28.1 Apology and Confess
Ehm ehm..test 1 2 test 1 2...
Aku mau nyepam dikit boleh ya 😆 telat sehari sih tpi gk papa, yg pnting aku blg disini.
Aku cuma mau ngucapin hepi besday buat partner in crimenya aku di dunia cyber, si mbaknya geng intel kece a.k.a Ira Rizvi a.k.a carswell_cress 😌😌 yg tgl ultahnya sama kyak suzy, cie cie udah 21, udah bs nnton fifty shades tnpa tutup" mata, udh bisa baca baca crita 21++, udh bisa nnton film porno *becanda* whahah pkoke selamat udah mencapai umur dewasa ya, udah bsa nikah dong 😂 eh tpi jgn lngkahin aku, jgn kyak si ummi anya yg tega buat langkahin aku 😭😭😭 dan terakhir, kutunggu kombekmu!!! 🎉🎉🎉🎉
Mngkin kalian dikit bingung siapa ira ini 😂 klo gk knal gk usah ditanggepin ya note aku ini 😅 dia penulis myungzy juga dlu, kita merintih karir bersama tpi skrg udah vakum 😭 syedih~ eh malah curhat wkwkw
Eh hastagnya gk ada dulu ya, bingung mau ksih hastag apa soalnya 😂 warningnya cuman satu, siapin tisu aja 😆
.
.
.
Myungsoo tidak pernah berpikir bahwa dirinya akan berhasil dibuat sefrustasi dan semerana ini oleh seorang wanita selain ibunya. Dulu hidupnya hanya berpusat pada ibunya, dari pagi, siang, sore hingga malam wanita yang ada dalam benaknya hanya sang ibu. Tapi beberapa bulan terakhir, ibunya akhirnya memiliki partner untuk membuatnya sakit kepala dan frustasi.
Kehadiran Sooji dalam hidupnya tidak termasuk dalam rencananya dalam waktu dekat. Bahkan saat pertama kali menemukan wanita itu berada di dalam mobilnya beberapa bulan lalu, tidak pernah sekalipun terlintas dalam benaknya jika wanita itu akan menjadi pusat dunianya saat ini. Semenjak bersama Sooji, Myungsoo mendapati dirinya selalu ingin berada di dekat wanita itu, akan uring-uringan jika tidak mendapatkan kabarnya atau sampai merasa kesal karena pria lain berdekatan dengannya. Semua itu adalah sesuatu baru yang dia rasakan terhadap lawan jenis, tapi bukan berarti dia tidak bisa mengartikan apa yang terjadi padanya.
Dia adalah seorang pria dewasa dengan pengalaman yang bisa dikatakan cukup baik jika berhubungan dengan wanita, meskipun tidak pernah memiliki hubungan serius dengan salah satu dari mereka, tapi dia bisa mengamati dan menganalisa. Lingkungan tempatnya tumbuh memaksanya untuk bisa memahami jenis hubungan yang terjadi antara pria dan wanita, bukan sebuah hubungan platonis yang akan berakhir menyedihkan. Tidak, Myungsoo tidak ingin dia dan Sooji berakhir menyedihkan.
Jika ini terjadi padanya tiga bulan yang lalu, mungkin Myungsoo tidak akan sefrustasi ini. Sama seperti saat Sooji yang pergi tiba-tiba dari rumahnya tanpa pemberitahuan sama sekali, saat itu dia merasa mungkin itu sudahlah menjadi pilihan terbaik, meskipun dia juga merasakan kerinduan akan kehadiran Sooji. Tapi sekarang, semuanya sudah berbeda, Sooji bukan hanya sekedar teman kencan atau partnernya di atas ranjang.
Tidak, Sooji lebih dari sekedar partner baginya. Entah sejak kapan, wanita itu berhasil menembus dinding kokoh yang dia bangun susah payah untuk menghindari kelumit yang mampu membuat orang-orang berlaku diluar batas kewajaran. Sesuatu yang dulunya dia pandang remeh dan bersumpah tidak akan merasakannya selain kepada ibunya seorang, sesuatu yang selalu berusaha dia hindari, sesuatu yang akhirnya saat ini menjeratnya begitu dalam.
