29. Settled Down [End]
#awasTHEEND.
END? iya Ending! Yuhuuu~ selamat bergalau ria kawan-kawan. Akhirnya kita sampai di penghujung cerita.
Sebenarnya ending itu di part kemarin, tpi takut di terror jdi bikin satu tambahan chapter lagi biar aman 😆
Enjoy 😉
#awasadaaninagustina (jgn smpe ktemu dia di kolom komentar. Nnti digigit loh 🐒)
.
.
.
Tiga bulan berlalu tanpa terasa, Myungsoo baru menyadari jika usia kandungan Sooji sudah memasuki bulan ke lima ketika melihat perut wanita itu hari ini.
"Perutmu semakin besar ya?"
Sooji hanya tersenyum menanggapi sembari mengusap perutnya, Myungsoo menatap lama di sana lalu ikut berpartisipasi mengusapnya dengan lembut dan penuh kasih sayang.
"Berapa lama lagi?"
"Empat bulan."
"Hmm...masih lama..."
Pikiran Myungsoo menerawang, tiga bulan dilewatinya dengan perasaan campur aduk. Bukan hanya karena uring-uringan harus tinggal berpisah dengan wanita itu, tapi dia juga merasakan ketidaksabaran setiap kali menemani Sooji ke rumah sakit untuk memeriksakan kandungannya. Seperti bulan lalu ketika mereka sudah bisa mendengar detak jantung babynya, Myungsoo dilanda perasaan gamang. Banyak yang berkecamuk di benaknya saat mendengar detak jantung itu, tapi yang lebih dominan adalah ketidaksabarannya menanti sang buah hati.
Dia tidak tau jika dirinya bisa sesensitif ini setelah mencoba untuk menerima keadaannya yang sebentar lagi akan menjadi seorang ayah. Agak sulit memang, apalagi di awal-awal dia masih merasakan ketakutan tiap kali melihat Sooji mengalami sindrom kehamilan seperti mual-mual atau kram perut. Tapi, semakin lama perasaan takutnya berganti dengan antusiasme, semakin melihat bagaimana pertumbuhan perut Sooji yang membesar membuatnya ingin bertemu anaknya dengan segera.
Dan keadaan sama sekali tidak membantu, bukan hanya karena penantiannya menunggu sang buah hati masih lama, tapi juga karena dia harus berpisah dari Sooji. Sejak awal mereka kembali bersama setelah penolakannya malam itu, Sooji menolak ketika di ajak kembali ke Seoul. Wanita itu mengatakan ingin tetap di Jeju dan melahirkan di sini, sementara dia tidak bisa menemani wanitanya di Jeju karena ada pekerjaan yang menantinya di Seoul.
Jadi dengan berat hati dia menerima keputusan Sooji, terpaksa harus ke Jeju setiap akhir pekan, dan kembali ke Seoul saat minggu malam. Melelahkan untuknya tentu saja, terlebih uang yang dikeluarkannya tidak sedikit, tapi itu cukup sepadan dengan apa yang dimilikinya saat ini. Jika menghabiskan uang beratus-ratus ribu won akan membuatnya bisa bertemu Sooji, maka Myungsoo tidak akan menolak untuk mengeluarkan uangnya lebih banyak.
"Kau akan pulang?"
"Malam ini," Myungsoo tersenyum mendengar pertanyaan Sooji yang terdengar seperti sebuah rajukan, "besok kan aku harus kerja sayang."
"Hmm..."
"Kau yang minta tinggal di sini kan? Aku sudah mengajakmu pulang, tapi katanya mau di sini saja bersama ibu," ucap Myungsoo menjelaskan, Sooji hanya mengangguk pelan.
"Kalau rindu kan bisa telpon, aku juga kesini setiap akhir pekan."
"Tapi beda...di telpon aku tidak bisa peluk."
"Ugh, manjanya," Myungsoo mencium pelipis Sooji dengan gemas, "jadi aku harus bagaimana sayang? Pindah ke sini juga?"
Mata Sooji berbinar penuh harap saat menatap Myungsoo namun, itu tidak berlangsung lama karena dia sudah menghela nafas sembari membuang pandangannya.
"Jangan, kau kan kerja di sana. Kalau pindah ke sini, harus cari kerja baru lagi. Cari kerja itu susah, kalau tidak kerja, mau makan apa anak kita?"
