24. Revealing The Reason

"Playing victim? That's not cool. In fact that's look so funny to see."

#awaspeneror #awasketahuan #awasbaper #awasantiklimaks #awaskeki #awaskesel #awasnofeel #awasadaISTRINYASEHUN #awasadaTBC 😃

.
.
.

Myungsoo tau bahwa kemungkinan itu bisa saja terjadi ketika pertama kali bersama Sooji, seharusnya dia sudah bisa menebaknya ketika sadar bahwa dia bukanlah yang pertama bagi wanita itu. But, he's not aware.

Saat itu, segalanya tentang Sooji terlalu membuatnya lupa diri sampai-sampai dia tidak lagi memperdulikan apa yang telah dilewati wanita itu sebelum bertemu dengannya. Apapun yang dilakukan Sooji dulu, dia berpikir akan bisa menerimanya tanpa harus merasa tidak nyaman, tapi kenyataannya Myungsoo merasa lebih buruk dari apa yang pernah dia bayangkan. Mengetahui apa yang telah wanita itu alami membuatnya marah.

Jenis kemarahan ini sungguh asing baginya, sebelumnya dia tidak pernah semarah ini. Bahkan pada Jo yang sudah menipunya habis-habisan dia tidak merasakan marah semacam ini, jenis kemarahan yang membuat kepalanya hampir pecah ketika memikirkan penyebabnya, kemarahan yang sama sekali tidak tau ditujukan kepada siapa. Myungsoo hanya tau bahwa saat ini dia sangat marah.

Detik pertama setelah mencerna apa yang dikatakan Sooji padanya, Myungsoo langsung memiliki keinginan untuk menemukan siapapun pria itu dan membalas atas semua penderitaan yang didapatkan Sooji dulu. Sayang, dia tidak tau di mana pria itu berada atau bagaimana rupanya, karena jika iya, dia sudah pasti akan mendatangi pria itu.

Ketidakberdayaan itu yang juga membuat Myungsoo semakin marah. Dia tidak tau apapun sehingga dia tidak bisa melakukan apa-apa.

"Myungsoo, wajahmu kusut sekali."

Myungsoo menoleh saat mendengar suara Junhee, dia menghela nafas kemudian menyandarkan kepalanya di sandaran sofa sembari memejamkan mata. Berusaha untuk mengontrol kemarahannya saat ini, melihat Junhee membuatnya yakin jika pria itu pasti tau masalah ini dan lidahnya sangat gatal untuk mencerca Junhee dengan berbagai macam pertanyaan.

"Bagaimana penerornya?"

Tapi pertanyaan yang dikeluarkan oleh bibirnya tidak sama dengan apa yang sedang berkecamuk dalam kepalanya saat ini.

"Heh," Myungsoo mengangkat kepalanya dan menatap heran Junhee yang menghela nafas ketika menghempaskan diri di sofa di depannya, "rumit, terlalu rumit."

"Apa maksudmu?"

Junhee menggelengkan kepalanya, wajahnya terlihat kaku saat memikirkan hasil interogasi peneror Sooji tadi.

"Apa dia tidak mengaku?" Myungsoo mencoba menebak dari melihat raut wajah Junhee, pria itu kembali menggelengkan kepalanya, "jadi kenapa? Astaga Junhee! Jangan membuatku penasaran seperti ini," Myungsoo berseru frustasi karena pria di hadapannya hanya diam saja.

"Kau tidak akan mengerti Myungsoo."

"Apa yang tidak kumengerti? Kenapa kalian semua suka sekali menyimpulkan hal negatif tentangku?" gerutu Myungsoo berang, tidak Sooji, tidak Junhee, mereka berdua persis seperti saudara kembar yang memiliki sifat sama. Selalu melihat dirinya dari sisi buruk, selalu berpikir dia tidak akan bisa memahami masalah ini, selalu mengatakan dia tidak akan mengerti.

Myungsoo mengerang, selama tigapuluh tahun hidupnya dia sudah menemukan masalah lebih banyak dari ini, lebih buruk dari ini. Jadi jika mereka mencari orang yang akan mengerti, itu sudah pasti dirinya.

"Myungsoo.."

"Sooji sudah memberitahuku," Myungsoo menyela dengan mata menyala, saat ini kemarahannya kembali muncul di permukaan akibat ucapan Junhee tadi, "tentang pria itu, apa yang dilakukannya pada Sooji dulu. Aku sudah tau."

