23. Suspect
"Dear copycat-er, Never try to destroy someones life with a lie when yours could be destroyed by the truth."
#awaspanjang #awassalahtebak#awasketahuan #awasadapeneror #awasbaper #awasemosi #awaskesel #awasgreget #awasbosan #awasadaNUNUNG #awasadaTBC 😃
.
.
.
"Kau yakin?"
"Ya, tidak ada petunjuk apapun."
Junhee menghela nafas panjang, dia meremas rambutnya ketika menunduk. Penyelidikan ini sudah berjalan hampir seminggu, tapi mereka belum juga menemukan siapa pelakunya, bahkan tersangka yang mereka duga sebagai penerornya juga tidak bisa ditemukan. Itu seakan menguatkan dugaan mereka.
"Berarti memang Shim Jiho yang melakukan?"
Kangjoon menggelengkan kepalanya, "aku rasa bukan. Dia sudah tidak berada di Jepang sejak lima tahun lalu, dan dari cacatan yang ada dia sama sekali tidak pernah kembali ke Korea."
"Tidak ada bukti yang mengatakan dia berada di negara ini," Sunghoon menambahkan.
"Yang aku takutkan dia menyelundup ke negara ini tanpa cataran keimigrasian. Semuanya bisa saja terjadi."
"Tapi kita sudah menyelidikinya sampai sejauh mungkin, dan kita tidak menemukan apapun."
Ketiga pria itu kemudian terdiam, memikirkan rencana selanjutnya untuk meneruskan penyelidikan ini.
"Aku punya ide," Kangjoon tiba-tiba bersuara di antara keheningan, matanya menatap Junhee dan Sunghoon bergantian untuk meminta persetujuan.
"Ide apa?"
"Bagaimana kalau kita memancing penerornya untuk keluar?"
Junhee mengernyit bingung, "apa maksudmu?"
"Oh aku mengerti! Ini ide yang brilian," Sunghoon tiba-tiba menyela ketika Kangjoon hendak menjawab, "jika peneror itu ada di sekitar Sooji. Kita pasti bisa membuatnya keluar dari tempat persembunyiannya."
Kangjoon menganggukan kepala membenarkan pernyataan Sunghoon. Dia juga memikirkan hal yang sama, selama ini paket yang diterima Sooji pasti di antar langsung oleh sang peneror karena sama sekali tidak ada jejak yang tertinggal, dan jika itu benar maka akan sangat mudah untuk memancingnya keluar.
"Bagaimana kita harus memancingnya?"
"Selama ini dia pasti tau jika kita selalu berada di apartemen ini untuk menemani Sooji, jadi tidak ada pergerakan apapun yang bisa dia lakukan selain mengirimkan paket tersebut," Kangjoon mulai menjelaskan. Dia mengatakan bahwa jika mereka meninggalkan Sooji sendirian, itu pasti akan membuat sang peneror mau keluar dan mendatangi Sooji secara langsung, dan di saat itulah mereka akan menangkap penerornya.
"Kenapa rencanamu terdengar terlalu mudah?" Junhee terlihat sangsi dengan ide yang direncanakan oleh Kangjoon, bagaimanapun si peneror pasti tidak sebodoh itu untuk bisa masuk ke perangkap mereka begitu saja. Rencana ini pasti sudah terpikirkan dalam otak si peneror.
"Kita tidak akan tau hasilnya jika tidak mencoba. Hari ini paket itu belum datang kan? Kita bisa memanfaatkannya." Kali ini giliran Sunghoon yang meyakinkan, dia sangat setuju dengan usul Kangjoon.
Melihat kedua pria di hadapannya sangat yakin, akhirnya Junhee mengangguk.
"Baiklah, kita bisa melakukan ini."
Kangjoon dan Sunghee tersenyum penuh semangat, kemudian ketiganya sudah sibuk dengan perkakas untuk menangkap basah sang peneror. Cctv yang memang sudah terpasang di setiap sudut apartemen Sooji semenjak kasus peneroran ini terjadi telah diaktifkan, mereka juga sudah memasang peralatan perekam suara di beberapa tempat yang terhubung langsung dengan monitor yang mereka pasang di apartemen tepat di depan milik Sooji.
Beruntung pemiliknya berbaik hati mau meminjamkan ruang tamunya untuk digunakan sebagai tempat mereka bersembunyi. Di atas meja sudah terdapat dua buah laptop yang masing-masing layarnya sudah memperlihatkan kondisi apartemen Sooji di berbagai ruangan, koridor lantai apartemen dan lobi.