Sesuatu itu bernama cinta.
Myungsoo menertawakan dirinya sendiri, pria yang dulunya berpegang teguh pada prinsip, dan selalu bisa memiliki kontrol diri, pada akhirnya kalah dan terjatuh pada sesuatu yang bernama cinta.
Sekarang lihatlah dirinya, akhirnya dia merasakan juga yang namanya cinta dan patah hati secara bersamaan. Dan itu sangat buruk, Myungsoo mengakui, jika kau tidak sanggup menerima resiko terburuknya, maka jangan berani untuk jatuh cinta. Karena sekali kau terjatuh, kau harus siap untuk mendapatkan bahagia sepaket dengan rasa sakitnya.
Dan hebatnya lagi, yang membuatnya merasakan dua perasaan yang saling bertolak belakang itu adalah orang yang sama. Bae Sooji. Entah apa yang telah dilakukan wanita itu sampai dia bisa semerana ini. Terlebih wanita itu pergi tanpa meninggalkan jejak sedikitpun, tidak ada yang tau tentang kepergiannya. Dia bahkan meminta bantuan Kangjoon untuk memeriksa penerbangan ke luar negri atas nama Sooji, tapi mereka tetap tidak menemukan apapun.
Hampir sebulan semenjak Sooji lari darinya, dan selama itupula Myungsoo tidak pernah sekalipun absen untuk mencari keberadaannya. Hampir setiap hari dia selalu menyusuri Seoul, kalau-kalau Sooji tidak benar-benar keluar dari kota itu dan hanya pergi ke suatu tempat untuk menenangkan diri. Tapi pencariannya tidak membuahkan hasil apapun.
"Kau di mana?" Myungsoo bertanya pada udara kosong, ruangan yang di tempatinya saat ini terasa dingin dan hampa tanpa kehadiran Sooji. Sebut dia sentimentil, tapi itulah kenyataannya. Myungsoo merasa sensitif dan selalu gampang murung akhir-akhir ini, terlebih jika sedang sendiri di kamar Sooji dan memikirkan wanita itu.
Ya, semenjak kepergian Sooji, dia memang memutuskan untuk tinggal di apartemen itu. Dia sudah tidak bisa tidur di kamarnya sendiri, dia butuh untuk merasakan kehadiran Sooji,meskipun itu hanya dari aroma yang tertinggal di bantalnya atau dari sabun serta parfum yang sering wanita itu gunakan. Terkadang dia bahkan sampai menggunakan sabun milik Sooji dan menikmati aroma tubuhnya yang bercampur dengan aroma Sooji, bahkan saat tidurpun dia harus memeluk salah satu baju wanita itu agar tetap terlelap.
Ya, keadaan Myungsoo memang seburuk itu.
Dan sekali lagi ya, Myungsoo positif gila saat ini.
"Astaga Kim Myungsoo! Sampai kapan kau mau bertingkah seperti ini?"
Myungsoo bergelung menyelimuti dirinya, mengabaikan teriakan Junhee yang tiba-tiba muncul di kamar itu.
"Myungsoo ayolah! Sooji pasti akan kembali setelah dia menenangkan dirinya, jangan seperti orang penyakitan begini."
Junhee mendesah kasar, menarik dengan paksa selimut yang digunakan pria itu untuk menutupi tubuhnya lalu berdecak. Kondisi Myungsoo saat ini jauh dari kata baik dan dia sangat paham apa penyebabnya. Selama sebulan terakhir Myungsoo bahkan hidup bagaikan zombie hanya tidur ketika dia sudah benar-benar lelah untuk mencari Sooji di luar sana, bangun untuk kerja dan makan ketika seseorang mengingatkannya. Semua itu mengakibatkan tubuhnya menjadi lebih kurus dan kulitnya kusam tidak terawat, rambutnya sudah panjang hampir menutupi tengkuknya, rambut-rambut halus di atas bibir dan sekitar rahangnya juga sudah terlihat, dan dia sama sekali tidak berniat untuk mencukurnya. Padahal dulu Myungsoo sangat risih jika wajahnya tidak bersih.