Junhee hanya menatap Myungsoo dalam diam, mengamati rahang Myungsoo yang terkatup rapat dengan bibir yang terlipat ke dalam yang menandakan bahwa dia sedang menahan diri untuk tidak mengeluarkan kata-kata kasarnya, serta kedua tangan yang terkepal erat. Seketika itu juga Junhee sadar, bahwa Myungsoo mengerti situasinya.

"Wanita itu mengaku," Junhee membuka suaranya, membuat Myungsoo mengerjap lalu secara perlahan dia merilekskan ekspresi wajahnya, "memang dia yang meneror Sooji, mengirimkan semua paket itu beserta isinya. Dia yang melakukan."

"Lalu, masalahnya di mana? Kita telah menemukan penerornya kan?"

Junhee mengangguk, tapi wajahnya masih tetap muram, "masalahnya wanita itu meneror Sooji karena Shim Jiho."

"Apa maksudmu?"

Junhee menghela nafas panjang kemudian menceritakan apa yang terjadi di ruang interogasi tadi.

"Katakan motifmu melakukan semua ini," Kangjoon tanpa basa-basi langsung meluncurkan pertanyaannya, matanya menilik tajam wanita yang kini sedang menatap balik kepadanya dengan mata menyala marah dan bibir terkatup rapat.

"Tidak ada gunanya kau diam. Karena kau telah tertangkap basah dengan bukti yang kuat. Jadi mengaku atau tidak, kau tetap akan masuk ke dalam jeruji besi," pria itu kembali bergumam dengan wajah datar, "jadi pilihanmu, apa kau mau tuntutanmu semakin berat karena tidak mengaku, atau sebaliknya."

Wanita itu masih diam, merasa sangat enggan untuk berbicara dan Kangjoon meladeninya. Mereka saling bertatap mata dengan bengis tanpa ada satupun yang berniat untuk bersuara. Selang beberapa menit saling menatap, pintu ruangan itu terbuka membuat Kangjoon lebih dulu mengalihkan pandangan mereka.

Sunghoon memasang wajah datar ketika berdiri di dekat meja dan menyerahkan sebuah map yang langsung dibuka oleh Kangjoon. Seketika pria itu tersenyum miring, kemudian dia kembali mengarahkan pandangannya kepada wanita di hadapannya.

"Shim Chanwoo?"

Kangjoon berseru dalam hati ketika melihat bahu wanita itu menegang kaku, meskipun tidak menunjukkan ekspresi apapun, tapi dia bisa membaca dari bahasa tubuhnya bahwa wanita itu baru saja terkejut.

"Bagi kami, tidak sulit untuk mencari tau. Jadi pilih, mengaku atau anak itu..."

"Tidak!"

Kangjoon dan Sunghoon yang masih berdiri di sana untuk mengamati tiba-tiba menegakkan badan waspada, menatap wajah murka wanita itu dan mereka berpikir jika sebentar lagi wanita itu pasti akan mengaku.

"Tidak?" Kangjoon memiringkan kepala menatap ke depan dan menciptakan tawa kecil yang sedikit meledek, membuat wanita itu menggeram rendah.

"Jangan berani-berani menyentuh anakku!"

"Anakmu? Oh, Shim Chanwoo..." ujar Kangjoon memasang wajah seperti terkejut, dia mengerjapkan mata lalu mencondongkan tubuhnya ke depan, "ayahnya bukan Shim Jiho, kan?"

Kangjoon tau, meskipun tanpa memberikan pertanyaan itu dia sudah tau jawabannya. Semuanya ada dalam berkas yang diberikan Sunghoon padanya berisi informasi mengenai latar belakang wanita itu dengan sangat jelas dan detail.

Namanya Shin Sia, istri dari Shim Jiho. Itu bukan informasi yang mengejutkan ketika apa yang dilakukan oleh wanita itu adalah meneror Sooji. Tapi yang tidak dimengertinya adalah motif melakukan semua ini. Dia adalah istri Shim Jiho, dan sangat mustahil jika Sia melakukan semua ini atas perintah dari suaminya sendiri.

"Hanya katakan apa motifmu, dan anakmu akan aman di tempatnya sekarang."

Sia melebarkan matanya kaget mendengar kalimat Kangjoon yang seperti memiliki makna lain, "kalian! Jangan melibatkan anakku! Dia masih anak-anak."

"Yah, tergantung," Kangjoon kembali tertawa, "kami mendapatkan pengakuanmu, dan kau bisa mendapatkan anakmu."