"Semuanya sudah siap," ujar Junhee menatap layar laptop di hadapannya, "apa kalian yakin semua akan baik-baik saja?"
"Jangan khawatir, kita hanya berjarak beberapa langkah dari apartemen Sooji. Jika terjadi sesuatu, dalam tiga detik aku sudah bisa berada di depan pintu kamarnya," jawab Sunghoon percaya diri membuat Junhee sedikit lega, tapi tetap saja dia merasa cemas.
Hampir tiga jam duduk memperhatikan monitor cctv, Junhee, Kangjoon, serta Sunghoon sudah terlihat cukup letih. Ditambah hari sudah menjelang malam, tapi belum ada satupun tanda dari sang peneror. Sejak tadi koridor lantai ini sangat sepi, tidak ada siapapun yang melewati, paket yang biasanya sudah berada di depan pintu juga belum terlihat.
"Aku khawatir terjadi sesuatu pada Sooji," gumam Junhee dengan kecemasan yang tidak berkurang sejak tadi.
"Kau bisa memastikannya sendiri, keadaan apartemennya sangat tenang. Dia tidak keluar kamar sejak tadi," Kangjoon menyahut sembari menunjuk layar di hadapannya yang menampilkan ruangan-ruangan di apartemen Sooji.
Junhee ikut mengamati, memang sejak mereka sudah berunding tadi setelah makan malam, Sooji sudah tidak terlihat. Wanita itu masuk ke kamarnya dan tidak keluar lagi sampai sekarang. Itulah yang membuatnya khawatir, masalahnya hanya di kamar wanita itu tidak terpasang cctv jadi mereka tidak bisa mengetahui apa yang sedang terjadi saat ini.
"Dia datang."
Junhee dan Kangjoon serempak menoleh ke laptop yang sejak tadi diamati oleh Sunghoon, alis keduanya berkerut ketika menemukan satu orang yang memakai mantel sebatas betis berwarna hitam serta topi hitam yang menutupi sebagian wajahnya yang dilapisi oleh masker. Kedua tangannya menenteng sebuah paket yang sangat mereka kenali.
"Dasar bajingan," Junhee menggeram melihat bagaimana sosok itu bergerak luwes melewati security yang sedang melayani seseorang di dekat pintu masuk. Langsung menuju lift dan tanpa ragu menekan tombol lantai di mana mereka berada sekarang.
Sosok misterius itu terus menunduk sehingga tidak memungkinkan mereka untuk melihat wajahnya, tubuhnya juga merapat di salah satu sudut yang tidak tertangkap oleh cctv lift tersebut.
"Pantas saja dia tidak terekam. Dia sudah tau di mana letak-letak kameranya," gumam Sunghoon, beruntung kemarin mereka sempat memasang satu buah kamera di sudut lain lift sehingga bisa merekam sosok itu dengan sangat jelas.
"Dia tau kalau banyak kamera di sini. Dia menunduk terus, bahkan saat berjalan sendiri." Kangjoon ikut menyahut, merasa frustasi karena tidak bisa menangkap wajah orang itu.
"Seharusnya kita memasang kamera di lantai," sahut Junhee yang terdengar sangat serius, tapi Kangjoon dan Sunghoon hanya mendengus. Sangat tidak masuk akal.
Kemudian ketegangan menyelimuti ketiga pria tersebut ketika melihat sang peneror sudah keluar dari lift, berjalan menyusuri koridor yang senyap dan sepi. Junhee otomatis menahan nafasnya ketika sosok itu sudah berdiri di depan pintu apartemen Sooji. Mereka menyaksikan punggung peneror itu dengan mata menyala, sebenarnya saat ini Junhee sangat ingin keluar dari sini dan menghajar peneror itu sampai babak belur. Tangannya terkepal dengan kuat, peneror itu sangat dekat dan dia bisa saja langsung menghajarnya.
"Tahan Junhee. Tunggu sampai dia masuk dalam perangkap kita," sahut Sunghoon ketika tau apa yang sedang dipikirkan oleh pria itu.
"Aku hanya tidak sabar untuk menghajarnya sampai puas."
"Sebentar lagi," Kangjoon bergumam, mereka mengamati peneror itu masih berdiri di depan pintu apartemen Sooji, dan mencoba untuk menyentuhnya.
