arash tidak begitu fokus padanya. Maksudnya, ketika Helza bicara, Arash seolah tidak mendengar atau bahkan tidak peduli atas apa yang sedang Helza ucapkan. Sungguh, Helza malas mengulang pertanyaannya lagi kalau-kalau benar Arash tidak mendengar ucapannya.

“Belum lama.” Arash menyodorkan paper bag kepadanya. “Here’s your cardigan.”

Helza menerimanya. “Thanks, ya.” Ia sebenarnya sedikit penasaran, mengapa kardigan yang Helza lempar pada Auris kini ada pada Arash? Namun, karena malas berlama-lama dengan Arash—karena semua murid kini menatap mereka kepo—Helza urungkan pertanyaan itu.

Helza membuka ponsel, hendak memesan taksi online tetapi suara Arash menahannya.

“Enggak dijemput?”

“Sopirnya lagi dikudeta nyokap,” jawab Helza tanpa mengalihkan perhatian dari benda pipih yang dipegangnya.

“Mau bareng?” Helza sontak mendongak, mendapati Arash tepat di depannya. Menatap lurus mata Helza. “Rumah kita searah.”

Sudut bibir Helza tertarik berlawanan Arah membentuk sebuah senyum tipis yang membuat Arash tidak berkedip. “Thanks, buat tawarannya. Tapi gue udah pesen taksi, dan kebetulan banget, taksinya deket. Tuh, di depan,” tunjuk Helza.

Okay.” Arash menyingkir, memberikan Helza jalan.

   Helza tidak protes ketika Arash ikut berjalan di sisinya begitu ia mengambil langkah, Arash mungkin hendak mengambil mobilnya yang diparkir terpisah dari area sekolah. Tetapi, melihat cowok itu ikut berhenti ketika Helza sampai di depan taksi, mau tak mau Helza menoleh dan tersenyum pada cowok itu.

“Gue duluan ya, Rash,” pamit Helza begitu ia masuk ke dalam taksi.

Arash mengangguk, cowok itu melongok ke jendela sopir. “Drive safe, ya, Pak.”

Helza menatap Arash sekilas sebelum kemudian menutup pintu. Taksi kemudian mulai melaju. “Kenapa enggak bareng pacarnya, dik?” tanya driver.

“Eh, dia bukan pacar saya, Pak.” Helza tertawa kecil.

“Oh, kirain. Soalnya perhatian.”

Helza hanya menanggapi dengan senyum tipis, ditarik rasa penasaran, Helza menoleh ke belakang. Ternyata Arash masih ada di sana, berdiri memerhatikan taksi yang ia tumpangi. Cowok itu baru berbalik badan ketika taksi Helza hilang berbelok di tikungan.

            Selain tampan, tenyata cowok itu juga mempunyai sikap yang baik.

            Helza membuka Instagramnya, ia klik kolom permintaan teman. Menggulir layarnya ke bawah sebentar, ibu jari Helza berhenti tepat di sebuah nama.

            Arash Athanasius. Helza terima permintaan mengikuti dari cowok itu setelah mengabaikannya seharian. []

***

10 Juni 2024

Sorry for typos ya <3

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top