Shin Sia menggeram, dia menatap tak suka pada Kangjoon yang sudah memperlihatkan wajah penuh kemenangan, pria itu tau bahwa dia tidak punya pilihan lain selain mengakui motif perbuatannya.

"Aku membencinya."

Kangjoon langsung mengubah ekspresi wajahnya saat mendengar suara parau Sia.

"Kau membencinya, tapi aku tidak melihat alasan yang masuk akal untuk kau bisa membencinya."

Sia tertawa mengejek, "tidak ada alasan?" geramnya dengan marah, "dia sudah menghancurkan kehidupanku! Dia membuatku kehilangan semuanya!"

Kangjoon semakin tidak mengerti, menurut Junhee ini pertama kalinya dia melihat wanita ini. Dia juga tau siapa-siapa yang pernah dikenal Sooji dulu sebelum menjadi artis, tapi Shin Sia tidak termasuk di dalamnya. Jadi kapan Sooji membuat hidup wanita itu berantakan ketika mereka saja tidak pernah saling bertemu.

"Kau bisa menjelaskan apa yang terjadi, karena dari jawabanmu aku sama sekali tidak menemukan benang merah yang bisa menyambungkan semua kejadian ini dengan Sooji sebagai penyebabnya."

Sia mendesah panjang, wajah kerasnya langsung berubah muram, "ketenarannya sebagai aktris sejak enam tahun lalu sudah membuat kehidupanku berantakan," ucapnya dengan nada tajam.

"Apa maksudmu?"

"Wajahnya ada di semua stasiun tv! Bahkan saat di Jepang semua stasiun menampilkan wajahnya, di sepanjang jalan hanya wajahnya yang bisa kulihat. Semua itu membuatku marah karena tau bahwa suamiku juga melihatnya. Dia menjadi gila karena wanita itu!" Sia menjerit, semua kemarahan yang dia pendam selama ini tercurahkan melalui jeritan dan tangisannya dalam satu waktu. Jika dalam situasi normal, Kangjoon mungkin akan merasa simpatik, tapi kali ini tidak.

Bagaimanapun ceritanya, wanita di hadapannya ini adalah tersangka dan apapun yang melatarbelakangi tindak kriminal yang dia lakukan, entah itu baik atau memang buruk, dia tidak akan memberikan toleransi apalagi simpatik.

"Lalu, karena suamimu gila, kau ikut-ikutan menjadi gila dengan meneror Sooji?"

Sia menatap Kangjoon dengan sengit, wanita itu sama sekali tidak terkesan terhibur dengan lelucon garing yang dilontarkan pria itu. Sebaliknya, dia malah tertawa miris. Apa yang dia lakukan pada Sooji belum bisa membalaskan atas hidupnya yang hancur, Sooji lebih pantas mendapatkan hal yang lebih dari sekedar terror darinya, karena hanya dengan begini saja itu belum apa-apa.

Sooji juga harus mati, seperti suaminya. Shim Jiho.

"Bukan hanya gila. Tapi mati."

¤¤¤

Sooji menggeliat dalam tidurnya, matanya terasa berat dan perih. Dia tau jika matanya sudah membengkak sekarang, karena dia menghabiskan waktu semalaman untuk menangis hingga tertidur. Mengingat hal itu membuatmya kembali memutar memori mengenai penyebabnya menangis, dan seketika dia mengerang mencoba untuk menggerakkan tubuhnya, tapi sulit.

"Oh?"

"Hei, sudah bangun?"

Sooji terkejut mendengar suara itu, dia bahkan memaksakan matanya untuk bisa terbuka meskipun masih perih dan dengan gerakan gesit memutar badan agar bisa menatap pria itu. Matanya langsung memerah ketika melihat senyuman itu.

"Myungsoo..." Sooji merengek, memanjati tubuh pria itu sehingga dia berada di atasnya dan memeluknya dengan erat, "kau di sini..."

Myungsoo tertawa, dia sangat senang dengan kelakuan Sooji pagi ini, jadi dia ikut melingkarkan lengannya ke punggung wanita itu dan membalas pelukannya tak kalah erat.

"Iya sayang."

"Kupiki...kupikir kau," Sooji tidak bisa melanjutkan kata-katanya karena kini dia sudah menangis, Myungsoo mengangkat satu tangannya dan menyentuh pipi wanita itu.

"Hei, lihat aku...kenapa menangis hmm?"

Sooji menggelengkan kepala, dia mengusap wajahnya dengan gerakan tak beraturan dan itu membuat Myungsoo merasa gemas, jadi dia mencium wajah Sooji yang basah dengan alasan memberi bantuan.