"Yes! We got you asshole!"
Ketiganya terlihat penuh antisipasi ketika sang peneror berhasil membuka pintu apartemen yang memang sengaja mereka biarkan tidak terkunci. Mereka harap-harap cemas, agar tidak terjadi sesuatu yang buruk sampai ketika peneror itu sudah berada tepat di depan kamar Sooji.
Peneror itu mengetuk pintunya dan Junhee berdoa semoga Sooji tidak membuka, mereka memang tidak membicarakan masalah rencana ini kepada Sooji jadi dia sangat cemas jangan sampai wanita itu berpikir itu dirinya dan membuka pintu kamar. Tapi, beberapa lama pintu tersebut tidak kunjung terbuka sehingga sang peneror sudah menggedor pintunya.
Ketegangan di antara mereka terpecah ketika dering ponsel Kangjoon terdengar, pria itu meraih ponselnya dan menemukan nomor asing yang menelponnya.
"Halo?"
"Kau di mana? Seseorang masuk ke apartemen Sooji."
"Myungsoo?"
"Iya ini aku, kau di mana? Cepat kembali, Sooji sangat ketakutan."
"Bagaimana kau tau?"
"Aku masih tersambung dengannya di telpon saat ini."
"Oh Myungsoo?" Kangjoon berseru kaget ketika matanya melihat Myungsoo berlari memasuki lobi gedung melalui kamera cctv, Junhee ikut memastikan kemudian kembali melihat keadaan kamar di depan kamar Sooji.
"Brengsek!"
Junhee langsung berdiri dan keluar dari apartemen itu, si peneror sudah mencoba mendobrak pintu kamar Sooji menggunakan sebuah palu besi yang mereka sama sekali tak tau darimana asalnya. Dia tidak ingin mengambil resiko lebih jauh, Sooji benar-benar akan dalam bahaya jika peneror itu berhasil mendobrak pintunya.
"Junhee!"
Junhee yang sudah berada di depan apartemen Sooji menoleh ketika mendengar seruan Myungsoo, dia melihat pria itu terengah-engah seperti baru saja berlari maraton dan sangat panik.
"Apa yang terjadi sebenarnya?"
"Penerornya ada di dalam. Aku akan menjelaskannya nanti, kita masuk dulu," Junhee nenjawab dengan cepat dalam satu tarikan nafas lalu melesat masuk ke dalam, Myungsoo melotot tidak percaya, dia sempat terdiam beberapa detik sebelum disadarkan dengan kehadiran Kangjoon dan Sunghoon yang tiba-tiba, mereka saling bertukar pandang kemudian langsung masuk ke dalam apartemen tanpa banyak bicara.
Darah Myungsoo berasa mendidih melihat sosok yang sudah terpelanting di atas lantai dengan posisi tengkuranp dan Junhee menahan kedua tangannya di belakang punggung. Dia sangat ingin menghajarnya karena sudah membuat Sooji ketakutan, tapi itu bisa jadi urusan kedua karena sekarang keadaan Sooji lebih penting.
"Sooji! Sooji buka pintunya," Myungsoo menggedor pintu kamar Sooji dengan panik, tapi tidak mendapatkan jawaban apapun, "Sooji, buka pintunya!" Masih tidak mendapatkan jawaban, Myungsoo tanpa pikir panjang mencoba mendobrak pintu itu dengan tubuhnya, sebuah pemikiran bodoh karena sudah jelas pintu kayu tersebut tidak serta merta akan terbuka.
"Myungsoo, gunakan kunci serep," Junhee menyahut, mengalihkan si peneror yang masih belum mereka ketahui sosoknya kepada Sunghoon, lalu berlari ke lemari kabinet samping tv.
Myungsoo hanya menerima kunci dari Junhee lalu membuka pintu kamar dan menemukan Sooji sudah histeris di atas ranjangnya.
¤¤¤
Myungsoo menyipitkan mata menatap ketiga pria di hadapannya, semua kejadian tadi terjadi begitu cepat, dia bahkan tidak yakin jika dirinya bernafas dengan benar saking paniknya. Tapi apa yang membuatnya marah saat ini adalah tindakan bodoh ketiga pria itu.
"Apa yang kalian pikirkan sebenarnya?"
"Myungsoo, kami tidak bermaksud untuk membuat Sooji seperti ini."