"Kim Myungsoo!"
"Ini hari libur, aku tidak harus bangun...pergi sana, aku mau tidur," gumaman Myungsoo terdengar samar karena wajahnya tenggelam di atas bantal.
"Bangun dan bersihkan dirimu, sudah cukup kau seperti ini," Junhee tidak mengalah, dia sebenarnya bisa saja tidak memperdulikan pria itu. Toh, Myungsoo bukan siapa-siapa baginya, tapi dia tetap tidak bisa membiarkannya karena bagaimanapun pria itu adalah pria yang disayangi oleh Sooji. Setidaknya begitulah pemahamannya saat ini.
Jadi, dengan kesal dia menarik kaki Myungsoo hingga tubuhnya terpelenting di atas lantai kamar membuat pria itu menjerit.
"Kim Junhee! Sakit tau!" Myungsoo mendengus marah, dia duduk dan mengusap belakang kepalanya yang menghantam lantai, memberikan tatapan sengit pada Junhee yang hanya tersenyum tanpa dosa.
"Kau terlihat menjijikan Myungsoo! Pergi bercermin dan lihat wajahmu."
Myungsoo kembali mendengus, dia tidak menjawab karena tau apa yang dikatakan Junhee adalah benar. Tidak perlu bercermin untuk menebak bagaimana penampilannya saat ini, rambut acak-acakan, pipi tirus, lingkaran hitam di bawah mata serta cambang halus yang muncul di wajahnya. Untuk ukuran pria pencinta kebersihan, Myungsoo jela risih dengan penampilannya saat ini. Tapi dia sama sekali tidak memiliki keinginan untuk merapikan dirinya karena tidak ada Sooji di sini.
"Pergilah, aku masih ingin tidur." Myungsoo berucap sembari bangkit, sekilas meringis karena bokongnya terasa nyut-nyut. Brengsek kau Junhee!
"Tidak. Kau harus mandi dan bercukur, rambutmu juga harus dirapihkan!"
"Tidak mau. Tidak ada Sooji, jadi percuma."
Junhee memutar bola matanya kesal, "kau pikir Sooji sudi untuk kembali jika mengetahui penampilanmu menjijikan seperti ini?" Sindirnya membuat Myungsoo mendelik tajam.
"Bersihkan dirimu dan aku akan memberikanmu info mengenai Sooji."
Mata Myungsoo langsung membulat mendengar hal itu, tanpa banyak kata dia langsung melesa masuk ke dalam kamar mandi. Junhee hanya tertawa melihatnya.
"Ternyata gampang sekali untuk mengendalikan bajingan itu."
¤
Dua jam kemudian, Myungsoo sudah terlihat segar dan cerah. Meskipun masih terlihat kurus dan lingkaran hitamnya tidak menghilang, tapi wajahnya sudah bersih dari rambut-rambut halus dan rambut panjangnya sudah di sisir rapi ke belakang. Secara keseluruhan penampilan pria itu sudah seperti para eksekutif muda yang perusahaannya sudah hampir pailit, tapi masih sombong dengan penampilas necisnya.
"Jadi?"
"Tidak sabaran sekali," Junhee terkekeh, kelakuan Myungsoo sangat berbeda jauh dengan tadi, di mana pria itu malas-malasan dan sekarang berubah jadi antusias.
"Aku sudah menunggu satu bulan. Tidak akan ada lagi satu hari tersisa untuk membuatku sabar!"
"Ckckck, baiklah," Junhee menyerah, Myungsoo memang terlalu keras kepala jika menyangkut masalah Sooji, "ini hasil penelusuran Sunghoon, dan ternyata Sooji memang tidak mengambil penerbangan untuk keluar dari negara ini."
Mata Myungsoo membulat, wajahnya terlihat seperti mengatakan 'sudah kuduga', "berarti dia masih berada di Seoul?" Suara Myungsoo terdengar penuh harapan namun, senyumnya langsung memudar ketika melihat Junhee menggeleng.
