20. Frightened
Yah, tantangannya gagal 😂 gk dpt bonus dong 😅
Jadi dgn sangat terpaksa tantangan dihentikan di sini dan bonus yang dijadikan reward hangus. Percuma dilanjut soalnya udah ada yg gagal 😂 mungkin kita bsa ketemu tantangan ini lgi di cerita baru nanti 😉
Tapi spam spamnya ttp dilanjut lah 😂 biar aku seneng~
#awasbaper #awastecyduk #awaskenaphp #awaskonfliknyabikinstress #awastebakannyasalah #awasadaabang #awasadasayangsayangan #awasadaANDRE #awasadaTBC 😰
.
.
.
"Kau sangat hebat, aku tidak menyangka kita akan memenangkan kasus ini."
Myungsoo tersenyum kecil ketika menerima tepukan bersahabat di pundaknya, dia juga sebenarnya tidak menyangka jika pembelaan yang dilakukannya membuat hakim agung mempertimbangkan masalah perkara yang dijatuhkan kepada salah satu manajer keuangan perusahaan konstruksi. Beliau dituduh telah melakukan penyelewengan dana produksi sebesar 100 juta won, tapi dia bersikeras bahwa itu bukan perbuatannya sehingga pihak perusahaan membawa masalah ini ke ranah hukum. Dan setelah mempelajari segala berkas yang bersangkutan dengan masalah ini, Myungsoo menemukan celah yang sama sekali tidak diketahui oleh siapapun.
Dalam laporan pembayaran yang dilakukan perusahaan kepada salah satu vendor barang berat yang mereka sewa untuk proyek tahun lalu, terdapat perbedaan antara arsip yang diterimanya dari vendor dan arsip yang dimiliki oleh manajer keuangan. Memang terlihat sangat jelas jika biaya pembelian barang tersebut memiliki selisih yang cukup besar, dan sesuai pengakuan kliennya, yang mengurus masalah pembiayaan ini adalah asistennya sendiri.
Jadi setelah melakukan penyelidikan, Myungsoo berhasil menemukan rekening koran sang asisten dan terdapat transaksi dengan nominal yang sama pada waktu nota pembayaran itu diterbitkan. Dengan bukti kuat seperti ini, akhirnya tuduhan yang dijatuhkan kepada kliennya berhasil dicabut dan sekarang sang asistenlah yang menjadi tersangkanya.
"Ini kasus yang cukup ringan, tapi aku masih tidak menyangka bisa memenangkannya," ujar Myungsoo dengan nada senang yang begitu kentara.
"Kau benar, untuk ukuran pemula sepertimu ini sudah sangat bagus. Aku saja harus melewati tiga sidang dulu agar bisa memenangkan sebuah kasus."
Seo Kangjoon, salah satu teman seperjuangannya semasa kuliah mengenang masa-masa awal ketika dia mulai terjun di dunia ini. Beberapa kali mendapatkan kegagalan sama sekali tidak menyurutkan semangatnya, dan Myungsoo setuju dengan pemikiran tersebut.
"Kau benar," gumamnya pelan, "terima kasih Kangjoon, kau sudah membuatku bisa mewujudkan keinginanku," lanjutnya dengan tatapan penuh rasa syukur pada temannya.
"Astaga kau terlalu melankolis," Kangjoon tertawa, menepuk punggung Myungsoo, "kurasa setelah ini kau sudah bisa mulai merintis karirmu sebagai pengacara, kau sangat berbakat Myungsoo."
Myungsoo tersenyum kemudian mengangguk membenarkan, mungkin ide itu memang adalah jalan terbaik. Sejak dulu dia memang bercita-cita menjadi seorang pengacara, membela para korban yang selalu dijadikan kambing hitam oleh oknum-oknum tertentu. Dia ingin melakukannya, tapi selama ini tidak pernah ada kesempatan. Tapi kali ini, kesempatan itu sudah di depan mata dan dia tidak akan mungkin mau melewatkannya.