"Aku ikut apa kata ibunya anakku saja.."
Sooji tersipu, dia menunduk untuk menyembunyikan wajahnya di dada Myungsoo. Memang selama tiga bulan ini, Myungsoo sering mengeluarkan kata-kata manis yang berujung membuatnya tersipu malu, seperti 'ibunya anakku', 'pasangan hidupku' atau kata-kata menggelikan lain. Dia tidak tau mengapa Myungsoo bisa berubah secheesy itu, tapi dia tidak menolak dengan perubahan tersebut, malah lebih kepada senang-senang saja menerima perlakuannya yang luar biasa perhatian.
"Terus bagaimana urusan di sana?"
"Urusan yang mana?"
"Itu..masalah gosip yang beredar itu."
"Oh itu, jangan khawatir. Junhee sudah klarifikasi semuanya."
"Tapi mereka tidak tau identitasmu kan?"
"Sebenarnya aku tidak masalah jika media tau siapa aku."
"Tidak boleh. Nanti mereka malah merecokimu, aku tidak mau kau jadi kewalahan menghadapi mereka yang memburu beritamu. Kau fokus kerja saja, cari uang untuk menghidupiku dan anakmu karena aku sudah jadi pengangguran."
Myungsoo tersenyum, ada benarnya juga yang dikatakan Sooji. Dia juga tidak ingin menjadi bulan-bulanan media karena pemberitaan tersebut. Lagipula pekerjaannya akan terganggu jika dia terus direcoki para wartawan.
Cerita awalnya, bulan lalu ketika menemani Sooji ke rumah sakit untuk memeriksakan kandungan, seseorang yang mungkin mengenal Sooji melihat mereka dan memotretnya. Beruntung karena orang itu mengambil gambar ketika dia sedang membelakanginya, jadi hanya wajah Sooji yang terlihat. Beberapa hari kemudian, gambar itu beredar di dunia maya, banyak spekulasi yang mengatakan Sooji telah hamil di luar nikah dan itu satu-satunya alasan dia memilih keluar dari dunia keartisan.
Ketika berita itu dimuat, Sooji langsung menelponnya dan menangis tersedu-sedu karena kehamilannya diketahui publik. Dia tidak ingin para wartawan mengejarnya sampai ke Jeju karena berita ini. Jadi Myungsoo dengan pasrah mengambil cuti sehari untuk ke Jeju dan menenangkan wanitanya, sementara di Seoul, Junhee mengklarifikasi semuanya.
Myungsoo sempat berdebat dengan Junhee sebelum ke Jeju masalah klarifikasi yang akan di lakukan pria itu, dia ingin Junhee mengungkapkan bahwa Myungsoo adalah pria yang sedang bersama Sooji sekarang, tapi pria itu menolak dengan dalih bahwa keadaan akan semakin runyam ketika media tau tentang dirinya, dan lagi pekerjaannya akan menjadi taruhan jika mereka tau bahwa dirinya adalah seorang pekerja di bidang hukum. Jadi Myungsoo setuju saja ketika Junhee mengutarakan apa yang akan dia katakan untuk mengklarifikasi semuanya.
Junhee mengatakan bahwa benar Sooji tengah hamil, dan saat ini tinggal di rumah orangtua ayah dari bayinya. Tapi Junhee menolak untuk memberitahu di mana lokasinya dan siapa ayah dari bayi tersebut karena itu adalah privasi. Pria itu juga menjelaskan alasan utama Sooji berhenti dari dunia keartisan bukan untuk lari dan menyembunyikan kehamilannya, Sooji hanya ingin fokus pada kandungannya.
Media percaya tak percaya dengan pengakuan Junhee, tapi mereka tetap menerima. Meskipun setelah itu masih banyak media yang mencari-cari berita tentang Sooji namun, berkat Sunghoon, posisi Sooji tidak diketahui oleh siapapun.
Myungsoo tidak mau memikirkan masalah itu lagi, yang jelas sekarang Sooji sudah aman bersamanya dan kandungan wanita itu sehat-sehat saja, itu sudah cukup untuknya.
"Myungsoo?"
"Hmm?"
"Kapan kita menikah?"
Dan Myungsoo terdiam mendengar pertanyaan tersebut.
Ya, satu lagi yang harus dilakukannya setelah menerima kehadiran anak mereka, yaitu menikahi ibu dari anaknya.