"Di memang tidak ke luar negri, tapi dia melalukan perjalanan ke luar kota ini."
"Jadi dia masih di Korea?"
Junhee mengangguk, "sangat sulit mendapatkan informasi ini karena Sooji memesan tiket langsung dari counter dan menggunakan uang tunai, jadi kita tidak bisa melacak melalui kartu debit ataupun kreditnya." Pria itu mulai menjelaskan, Myungsoo memilih diam dan menyimak, "Sunghoon telah melacak seluruh penerbangan dari bandara Incheon di hari di mana harusnya Sooji ke Bangkok, dan dia menemukan lebih dari tigapuluh orang bernama Bae Sooji yang melakukan penerbangan dalam 24 jam."
Myungsoo melongo melihat berkas yang diberikan oleh Junhee, isinya adalah daftar nama-nama Bae Sooji, jam serta tujuan keberangkatan mereka pada hari yang sama. Dia mencoba menelusuri ke tigapuluh lima nama tersebut, dan dia menemukan mereka hampir berangkat ke tujuan yang berbeda-beda.
"Jadi yang mana Sooji-ku?"
"Itu yang tidak kuketahui."
Myungsoo terdiam dengan kekecewaan yang begitu kentara, dia menatap kertas di tangannya lalu mendesah, "apa aku harus ke kota-kota ini untuk mencarinya?"
"Kurasa tidak Myungsoo," Junhee mendelik, dia tidak mengerti lari ke mana kecerdasan yang selama ini Myungsoo miliki, "coba pikir-pikir, kira-kira di mana Sooji akan pergi?" Tanyanya lagi membuat Myungsoo mengangkat alisnya.
"Daegu?"
"Sooji tidak memiliki teman atau kerabat dari sana."
"Hmm, Jeonju?"
"Hmm, orangtua Ahn Jaehyun tinggal di sana. Ada kemungkinan dia ke sana."
"Ahn Jaehyun?" Myungsoo bertanya dengan nada curiga ketika mendengar nama seorang laki-laki, "siapa Ahn Jaehyun?" Tanyanya kemudian dengan kemarahan yang begitu kentara.
"Dia itu anak dari bibi Sooji. Saudara sepupu ibunya," jawab Junhee sembari menepuk keningnya, "dasar tukang cemburu."
Myungsoo mengedikkan bahunya tak peduli lalu kembali menekuni daftar nama-nama tersebut.
"Mokpo?"
"Tidak, dia tidak pernah ke sana dan pasti akan tersesat jika ke sana."
"Lalu..." Myungsoo bergumam, dia terus mengamati mencari-cari kota yang memungkinkan untuk wanita itu datangi dan ketika nama salah satu kota tertangkap oleh retinanya, dia langsung menegakkan badan.
"Jeju!"
"Jeju?"
"Ya, Jeju. Dia pasti ke sana."
Junhee mengerutkan keningnya bingung "Sooji hanya sekali ke Jeju itupun dia memiliki pengalaman buruk di sana, sepertinya tidak mungkin."
"Tidak, Sooji tidak mengalami sesuatu yang buruk di sana," Myungsoo menjawab dengan senyum lebar di wajahnya, seketika dia mengingat masa-masa awal Sooji tinggal di rumahnya, "dia bahagia tinggal di sana."
"Oke...baiklah, jika Sooji memang ke Jeju. Lalu ke mana dia harus pergi? Tak ada satupun kenalannya di sana."
"Oh, tidak kau salah," senyum di wajah pria itu semakin merekah, "ada satu orang yang dikenalnya di sana dengan baik."
"Siapa?"
"Ibuku."
Dan seperti bisa mendengar percakapan mereka, ponsel Myungsoo tiba-tiba berbunyi. Ketika melirik layarnya dan nama ibunya yang tertera di sana, Myungsoo dengan semangat mengangkatnya.
"Halo, ibu! Apa Soo...apa?" Myungsoo mengerutkan keningnya, "Bu, bicara pelan-pelan. Apa maksudnya?"