"Apa di firmamu tidak mau menerimaku? Aku bisa bekerja sebagai konsultan hukum, tidak perlu langsung menjadi pengacara senior." Myungsoo menawarkan diri, dia sangat berharap firma tempat Kangjoon bekerja bisa menerimanya. Setidaknya dia sudah bisa menunjukkan kemampuannya dalam sidang ini jika beberapa orang masih ragu dengannya.
"Aku bisa menanyakannya pada atasanku, mungkin saja kau memiliki kesempatan untuk berkarir bersama kami," jawab Kangjoon membuat Myungsoo tersenyum lega.
"Terima kasih, kau sudah banyak membantuku."
Kangjoon hanya tertawa mendengar perkataan Myungsoo, seingatnya dulu Myungsoo adalah tipe pria pendiam dan tidak banyak bicara. Jarang mengucapkan terima kasih atas bantuan yang didapatkannya karena pria itu terlalu cuek, tapi waktu telah merubah segalanya. Sekarang dia bisa melihat Myungsoo dalam versi dewasa, yang sudah lebih bijak dan sedikitnya lebih bisa diajak mengobrol dengan santai.
"Kau tidak perlu seperti itu, kita adalah teman lama. Jadi tidak masalah jika aku membantu," kelakar Kangjoon dengan senyum lebar di wajahnya, "oh ya, apa kau akan kembali ke hotel? Atau kau akan langsung pulang ke Jeju?"
"Tentu. Tidak, aku memiliki sedikit urusan di sini." Myungsoo menjawab tanpa berpikir membuat Kangjoon mengangguk mengerti.
"Baiklah, kalau begitu aku akan mengabarkanmu nanti. Berdoa saja semoga aku memberikan kabar baik."
Setelah pembicaraan itu mereka berpisah di depan kantor pengadilan negeri setempat, Myungsoo langsung naik mobil yang disewanya selama tinggal di Seoul.
Ya, saat ini dia sedang berada di ibukota negara, kota yang selama ini digadang-gadangkan sebagai kota metropolitan yang tak pernah tidur. Sebenarnya sudah satu minggu dia berada di sini untuk mengurus masalah persidangan, hari ini sidang kedua yang berakhir dengan kemenangannya, meskipun khawatir meninggalkan ibunya di Jeju, tapi dia terpaksa ke sini karena tuntutan pekerjaan. Lagipula Hyera mendukung, mengatakan ini adalah salah satu awal dari impiannya, jadi ibunya sama sekali tidak melarangnya.
Dan sekarang, setelah semua persidangannya selesai, Myungsoo masih memiliki satu urusan lagi yang perlu dia selesaikan. Sesuatu yang hampir sebulan ini sudah membuatnya sakit kepala.
Menemui Sooji. Itu adalah tujuan keduanya datang ke Seoul.
¤¤¤
Bersyukur karena dia bukanlah seorang yang gagap teknologi, jadi berkat bantuan internet dia berhasil menemukan di mana agensi Sooji. Dia berada di depan sebuah gedung yang terlihat cukup lengang namun, terdapat beberapa penjaga di sekitar pintu masuk.
Myungsoo turun dari mobilnya lalu segera mendekati gedung agensi tersebut, ketika hendak melangkah melewati pintu masuk, salah seorang security menahannya.
"Maaf pak, anda tidak bisa masuk."
Myungsoo mengerutkan keningnya, apakah semua agensi entertaimen di Seoul seketat ini hingga tidak memperbolehkan orang luar untuk masuk ke dalam?
"Kenapa?"
"Anda tidak terdaftar dalam list tamu ataupun pegawai di sini, jadi kami terpaksa melarang anda masuk."
"Aku salah satu rekan artis di sini," Myungsoo memberi pembelaan, "jika kalian tidak percaya coba saja panggil dia. Aku akan menunggunya di sini kalau kalian memaksa," lanjutnya lagi ketika melihat raut curiga security tersebut.
"Maafkan saya tuan, anda tetap tidak boleh masuk."
"Astaga, coba panggilkan Sooji saja. Dia pasti mengenalku, katakan Kim Myungsoo datang menemuinya," oceh Myungsoo tidak sabaran, dia menggeram kesal ketika melihat raut datar pria yang menahannya.