¤¤¤
Bulan selanjutnya Myungsoo tidak bisa ke Jeju saat akhir pekan pada minggu kedua, karena pekerjaannya sedang banyak jadi dia harus lembur dan mengerjakan semuanya. Sooji bahkan sampai ngambek karena dia tidak datang minggu ini, tapi Myungsoo tidak bisa melakukan apapun. Dia hanya seorang bawahan, bukan bos yang bisa seenaknya masuk atau tidak masuk kerja.
Sekarang dia jadi pusing karena sudah sejak kemarin malam Sooji tidak membalas pesannya, ditambah dengan pekerjaannya yang sangat banyak, maka lengkaplah penderitaannya.
"Wajahmu kusut sekali Myungsoo?" Pria itu mengangkat wajahnya dan tersenyum tipis saat melihat Sera mendekatinya dengan segelas kopi di tangannya, "minum dulu, sudah berapa hari kau bekerja hingga larut malam?"
"Aku tidak menghitung," Myungsoo mendesah, menyesap kopi yang diberikan Sera untuknya, "aku harus menyelesaikan semua urusan klienku sebelum mengambil cuti nanti."
"Tapi kasihanilah dirimu, jangan terlalu keras. Nanti kau jatuh sakit," Sera mengingatkan dan Myungsoo berterima kasih pada wanita itu. Karena selama di sini, Sera lah yang lebih banyak mengingatkannya jika sudah lupa waktu dengan pekerjaan. Jangan harap Junhee mau menegurnya, karena pria itu juga sudah sibuk dengan pekerjaannya yang baru.
"Junhee belum pulang?"
"Belum...artisnya bikin ulah lagi," Sera mendesah kemudian tertawa, ya Junhee masih tetap menjadi seorang manager dan kali ini artis yang dia tangani lebih parah dari Sooji. Hanya tuhan yang tau mengapa pria itu tetap bertahan di pekerjaannya.
"Apa dia tidak bosan? Seharusnya kau nasehati dia untuk cari pekerjaan lain."
Sera mendelik, "kenapa harus aku?"
"Kan kalian sepasang kekasih."
Myungsoo tersenyum melihat wajah Sera yang memerah. Dia senang berteman dengan wanita itu karena sedikit banyak dia mirip dengan Sooji, kadang dia juga melihat Sera seperti Sooji jika sedang merajuk dengan Junhee, jadi dia merasa nyaman berteman dengannya. Apalagi ketika tau Sera dan Junhee akhirnya berhubungan, seperti yang dulu diceritakan Sooji kalau sebenarnya Junhee menyukai Sera, tapi wanita itu sudah memiliki kekasih.
Myungsoo tidak tau bagaimana ceritanya, tapi beberapa bulan yang lalu ketika dia terbangun tiba-tiba di malam hari, dia mendengar suara berisik dari ruang tengah padahal sudah lewat tengah malam. Mungkin itu Junhee, karena setelah kepulangannya dari Jeju saat Sooji pendarahan pertama kali, mereka memutuskan tinggal bersama di apartemen Sooji. Namun, ketika dia keluar dari kamarnya, yang dilihatnya bukan hanya Junhee, tapi juga ada wanita di sana dan yang mereka lakukannya benar-benar membuatnya shock.
Dia sampai menjerit kaget sehingga membuat Junhee dan wanita itu yang ternyata adalah Sera terkejut melihat kehadirannya, menyadari itu Junhee cepat-cepat memeluk tubuh Sera yang tidak mengenakan apa-apa agar tidak dilihat oleh Myungsoo.
"Brengsek! Kalau ingin bercinta masuk kamar sana! Jangan di sofa dan mengotorinya!"
Setelah berteriak seperti itu Myungsoo langsung masuk ke kamar, dan sehari setelahnya baru ia tau kalau Sera dan Junhee sudah memutuskan bersama saat itu. Sera awalnya malu jika bertemu dengannya, tapi Myungsoo meyakinkan jika dia tidak mempermasalahkan masalah kejadian di sofa itu jadi berangsur-angsur mereka menjadi dekat.
"Kekasih apanya, dia lebih banyak menghabiskan waktu dengan artisnya," keluhan Sera membuat lamunan Myungsoo berhenti, dia tersenyum.
