BAB 08
MENDENGAR kabar bahwa sahabatnya—Dara, sudah memiliki pacar jalur sayembara, tentu membuat Helza ikut senang. Meski ia tidak tahu bagaimana bentuk muka Bastara atau bahkan bagaimana sikap cowok itu, namun, mendengar bagaimana menggebunya Dara serta bagaimana berbinarnya mata gadis itu saat menceritakan sosok Bastara sudah cukup membuat Helza paham, bahwa Dara sudah menemukan cowok idamannya.
Meski cantik dan pintar memasak, Dara itu punya kekurangan. Gadis itu overthinking parah, semua hal sepele akan ia lebih-lebihkan, Helza tidak keberatan dengan karakter Dara itu. Ia paham betul alasannya, hanya saja, Helza kadang merasa gemas karena sifat Dara yang sering overthinking itu kadang merugikan dirinya sendiri.
Berbeda dengan Aruna yang waras-waras saja, meski sedikit mesum, Helza kagum dengan pemikiran gadis rangking satu itu. Usia boleh muda, tetapi pemikiran Aruna jauh lebih dewasa dibanding mereka, yah, walapun tetap saja pemikiran gadis itu akan bermuara ke bokong juga.
Intinya, Helza sangat bersyukur memiliki dua sahabat yang satu frekuensi dengannya. Selera humor mereka sama, tetapi tipe cowok idaman mereka berbeda, itu yang paling penting hingga persahabatan mereka bertahan tiga tahun lamanya.
Helza menyayangi Dara dan Aruna, setidaknya sampai hari ini. Sebelum rasa sayang Helza kepada mereka berubah menjadi sebuah umpatan di dalam hati ketika mereka memanggil Noah—si cowok berbokong padat dan seksi itu, saat mereka berpapasan setelah keluar dari toilet.
“Noah!” panggil Dara, Helza melotot, berniat kabur namun sial, kakinya malah menginjak tali sepatunya sendiri hingga mau tidak mau, Helza sedikit tersungkur ke depan. Syukurlah ia piawai dalam bersandiwara, Helza berpura-pura jongkok untuk membetulkan tali sepatunya sementara Dara Aruna sedang tertawa-tawa.
“Dara kampret, diem enggak lu?!” Helza terkena serangan panik ketika melihat Noah mendekat padanya. Bukan, bukan nervous, Helza hanya tidak mau Dara mengatakan yang tidak-tidak pada cowok itu, apalagi kalau sampai Dara mengatakan bahwa Helza mengagumi bokongnya.
“Kenapa, Dar?” tanya Noah, meski menunduk, Helza bisa merasakan bahwa tatapan cowok itu tertuju padanya.
“Ini ada teman gue yang mau kenal—”
“Gue duluan ya, Dar,” sela Helza. Ia harus segera melarikan diri sebelum Dara mempermalukannya.
Baru saja Helza hendak mengambil langkah ketika merasakan tangannya dicekal. “Lo…, Helza?”
Helza menoleh, memperlihatkan senyum terbaiknya. “Hai, iya gue Helza. Kenapa?” Helza lepaskan tangannya dari cekalan Noah.
“Bisa gue minta tolong?”
Meski tidak ingin dimintai bantuan, tetapi Helza coba bersikap ramah. “Sure, minta tolong apa?”
“Gue minta tolong, Za. Hapus foto bokong gue dari handphone lo. Bisa?”
Oh. Fucking hell. Helza merasa sekujur tubuhnya kaku sekarang, hanya matanya yang bisa melirik Dara dan Aruna tajam. Perlahan ia tersenyum lebar pada keduanya seolah berkata, I’m going to kill you after this.
Dara ketakutan, ia merogoh saku, pura-pura mengangkat telepon. “Iya, Bar? Oke gue ke sana, tunggu ya.” Pembohong ulung! Jelas-jelas ponsel Dara habis baterai. “Duh, Za. Gue duluan ya, Bara nih, minta disuapin!” gadis itu kabur terbirit-birit.
“Eh gue juga kayaknya lupa deh belum cebok, gue ke toilet dulu, ya!” Aruna ikutan kabur seraya melambaikan tangan.
Helza berdehem, oke here we go, ia harus menghadapi konsekuensi atas kebohongannya sendiri. Dengan setenang mungkin Helza mulai berbicara. “Noah, sebelumnya gue minta maaf atas apa yang udah lo dengar dari Dara. Mungkin gadis gila itu bilang kalo gue suka bokong lo. Itu enggak bener, gue cuma cari alasan supaya dia berhenti jodohin gue dengan Billy.”
“Cari alasan?” Noah mengangkat dua alisnya. “Dengan pura-pura suka gue karena bokong gue padat?”
“My bad. Gue enggak bermaksud ngomentari bokong lo, kalimat itu keluar begitu aja,” jelas Helza. “Dan soal foto, sebenarnya itu bukan foto lo.” Helza menunjukkan foto-foto di galerinya, ada sebuah foto di mana seorang cowok tengah berjalan membelakangi Helza. “Ini foto yang enggak sengaja gue ambil di Mall. Gue cuma cari lawakan aja sih pas kasih tahu temen gue kalo itu foto lo. gue enggak nyangka, mereka setolol itu buat bedain itu lo atau bukan.”