Junhee hanya memperhatikan Myungsoo yang terdiam, seperti mendengar ucapan ibunya di seberang telepon dan secara pria itu mengejutkan Junhee karena tiba-tiba meloncat dari sofa, mengabaikan ponsel yang sudah terjatuh dari genggamannya dan berlari ke kamar Sooji.
"Myungsoo ada apa?" Junhee yang ikut panik melihat Myungsoo menyusul pria itu, dia melihat Myungsoo meraih dompet serta kunci mobilnya dari atas nakas, "Myungsoo.." Junhee menahan lengannya ketika pria itu hendak berjalan melewatinya.
"Lepaskan aku! Aku harus pergi," geram Myungsoo menepis tangan Junhee, wajahnya terlihat pucat dan bola mata pria memandang kosong ke arahnya.
"Tenangkan dirimu. Katakan dulu ada apa? Kau tidak bisa menyetir dengan keadaan panik seperti ini, kau bisa membunuh dirimu bodoh!"
Ucapan Junhee menyadarkan Myungsoo, dia memejamkan mata lalu mengusap wajahnya frustasi. Merasakan jantungnya berdegup kencang dan rasa paniknya masih belum mereda, tapi akal sehatnya sudah sedikit pulih. Benar kata Junhee, jika dia menyetir dalam keadaan shock seperti ini, yang ada dia akan mencelakakan dirinya sendiri.
"Sudah lebih tenang?" Junhee bertanya sembari menyodorkan sebotol air mineral untuknya, Myungsoo tidak sadar jika pria itu menggiringnya ke dapur, dia mengangguk pelan.
"Jadi apa yang dikatakan ibumu sampai kau jadi panik begini?"
Myungsoo menghela nafas panjang, rasanya dadanya seperti terhimpit ketika mengulang kembali kalimat yang dikatakan ibunya tadi, seperti ada tangan tak kasat mata yang meremas jantungnya secara perlahan dan merenggut oksigen dari paru-parunya. Dia merasa seperti akan mati saja.
"Sooji.."
"Jadi Sooji benar ada di Jeju?"
"Ya."
"Lalu?"
Suara Myungsoo tercekat di tenggorokan, dia mengangkat wajahnya untuk menatap Junhee dan setitik airmata mengalir di pipinya, matanya bergetar ketakutan ketika dia melirihkan inti dari pembicaraan ibunya di telepon tadi.
"Dia...dia pendarahan."
¤¤¤
Myungsoo termenung, duduk di kursi yang diletakkan di sisi ranjang dan menatap wajah Sooji yang terlelap. Perasaannya masih kalut saat ini, bahkan ketika sudah menemukan wanitanya dan memastikan bahwa tidak ada hal yang lebih buruk terjadi padanya. Dia masih perlu diyakinkan jika Sooji memang baik-baik saja dan ada bersamanya saat ini.
"Sooji..." Myungsoo mengulurkan tangannya dan menggenggam tangan wanita itu yang terbebas dari selang infus, mendekatkan wajahnya untuk mencium punggung tangan itu, "bangun sayang, aku sudah datang."
Myungsoo merasa dunianya seketika runtuh saat mendengar ibunya mengatakan Sooji mengalami pendarahan dengan suara tercekat. Saat itu semua kejadian di malam terakhir mereka bertemu langsung terputar dalam memorinya, bagaimana dia bersikap brengsek dan meninggalkan wanita itu, bagaimana dia tanpa pikir panjang langsung menolak kehadiran anak itu, dan semua itu membuatnya menyesal. Menyaksikan tubuh lemah Sooji terbaring di atas brankar membuat penyesalannya semakin mendalam.
Kata dokter, Sooji kelelahan dan terlalu banyak pikiran sehingga membuatnya pendarahan. Ibunya juga mengatakan selama sebulan terakhir, nafsu makan Sooji tidak membaik, tidak banyak gizi yang masuk ke dalam tubuhnya dan hampir setiap malam wanita itu terus menangis di dalam kamarnya.