"Kalau begitu katakan padanya, jangan diam saja. Pria tidak akan tau kesalahannya jika wanitanya tidak mengatakan."
"Apa Sooji seperti itu?"
"Oh tentu saja. Dia bahkan dengan senang hati mengatakan jika aku berbuat salah, dia bisa mengomeliku sehari semalam."
"Aku hanya tidak ingin dia merasa terganggu."
Myungsoo tertawa, "ini bukan pertama kalinya kau berhubungan dengan pria kan? Kenapa harus berpikir seperti itu?"
"Ya begitulah, kau tau Junhee itu sibuk.."
"Sesibuk apapun pria, jika itu sudah menyangkut wanita yang dicintainya maka dia akan meluangkan waktu sebanyak apapun untuk wanitanya."
"Begitukah?"
"Tentu. Coba saja kau katakan pada Junhee."
"Katakan apa?" Suara Junhee yang tiba-tiba muncul membuat mereka berdua terkejut, Myungsoo menoleh dan tersenyum tipis melihat raut curiga pria itu saat menatapnya, "kau merayu Sera? Tunggu sampai kulaporkan pada Sooji!"
"Kim Junhee! Apa sih?" Sera merengut kesal lalu beranjak dari sana membuat Junhee kebingungan sementara Myungsoo hanya tersenyum.
"Kenapa diam saja? Kejar sana...daripada dia lari ke pelukan pria lain," tegur Myungsoo yang langsung dihadiahkan pelototan dari Junhee, selepas itu Junhee langsung bergegas menyusul Sera ke kamarnya.
"Ckckck, dasar..." Myungsoo menggelengkan kepalanya, tingkah laku dua orang itu mengingatkannya pada hubungannya dengan Sooji dulu.
"Ah Sooji, kenapa kau tidak membalas pesanku?"
Myungsoo menatap ponselnya dengan murung, beberapa saat kemudian dia sudah mendengar suara-suara aneh dari balik pintu kamar Junhee. Dia mendengus dan memilih melarikan diri ke kamar, daripada harus mendengar mereka berdua mendesah-desah tidak jelas dan mengakibatkannya semakin merindukan Sooji. Mending tidur saja.
¤¤¤
Sebulan kembali berlalu, kandungan Sooji memasuki bulan ke tujuh, dan Myungsoo sedang berada di Jeju. Selama lima bulan, dia tidak menghitung lagi sudah berapa kali naik pesawat, bahkan petugas bandara mungkin sudah mengenalinya lantaran terlalu sering ke bandara.
Myungsoo menjadi semakin yakin jika wanita memanglah makhluk yang paling sulit dimengerti, terlebih ketika dalam kondisi hamil. Dia sempat mendapat wejangan dari dokter kandungan Sooji kalau wanita hamil itu teramat sensitif, dan selalu meminta sesuatu yang pada akhirnya akan ditolak, seperti ingin makan sesuatu, tapi ketika makanan tersebut sudah ada dia malah menolak. Dan Myungsoo memang mengalami semua hal itu, saat dia berada di Jeju, kerap kali Sooji membangunkannya tengah malam dan meminta dibelikan makanan ini itu, dia berusaha untuk memenuhi karena itu adalah keinginan anak mereka. Tapi dia tidak bisa menahan kesalnya ketika sampai di rumah setelah bersusah payah menjadi makanan yang diinginkan Sooji, wanita itu malah merengek tidak mau makan dan tidur.
Kalau tidak ingat Sooji adalah wanita yang dicintainya dan sedang mengandung anaknya, mungkin malam itu dia sudah melemparnya ke luar jendela.
"Untung aku cinta kamu," bisiknya seperti itu pada Sooji yang sudah terlelap, dan dia yang tidak bisa tidur lagi malah berakhir menghabiskan sate gurita pedas yang diminta wanitanya tadi.
Namun, sekarang keadaannya berbeda, bukan makanan atau minuman yang diminta oleh wanita itu. Dia masih mengingat dua bulan lalu ketika Sooji menanyakan kapan dia akan menikahinya, meskipun saat itu tidak menjawab namun, Myungsoo memikirkannya. Mempertimbangkan kapan waktu yang tepat, mengingat perut Sooji sudah membesar, wanita itu pasti menolak memakai gaun pengantin dengan tonjolan di perutnya. Tapi setelah berpikir lagi, Myungsoo juga tidak mungkin membiarkan anaknya lahir tanpa identitas ayahnya secara hukum, dia tidak ingin anaknya menggunakan nama depan Sooji sebagai marga.