Noah perhatikan foto yang Helza tunjuk, perempuan itu tidak berbohong. Difoto itu memang bukan Noah. “Meskipun bukan gue, tolong hapus aja foto itu.”
“Well, bukan sesuatu yang sulit.” Helza langsung menghapus foto tersebut. “Done. Sekali lagi gue minta maaf, ya. Gue harap lo enggak masukin hati bercandaan gue dan temen-temen gue.” Helza tidak bodoh untuk melihat mata Noah yang meneliti wajahnya, ia sedikit risi dengan cara Noah menilai. “Kalo gitu…, gue cabut dul—”
“May I have your number?” sela Noah.
Sudut bibir Helza tertarik sebelah. “Sorry bikin lo kecewa, but I’m in a relationship. Cowok gue posesif, dia bisa jadi psikopat kalo tau ada cowok yang minta nomor gue.”
Noah mengangguk dengan senyum menawannya. “Well, gue terlambat ternyata.”
Helza hanya mengedikkan bahunya cuek sebelum kemudian pamit untuk pergi ke kelasnya.
Noah perhatikan Helza sampai perempuan itu menghilang ditelan tikungan, sudut bibirnya tertarik ke atas. Jika dilihat dari dekat, Helza ternyata cantik juga. Harum gadis itu juga candu, andai saja Noah menyadari keberadaan Helza lebih awal, mungkin ia punya kesempatan untuk mendekati perempuan itu.
Berbalik badan hendak menuju kelasnya, Noah melotot kaget ketika di depannya ada Arash. Cowok itu berdiri selagi menatap Noah tajam. “Lo ngapain?!” tanya Noah.
Arash mendelik. “Gue cuma mau lewat.” Cowok itu berjalan dengan wajah datar, tetapi entah kenapa, Noah merasa suasananya menjadi tegang. Ada dongkol yang Arash sembunyikan.
“Lo lihat cewek yang barusan ngobrol sama gue?” Noah menyusul langkah Arash. “Cakep banget gila! Gue kira enggak ada cewe secakep dia di sini!”
Arash hanya diam, namun bertanya-tanya dalam hati. Apakah akhirnya Helza dan Noah berkenalan? Helza pasti sangat senang karena cowok yang ia suka kini tertarik balik kepadanya. Kapan mereka akan meresmikan hubungan berpacaran? Besok atau minggu depan? Haruskah Arash mengatakan selamat. Sialan, kedongkolan Arash semakin besar memikirkan bahwa Helza dan Noah berpacaran.
“Gue tadi minta nomor dia—”
“Gue enggak peduli!” sela Arash ketus, langkahnya ia percepat.
Noah kebingungan, ia susul Arash lagi. “Tapi sialnya, dia enggak kasih! Katanya—”
“Dia enggak kasih nomornya ke lo?” pangkas Arash, langkahnya berhenti mendadak. Wajah masamnya berangsur hilang meski tetap datar-datar saja.
Noah mengangguk. “Mm, dia enggak kasih nomornya.” Arash lega bukan main, senyumnya mendadak muncul. “Katanya dia udah ada cowok, jadi enggak bisa kasih nomornya ke gue karena cowoknya bakal ngamuk,” imbuh Noah lagi. Senyum Arash langsung lenyap dalam hitungan satu detik.
“Dia…, udah punya cowok?”
“Udah, lagian enggak mungkin sih cewek kayak dia jomblo.” Noah mengedikan bahu. “mungkin bukan waktu yang tepat buat deketin dia sekarang. Semoga aja dia putus dalam waktu dekat, biar bisa langsug gue sikat.” Cowok itu berbicara selagi melanjutkan langkah.
Arash memutar bola mata. “Dilihat-lihat, lo sekarang gendutan,” ucapnya tiba-tiba.
“Gue? Gemukkan?” Noah menunjuk dirinya sendiri.
Arash mengangguk yakin, “Mm, lo kayak banci, bokong lo gendut. Lo kayaknya harus diet.”
Noah melotot. “Tapi kata Hela bokong gue seksi?”
“No. bokong lo kelebihan lemak. Lo enggak ada macho-machonya sama sekali jadi cowok.” Setelah mengucapkan itu Arash menyusul langkah Noah, senyum licik cowok itu terbit diam-diam.
Jika dia tidak bisa mendapatkan Helza, maka Noah juga tidak bisa. Akan ia lakukan segala cara agar Noah tidak masuk standar cowok idaman Helza, meski itu artinya, Arash harus mengompori Noah agar memperkecil volume bokongnya.
Ya, jatuh cinta memang membuatnya gila. Ck, harusnya Helza bertanggung jawab atas kegilaan yang perempuan itu buat terhadapnya.
***
To be continued...
07 Juni 2024
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top