Membayangkan Sooji menangis dalam kegelapan malam, sendirian melewati semua ini membuat Myungsoo mengutuk dirinya sendiri. Dia benar-benar bajingan. Tak ada bedanya dengan si brengsek yang menelantarkan ibunya, dia sama persis dengan bajingan itu. Dia telah melukai dan membiarkan Sooji berjuang sendiri tanpa dirinya.
Di keremangan dalam kamar rawat Sooji , tangisan Myungsoo pecah. Segala memori tentang masalalunya, perjuangannya demi menghidupi sang ibu serta kebrengsekannya terus muncul seperti kaset rusak, seolah sedang menertawainya yang saat ini dibanjiri oleh rasa bersalah dan penyesalan. Sebelum ini dia tidak pernah menyangka jika apa yang dilakukannya telah menyakiti Sooji begitu dalam.
"Sayang, maaf...maafkan aku, maaf..."
Myungsoo berbisik lirih dengan suara tercekat, dia menggigit bibir demi menahan suara tangisannya yang semakin menjadi kala wajah Sooji yang tersenyum angkuh saat pertemuan pertama mereka melintas di benaknya, kemudian segala kejadian-kejadian setelah itu terus bermunculan, menggantikan bayangan masalalunya yang kelam. Sooji yang marah, cemberut, angkuh, bahagia, manja, sedih dan terakhir kali ingatannya adalah ketika melihat wajah terluka wanita itu.
"Maaf, aku sungguh-sungguh memohon maafmu. Bangun sayang, bangun dan kumohon maafkan aku."
Sampai beberapa menit ke depan Myungsoo terus merapalkan permintaan maafnya, mencium tangan Sooji berkali-kali, berharap wanita itu menyadari kehadirannya dan mau membuka mata untuknya. Hingga kemudian dia merasakan jemari dalam genggamannya bergerak, hanya sekilas, gapi dia merasakannya.
"Sooji?" Myungsoo mengangkat kepalanya dan mendekatkan diri ke wajah wanitanya, dia bisa melihat kelopak mata itu bergerak, "Sooji...bangun sayang," Myungsoo mengusap pipi wanita itu lembut dan menunggu dengan sabar.
Sampai ketika mata Sooji benar-benar terbuka, barulah saat itu senyum kelegaan terukir di wajahnya. Myungsoo menunduk dan mencium kening wanita itu, "kau bangun sayang."
"Myung..Myungsoo?"
"Ya ini aku, Myungsoo."
Myungsoo tersenyum, mengamati wajah Sooji yang seperti kebingungan sesaat. Lalu ketika wanita itu tersadar di mana dirinya, dia langsung terkesiap.
"Anakku!"
"Sstt, tenang ya..." Myungsoo berpindah untuk duduk di tepi ranjang lalu mengusap rambut wanita itu, "semua akan baik-baik saja."
"Anakku Myungsoo...anakku..." Sooji tidak melanjutkan kalimatnya karena dia sudah menangis, Myungsoo ikut merasakan kesedihan itu tak kuasa menahan tangisannya dan dia kembali menangis bersama Sooji. Memeluk tubuh rapuh wanita itu dengan erat guna memberikan pegangan kepadanya dan membisikan kata-kata penguatan untuk wanitanya.
"Semuanya akan baik-baik saja. Percaya padaku."
¤¤¤
To be continued...
Dibagi jdi dua lagi ya, soalnya kepanjangan 😂 yg penasaran kelanjutannya gimana...hmm sabar aja nunggu 😆 moga besok bisa di up...ato lusa kalo gk sempet 😃
Yg jelas cerita ini udah bakal kelar dalam minggu ini. Doakan aja secepatnya dan kita bisa move ke cerita lain.
Oh ya btw, kemarin aku minta kalian buat pilih, tpi kok milihnya tiga sih? Kan biasanya kalo dikasih pilihan itu harus milih satu aja 😅 aneh. Mana kalian serempak lgi milihnya tiga biji ckckck 😩😩😩 tpi pilihan untk crita slanjutnya udah ada di top list, besok ato lusa bakal aku publish Blurbnya, jdi siap" aja ya buat ketemu karakter baru abang dan eneng kita ini 😗😗😗😗
[11/10/17]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top