"Kenyataannya kalian melalukannya brengsek!" Myungsoo berseru marah, matanya melotot menatap Kangjoon, "apa yang kalian lakukan bisa membuat Sooji celaka! Coba bayangkan jika Sooji membuka pintu kamarnya tadi..." Myungsoo menghentikan kalimatnya dengan helaan nafas kasar.
"Tapi tidak terjadi apa-apa..."
"Bersyukurlah tidak terjadi apa-apa! Karena jika Sooji terluka aku sudah pasti akan membunuh kalian semua!"
Junhee hanya menarik nafas, kemarahan Myungsoo sangat dimengerti. Pria itu pasti kaget ketika mengetahui peneror itu hanya dipisahkan oleh sebuah pintu dengan Sooji, semuanya bisa terjadi tadi. Dia juga memikirkan dan merasakan hal yang sama, semua resiko yang mereka ambil sudah sangat besar, tapi itu berjalan dengan baik. Sekarang mereka memiliki penerornya dan Sooji baik-baik saja.
"Ini terpaksa kami lakukan. Hanya ini sisa rencana yang tepikirkan untuk menangkap penerornya."
"Tapi setidaknya beritau aku, atau Sooji supaya dia tidak ketakutan seperti tadi."
"Itu kesalahan kami," Junhee menjawab dengan suara penuh rasa bersalah, "seharusnya kami memang memberitahu Sooji agar dia tidak kaget."
"Hhh, sudahlah kemarahanku tidak akan menghilang kalau hanya memarahi kalian di sini," Myungsoo menghembuskan nafas kasar, "jadi penerornya?"
Sunghoon, selaku orang yang meringkus peneror itu dan menyekapnya di salah satu ruangan di apartemen ini dengan keadaan terikat erat menghela nafas.
"Aku tidak mengerti," gumamnya membuat suara membuat semua orang di sana menatapnya dengan bingung."
"Apa maksudmu Sunghoon?"
"Sejak awal kita sudah menduga jika peneror itu adalah Shim Jiho, tapi..."
"Tapi?"
"Tapi apa?"
"Sunghoon?"
"Dia adalah seorang wanita."
¤¤¤
Sooji menggeliat ketika merasakan tubuhnya ditarik, dia membuka mata dan menemukan wajah Myungsoo sudah sangat dekat dengan wajahnya. Seketika dia tersenyum lemah.
"Myungsoo," lirihnya lalu mengangkat kedua tangannya untuk mengalung di leher Myungsoo, "Myungsoo.."
"Hmm, aku di sini sayang. Aku kembali untukmu," Myungsoo berbisik, mencium wajah Sooji dengan kecupan-kecupan kecil.
"Kau di sini," Sooji memejamkan mata, merasakan sentuhan Myungsoo membuatnya yakin jika pria itu memang nyata di hadapannya. Berarti tadi yang memeluk dan menciumnya memang Myungsoo bukan hanya halusinasinya.
"Berarti saat kutelpon kau sudah di Seoul?"
Myungsoo tersenyum, menjauhkan sedikit wajahnya dan menatap Sooji dengan lembut. Tangannya bergerak untuk merapihkan rambut Sooji yang terjatuh di pipinya.
"Sebenarnya aku ingin membuat kejutan untukmu," Myungsoo bergumam pelan, melihat mata Sooji berbinar, "tapi siapa sangka jika aku yang mendapatkan kejutan?" Kalimat terakhir diucapkan pria itu dengan memasang wajah masam. Myungsoo berpikir, tanpa memberitahu Sooji tentang keberangkatannya ke Seoul hari ini pasti membuat wanita itu sangat terkejut dan bahagia saat menemukannya berdiri di depan pintu apartemennya, tapi semua rencananya gagal karena kehadiran peneror itu. Dia bahkan harus melihat Sooji kembali histeris dan itu membuatnya marah.
Teringat dengan kejadian tadi, tubuh Sooji kembali menegang. Matanya terlihat waspada ketika melirik ke sekeliling kamarnya dan itu tidak terlepas dari pengamatan Myungsoo.
"Hei, kau sudah aman cantik," Myungsoo menarik dagu Sooji agar wanita itu mau menatapnya, dia tersenyum lebar, "semuanya selesaim. Penerornya telah ditangkap."
Bukannya lega, Sooji malah terlihat tegang membuat Myungsoo merasa heran dengan reaksi wanita itu.