Jadi mulai tiga minggu yang lalu dia sudah mengajak Sooji untuk menikah, tapi anehnya wanita itu malah menolak.
"Sindrom kehamilan." Begitu kata dokternya, tapi Myungsoo tidak yakin jika sindrom kehamilannya sampai separah itu. Tidak mungkin Sooji menolak dinikahi ketika wanita itu sudah pernah menodongnya dengan hal tersebut.
Myungsoo juga tidak diberikan alasan yang jelas kenapa lamarannya ditolak, bukan hanya Sooji, tapi ibunya juga seperti mendukung keinginan Sooji untuk menolaknya. Sekarang, dia merasa sudah tidak ada sekutu untuknya lagi di rumahnya sendiri.
Bahkan Dohyun, anak kesayangan ibunya ikut-ikutan mengabaikannya.
"Hah, nasib jadi pria. Selalu salah," gerutunya. Myungsoo duduk di sofa ruang tengah, baru saja dia mengajak Sooji untuk menikah lagi, tapi wanita itu malah mengusirnya keluar dari kamar.
"Hyung?"
Myungsoo menatap sengit Dohyun yang baru saja melintas dari dapur. Dia tidak suka anak itu, karena Dohyun merebut perhatian ibunya dan Sooji, sampai-sampai dia dikucilkan.
"Apa?"
"Eh, tidak..." Dohyun terlihat salah tingkah ketika mendengar sahutan sinis dari Myungsoo, tadi dia kelepasan memanggil pria itu soalnya tidak menyangka jika Myungsoo akan ada di luar kamar malam-malam begini. Biasanya dia sudah di kamarnya bersama Sooji.
"Sini, duduk dulu," Myungsoo berubah pikiran. Dohyun lumayan dekat dengan Sooji akhir-akhir ini, jadi dia mungkin bisa menggali informasi pada anak itu, "bagaimana sekolahmu?"
Dohyun kebingungan dan berniat untuk kembali ke kamarnya saja, tapi melihat mata Myungsoo yang seperti sedang mengancamnya, jadi dia segera duduk di dekat Myungsoo.
"Ba-baik."
"Begitu, kau sudah punya banyak teman di sekolah?"
Dohyun mengangguk ragu, "i-iya, temanku sering belajar di sini," jawabnya dengan takut-takut.
Myungsoo yang melihat gelagat Dohyun yang seperti sedang berhadapan dengan penjahat kelas kakap hanya mendelik, "Dohyun, kenapa kau terlihat ketakutan? Aku tidak makan orang."
"Oh ti-tidak Hyung. Aku biasa saja..."
"Benarkah?" Myungsoo mendekati Dohyun dengan mata menyipit tajam dan tiba-tiba anak itu sudah lari terbirit-birit masuk ke kamarnya. Pria itu dibuat melongo, "astaga! Memangnya wajahku semengerikan itu?"
"Behenti mengganggu adikmu, Myungsoo.."
Myungsoo yang sedang tercengang karena kelakuan Dohyun itu terkejut ketika ibunya malah muncul. Hmm, sepertinya Hyera melihat kejadian barusan dan tanda-tandanya dia akan mendapatkan ceramahan panjang lagi.
"Aku tidak mengganggu, Bu. Aku cuma bertanya padanya, eh dia malah lari. Anak kesayanganmu itu..."
Hyera berdecak lalu duduk di tempat Dohyun tadi, dia menatap putranya lalu menghela nafas.
"Bu...masih marah padaku?" Myungsoo tersenyum sedih, dia mengambil tangan Hyera kemudian menggenggamnya, "aku sekarang sudah berlaku baik. Aku tidak pernah buat Sooji menangis lagi, serius."
"Malah menantu kesayanganmu itu yang buat aku menangis, Bu. Masa dia menolak lamaranku lagi," Myungsoo mengadu seperti anak kecil kepada Hyera membuat wanita paruh baya itu tak kuasa menahan senyumnya.
"Kamu mau menikah karena apa?"
"Eh?"
"Kalau kau menikah hanya karena Sooji sudah hamil anakmu, maka jangan berharap ibu akan merestuinya."