"Ada apa ini?" Mereka berdua langsung menoleh ke arah pintu masuk ketika melihat seorang wanita muncul dari sana, "apa ada masalah?"
"Sera-ssi, tuan ini memaksa untuk masuk. Dia berkata ingin menemui Bae Sooji."
Sera mengangkat alis menatap wajah Myungsoo, mengamati pria itu dan mencari sesuatu yang mungkin saja memberikan petunjuk padanya jika pria itu memiliki niatan buruk pada Sooji. Tapi dia tidak menemukan apapun selain ekspresi ketidaksabaran pria itu.
"Boleh saya tau nama anda?" Tanya Sera dengan suara tegas dan berhati-hati, Myungsoo berdehem merasa kesal, tapi berpikir mungkin ini wajar. Sooji adalah seorang artis jadi tidak sembarang orang bisa menemuinya.
"Kim Myungsoo."
Alis Sera berkerut ketika mendengar nama itu, dia terlihat berpikir sejenak kemudian mengangguk, "kau bisa ikut denganku," ujarnya membuat security yang tadi menahan Myungsoo terkejut.
"Sera-ssi..."
"Tidak masalah, aku akan membawanya untuk bertemu dengan Junhee," sela Sera kemudian berbalik meminta Myungsoo untuk mengikutinya.
Selama perjalanan menuju ke tempat yang sama sekali tidak diketahuinya, Myungsoo hanya diam menatap sekelilingnya. Koridor yang dilewatinya saat ini memajang foto-foto yang diduganya sebagai artis-artis yang bernaung di agensi ini, karena di ujung koridor dia bisa melihat foto Sooji yang cukup besar dan dengan penampilan yang sangat berbeda.
Dia tersenyum kecil melihat ekspresi angkuh wanita itu yang sama sekali tidak berbeda meskipun wajahnya dipenuhi dengan makeup, dan wanita itu tetap terlihat cantik. Ya meskipun dia lebih memilih wajah Sooji yang polos tanpa polesan sih, tapi seperti ini juga tetap menarik perhatiannya.
"Masuklah," suara Sera membuat lamunan Myungsoo akan wajah Sooji buyar, pria itu menatapnya sekilas kemudian memandang pintu sebuah ruangan yang terbuka lebar sebelum melangkah masuk.
Di dalam ruangan, Junhee menatap bingung pada Sera dan satu orang pria asing yang tidak pernah ditemuinya, "Sera, siapa yang kau bawa?"
Wanita itu mempersilahkan Myungsoo untuk duduk di sofa kemudian menatap Junhee dengan serius.
"Dia Kim Myungsoo."
Mata Junhee yang awalnya menyipit langsung membelalak ketika mendengar nama itu, dia langsung menyorot Myungsoo dengan tajam dan mengamatinya dari atas hingga bawah. Myungsoo yang merasa risih diamati seintens itu sengaja batuk kecil sehingga pandangan Junhee teralihkan.
"Maksudmu, dia Myungsoo?"
Sera mengangguk membenarkan, Junhee terlihat tercengang seperti tidak percaya. Myungsoo mengamati keduanya dengan bingung, bertanya-tanya dalam hati mengapa mereka bertindak seperti telah mengenalnya padahal dia sendiri baru bertemu keduanya hari ini. Bahkan dia tidak tau nama keduanya, tapi mereka malah menyebutkan namanya seperti seorang yang sudah dikenal sejak lama.
"Maaf, apa kalian mengenalku?" Myungsoo langsung mengajukan pertanyaan itu karena tidak tahan lagi atas kediaman keduanya, dia menatap Sera dan Junhee bergantian, "aku tidak merasa pernah bertemu dengan kalian."
"Apa kau mengenal Sooji?" Bukannya menjawab, Junhee malah mengajukan pertanyaan lain padanya.
"Bae Sooji? Iya aku mengenalnya."
"Darimana..."