"Sooji?"
"Kalian..sudah menangkapnya?" Sooji bertanya dengan nada tidak yakin, dia seperti merasa semua ini terlalu mudah. Mereka bisa menangkap pria itu dengan gampang tanpa terluka sedikitpun, yang mana itu sangat mengherankan karena pria itu adalah seorang pembunuh. Jadi tidak mungkin mereka bisa begitu saja menangkapnya. Itu mustahil.
"Tentu saja, saat ini Sunghoon sudah membawanya ke kantor Kangjoon untuk melakukan interogasi, setelah mendapatkan beberapa informasi mereka akan membawanya ke kantor polisi."
"Tidak mungkin," Sooji menggelengkan kepalanya dengan mata terpejam, tidak mungkin semudah ini bukan?
"Apanya?"
"Kalian menangkap pria itu? Mustahil..."
"Pria itu? Siapa pria yang kau maksud?" Myungsoo mengernyitkan keningnya bingung, dia sepenuhnya tidak mengerti dengan apa yang dikatakan Sooji. Sebelum ini dia juga sempat bingung, karena Sunghoon membicarakan tentang dugaan mereka yang adalah seorang pria.
Jadi siapa pria yang mereka bicarakan saat ini?
"Kau tidak tau?" Sooji mendongak untuk menatap wajah Myungsoo dengan pandangan terkejut, ketika pria itu menggeleng dia langsung mengerjap, "kau tidak tau..."
Seketika Sooji menjauhkan tubuhnya, dia melepaskan pelukan Myungsoo dan berbaring memunggungi pria itu."
"Sooji ada apa?" Myungsoo mendekat, memeluk tubuh Sooji yang bergetar. Dia mengintip dari balik bahu wanita itu dan menemukan airmata di pipinya, "Sooji, katakan padaku ada apa? Apa yang tidak kuketahui?"
"Kau..kau tidak tau..."
"Coba katakan padaku hmm," Myungsoo mengatakannya sembari mencium bahu Sooji, "jangan menangis..."
"Kau pasti pergi," suara cicitan Sooji hampir tidak terdengar karena dis mengucapkannya sambil mengiggit bibirnya.
"Apa?"
"Kau pasti pergi Myungsoo."
"Aku akan pergi ke mana?"
"Kau akan pergi dariku."
Myungsoo menghela nafas, "coba ceritakan padaku biar aku yang memutuskan, akan pergi darimu atau tidak setelah mendengar ceritamu."
"Tidak mau."
"Sooji."
"Aku tidak mau kau pergi."
"Kau hanya perlu katakan 'jangan pergi', maka aku tidak akan ke mana-mana."
Sooji memejakmkan mata saat merasakan ciuman Myungsoo di tengkuknya, pria itu bergumam pelan memintanya untuk bercerita namun, dia masih sangat takut. Jika Myungsoo mengetahui tentang kekelaman hidupnya dulu, pria iti akan jijik dan meninggalkannya.
"Myungsoo.."
"Sayang, katakan."
"Aku..."
"Kau?"
"Aku diperkosa oleh kakakku sendiri."
Tubuh Myungsoo menegang di tempatnya, bibirnya yang sejak tadi memberikan ciuman di bahu dan tengkuk Sooji berhenti bergerak. Matanya terpejam dengan otak yang mencoba mencerna kalimat Sooji barusan.
"Kau apa?"
Myungsoo tidak mendapatkan jawaban, hanya isakan wanita yang baru saja dilepaskannya terdengar. Matanya terbuka dengan nyalang menatap punggung Sooji yang bergetar.
Wanita itu pernah mendapatkan perlakuan sekeji itu?
"Brengsek!"
Myungsoo mengumpat lalu dengan gerakan cepat dia meloncat turun dari ranjang. Sementara Sooji yang menyadarinya, airmatanya langsung mengalir dengan deras. Dia tau, ini pasti terjadi.
Myungsoo meninggalkannya.
¤¤¤
To be continued...
Maaf kemarin gk muncul 🙏 aku sdh ngetik malamnya tpi ketiduran. Skrg lanjut ngetik di kantor, mumpung bisa curi waktu sebelum bos dtg.
Kutunggu spam komen kalian ya 😂 bikin aku ketawa ketiwi pas plg kantor nnti dgn omelan kalian di komentar krena gagal nebak 😃
[03/10/17]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top