Myungsoo menggaruk kepalanya dengan bingung, bukankah memang seharusnya dia menikah dengan Sooji karena wanita itu sudah hamil? Masa iya dia tidak mau nikahi...yang ada pasti dia akan dihujat oleh orang-orang karena berani menghamili tapi tidak berani bertanggung jawab.
Hyera menghela nafas panjang, "kau anakku Myungsoo. Ibu tau apa yang kau rasakan saat ini, bahkan dulu saat kau sempat menolak kehadiran anakmu, Ibu tau bagaimana perasaanmu. Kau takut jika nantinya kau berubah menjadi seperti ayahmu.."
"Aku tidak punya ayah. Jangan katakan pria brengsek seperti itu sebagai ayahku."
"Baiklah, intinya kau tidak ingin menjadi seperti dia, tapi sadarkah kau, bahwa secara tidak langsung dengan menolak kehamilan Sooji itu sama saja kau membiarkan dirimu menjadi persis sepertinya. Padahal kau berbeda dengannya, hanya ketakutanmu saja yang membuatmu berpikir jika kalian akan berakhir sama."
Myungsoo terdiam mendengar ucapan ibunya, itulah yang selama ini dipikirkannya. Terlebih ketika dia sudah bisa menerima kehamilan Sooji, dia jadi berpikir mungkin penolakannya dulu hanya karena rasa takut yang tiba-tiba mendominasi dirinya, jadi dia bertindak seperti itu. Padahal, kenyataannya tidak seburuk apa yang dipikirkannya. Dia malah bahagia saat ini.
"Maka dariitu aku sudah melamar Sooji, tapi dia malah menolakku."
"Kalau Sooji tidak hamil, kau tidak akan menikahinya?"
"Pertanyaan macam apa itu, Bu?"
Hyera tersenyum tipis, "coba pikir-pikir, bagaimana jika saat ini Sooji tidak hamil. Apa kau masih bersikeras ingin menikahinya?"
Myungsoo terpekur untuk beberapa saat mendengar hipotesa ibunya.
Benarkah seperti itu?
Apa dia tidak akan berniat menikahi Sooji jika wanita itu tidak hamil?
"Apa ini alasan Sooji menolak lamaranku? Karena dia berpikir seperti itu?"
"Kau bisa menebaknya sendiri anakku."
Myungsoo mendesah panjang, Hyera hanya tersenyum tipis lalu menepuk pundaknya sekali kemudian meninggalkannya sendirian dalam pikiran kalutnya.
Apa benar Sooji berpikir seperti itu?
¤¤¤
S
ooji menatap Myungsoo yang sekali lagi telah melamarnya, dia tersenyum tipis. Wajah pria itu tidak secerah sebelum-sebelumnya saat melamarnya, kali ini dia murung meskipun berusaha sangat keras untuk terlihat baik-baik saja.
"Myungsoo..."
"Tolong jangan tolak aku lagi, aku ingin menikahimu," Myungsoo menyela Sooji dengan frustasi, "jika kau ingin aku berlutut dan memohon padamu, maka aku akan melakukannya." Setelah mengucapkan itu, Myungsoo melakukan seperti apa yang dia katakan. Kedua lututnya bertumpu di atas lantai kemudian memberi tatapan permohonan pada Sooji.
"Jangan seperti ini, Myungsoo."
"Aku tidak tau harus melakukan apa lagi. Anak kita akan lahir tidak lebih dari tigapuluh hari lagi, tapi kau masih menolakku. Aku tidak ingin anakku lahir tanpa ayah."
Sooji mendesah panjang, "ini yang tidak kuinginkan Myungsoo. Kau menikahiku hanya karena tuntutan status dari anak kita..."
Myungsoo menatap Sooji tidak percaya, dia meraih tangan wanitanya lalu memberi ciuman di sana, "kau salah paham sayang, kau tau aku mencintaimu."
"Tapi kau tidak akan berpikir untuk menikahiku jika bukan karena anak ini."
"Itu tidak benar..." Myungsoo mengusap telapak tangan Sooji dengan jempolnya, "daridulu kau selalu menyimpulkan sesuatu dari sisi buruknya."
Kemudian pandangan mata pria itu terlihat serius sebelum melanjutkan kalimatnya, "aku pernah mengatakan bahwa kita akan menikah, meskipun bukan sekarang, tapi itu pasti akan terjadi suatu saat nanti. Dan kehamilanmu ini menjadi salah satu alasan mengapa aku berubah pikiran dan ingin menikahimu sekarang."