"Kau tidak senang aku di sini?"

"Euunggg..." Sooji menggeleng sembari merengek, dia mengerucutkan bibirnya yang bergetar lalu menunduk mencium Myungsoo, "tidak, aku...aku pikir kau pergi."

"Aku tidak pergi sayang," Myungsoo tersenyum, selalu suka pada Sooji yang manja seperti ini. Jika bisa, dia ingin selamanya Sooji bersikap seperti ini saja kepadanya, itu akan lebih memudahkannya untul menghadapi wanita itu, daripada harus berhadapan dengan kekeras kepalaannya.

"Sudah kubilang, cukup katakan 'jangan pergi' dan aku tidak pergi, kan?"

Sooji mengangguk samar, dia menempelkan pipinya di pundak Myungsoo dan bibirnya menggapai wajah pria itu untuk dikecup, "semalam kau pergi."

"Aku hanya mendinginkan kepalaku," Myungsoo mengakui, tangannya sudah bergerak untuk menyamankan tubuh Sooji di atasnya, "aku hanya keluar ke ruang tengah dan berbicara dengan Junhee di sana. Saat aku kembali, kau sudah tidur," dia kembali menjelaskan karena tau Sooji pasti ingin mendengarkannya, Myungsoo menunduk dan tersenyum ketika melihat wajah lega wanita itu. Dia memberikan kecupan di puncak hidungnya.

"Kau begitu takut kehilanganku ya?" Myungsoo berniat menggoda sebenarnya, tapi Sooji malah menanggapi serius karena saat ini wanita itu sudah cemberut dan memeluk lehernya dengan erat.

"Aku takut kau jijik padaku karena masalaluku. Aku tidak berani berpikir kau masih mau menerimaku karena...karena..."

"Hei," Myungsoo menghentikan kalimat Sooji dengan mengangkat wajah wanita itu dan mendaratkan kecupan di bibirnya, "kau masih berpikir aku jijik saat aku masih ketagihan untuk menciummu setiap detik?"

Sooji mengerjapkan mata, mulutnya terbuka karena kaget dan Myungsoo memanfaatkan itu untuk kembali memberikan ciuman padanya. Kali ini bukan hanya sekedar kecupan melainkan ciuman yang panjang dan basah. Sooji sempat terkejut, tapi beberapa detik setelahnya dia sudah membalas ciuman Myungsoo. Keduanya saling membelit dan merapatkan tubuh mereka seakan seinci saja jarak yang ada, maka mereka akan terpisah.

"Jadi, apa kau merasakan aku merasa jijik kepadamu?" Myungsoo bertanya ketika melepaskan ciuman mereka, menangkup wajah Sooji dengan kedua tangannya dan menatapnya lembut.

Sooji merasa tak berdaya dan hanya mampu mengangguk. Ketika itupun dia juga tersadar seberapa besar arti kehadiran Myungsoo untuknya, dan dia telah memutuskan tidak akan membiarkan pria itu meninggalkannya apapun yang terjadi.

"Myungsoo..."

"Ya?"

"Aku rindu."

"Hmm...jadi?"

"Jadi apa?"

"Jangan sok polos sayang, aku tau apa yang kau inginkan."

"Kalau begitu ayo lakukan."

"Hmm, dasar gadis mesumku."

"Kau juga pak tua mesum!"

¤¤¤

To be continued...

Segini dulu ya 😂 part ini entah mngapa berat banget buatnya 😅 mngkin krena identitas penerornya udah kebongkar di sini. Ato lgi mager aja whahahah...

Dan ya, yang salah menebak! Selamat 😂 kalian tertipu lagi 😃😃😃 hohoho *ketawa setan*, dari bagian awal yg ada teror-terorannya aku udah gatel buat bales komen tebakan kalian ttg siapa yg neror 😅 greget banget soalnya wkwkwk tpi berhasil ku tahan sampe di sini. 😈😈😈

Aku msih pertimbangkan dgn konflik selanjutnya...tp aku gk sadar trnyata sdh sampe chapter 24, kalo dihitung chapter yg dibagi dua, totalnya jdi 26 chapter 😅 ini udah panjang banget gk sesuai ekspektasi krena masih ada satu konflik penutup 😂 aku jdi bingung mau ttp masukin konflik itu ato dibuang aja...jdi konfliknya selesai sampai di sini dan chapternya gk kebanyakan 😅

[05/10/17]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top