"Salah satu?"
"Ya..karena ada alasan yang lebih penting daripada itu."
"Dan alasannya?"
"Karena aku mencintaimu dan tidak tahan hidup berpisah denganmu lagi."
"Myungsoo..."
"Aku bersungguh-sungguh Sooji. Aku menikahimu karena aku memang menginginkannya, menghabiskan sisa hidupku denganmu adalah tujuan utamaku saat ini. Anak kita adalah bonus untukku, pelengkap kebahagiaanku. Jadi kumohon, jangan menolakku lagi."
Sooji tak kuasa menahan airmatanya, Myungsoo tidak mengucapkan hal itu dengan rayuan atau kata-kata gombal seperti kebanyakan pria. Dia hanya mengucapkan kata-kata sederhana namun, bagi Sooji itu memiliki makna yang sangat berarti.
"Sooji?"
"Iya Myungsoo."
"Iya apa?"
"Iya...kita menikah."
Seperti kata orang bijak, mengapa harus jauh-jauh mencari pria yang pandai berkata-kata jika di hadapanmu ada pria yang pandai bertindak? Karena sejatinya seorang pria, jika serius maka akan melakukan aksi yang nyata, bukan hanya sekedar bermulut manis, tapi tidak ada aksinya.
¤¤¤
The End.
Dengan ini kudeklarasikan Bad Couple tamat! Uyeaaa 🎉🎉🎉🎊🎊🎊🎊
Seperti biasa gk ada epilog, karena gk diawali dgn prolog, gk ada ekstra chapter, karena gk suka buat. Jadi kalau masih penasaran, silahkan dilanjutkan dalam imajinasi masing-masing. Dan gk ada bonus, krena challengenya gagal.
Ihihihi oh ya, Bad Couple ini termasuk project aku yg cepet kelar loh, tamat gk sampe dua bulan dgn total 32 chapter 😃 pencapaian terbesar banget wkwkwk biasanya sampe berbulan-bulan, malah ada yg udah mau tiga tahun gk kelar" 🙊🙈🙉
Bad Couple ini crita berchapter yg ke 17 tamat, dan judul crita yg ke 32 tamat. Gk nyangka bisa sampe sejauh ini, dan sprti yg kalian tau kalau masih banyak sekali antrian di waiting list~ jdi harapanku, semoga semua itu bisa diselesaikan satu persatu sampai batas wktu yg tdk ditentukan 😆🙏 aku jg perlu dukungan kalian krena kenyataannya tanpa kalian semua aku bukanlah apa-apa.
Jdi ktika aku kehilangan satu, dua atau sampe puluhan pembaca, itu wajar jika aku merasa sedih. Karena aku berpikir, apa yg kuusahakan selama ini ternyata belum cukup baik untuk buat mereka bertahan.
Tpi aku salut sama yg masih tetap baca critaku, bribu-ribu terima kasih untk kalian dan akan kubalas dgn mnciptakan karya-karya yg bisa menghibur kalian semua. Aku gk mau nuntut kalian untk setia karena aku bukan siapa-siapa. Dan yang mengaku setia belum tentu bisa bertahan dgn kesetiaannya ketika dihadapkan dengan berbagai macam spekulasi.
Tanpa kalian sadari, sumber semangat dan motivasiku adalah para pembaca yg rela meluangkan waktu untuk membaca karyaku. Tapi kalian bukan org baru lgi yg hrus kuingatkan untk meninggalkan jejak, bukan jg anak SD yg prlu didikte hrus melakukan apa stelah menikmati sebuah sajian kan? Jadi mari kita sama-sama saling memahami dan tidak memaksa.
Dan sampailah kita di perpisahan terakhir dgn pasangan mesum sejagad raya ini (duo mesum yg kalo ketemu pikirannya kotor melulu)😌😌😌 kalo gk rela pisah sama mereka, ayuk move ke lapak baru 😆 nanti di sana gk kalah seru dri ini loh 😈 staytune aja~
Sekali lagi, sampai jumpa di ff baru. Penampakan kalian selalu dinanti 🙌🙌🙌🙌🙌
Salam pasangan mesum, Ogi.
[15/10/17]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top