"Aku bertemu dengannya di Jeju, dia masuk ke dalam mobilku dan mengatakan jika barang-barangnya dirampok jadi aku terpaksa menampungnya di rumahku," Myungsoo menjelaskan panjang lebar agar pria itu tidak bertanya kembali, "apa ada masalah?"
Junhee menggelengkan kepalanya, "tidak, tidak...hanya saja," pria itu menggantung kalimatnya ketika sadar dengan tatapan Myungsoo, dia berdehem pelan, "maaf sepertinya kami membuatmu bingung. Aku adalah Junhee, manajer Sooji dan dia Sera, representative kami."
Myungsoo mengangguk paham ketika Junhee mengenalkan dirinya dan Sera, "oh sepertinya aku bertemu orang yang tepat. Apa aku bisa menemui Sooji?" Tanyanya langsung membuat raut wajah Junhee berubah, dia menggaruk pelipisnya, "aku tau mungkin kalian sedikit kurang percaya padaku, tapi jika kalian menyebut namaku, pasti Sooji bisa langsung mengenaliku."
Junhee sebenarnya ingin terbahak, bukan masalah itu yang sedang dipikirkannya. Tapi, kebetulan ini sungguh luar biasa. Kemarin setelah Sooji pingsan, wanita itu tidak sadarkan diri sampai hari ini. Dia bahkan terpaksa memanggil dokter kembali untuk memasangkan selang infus pada wanita itu, agar tubuhnya tetap mendapatkan asupan makanan. Tapi pagi ini infusnya telah dilepas sesuai saran dokter.
Tapi bukan itu masalah pentingnya, yang menjadi perdebatan di batin Junhee saat ini adalah apa yang dilakukan Sooji selama tidak sadarkan diri. Sera juga menjadi salah satu saksinya ketika sepanjang malam Sooji mengigaukan nama pria itu, Kim Myungsoo. Dan ajaibnya pria itu langsung muncul hari ini, suatu kebetulan yang mengejutkan bukan?
"Junhee?" Pria itu mengerjap ketika mendengar suara Sera, dia menangkap raut heran wanita itu kemudian kembali menatap Myungsoo.
"Myungsoo-ssi, aku bukannya tidak percaya. Sooji sudah menceritakan tentangmu padaku beberapa hari lalu, tapi sekarang kondisinya sedang tidak memungkinkan," jelas Junhee dengan hati-hati.
"Tidak memungkinkan? Apa Sooji sedang tidak bisa kutemui karena jadwalnya atau hal lain?" Myungsoo bertanya, memberi jeda sejenak kemudian melanjutkan, "aku bisa menunggu kalau begitu."
"Tidak, bukan seperti itu..."
"Katakan saja Junhee," Sera mendesis di tempatnya, tidak tahan melihat sikap pria itu yang terlalu berhati-hati. Dia hanya memutar bola matanya ketika Junhee melayangkan tatapan tajam dan penuh peringatan kepadanya, "kau tau siapa Myungsoo bagi Sooji," tukasnya tanpa merasa peduli pada peringatan Junhee.
"Apa maksudnya, sejak tadi aku sama sekali tidak mengerti apa yang hendak kalian sampaikan."
Sera menghela nafas menoleh pada Myungsoo, "kuharap kau adalah orang yang bisa kami percaya, ini menyangkut keselamatan Sooji."
Tubuh Myungsoo langsung menegang ketika mendengarkan kalimat tersebut, "apa Sooji sedang dalam masalah?"
"Benar, beberapa hari ini situasinya semakin memburuk," Sera menghela nafas panjang, "aku sebenarnya tidak percaya padamu, hanya karena Sooji pernah menyebut namamu jadi kupikir dia percaya padamu."
Myungsoo bersikap waspada, dia tau kalimat yang dilontarkan Sera mengandung makna tersembunyi. Entah itu berkonotasi baik atau sebaliknya, tapi dia tetap mendengarkan penjelasan Sera. Di ruangan itu hanya terdengar suara Sera yang bergema, dia mendengar dari awal hingga terakhir dan merasakan nafasnya tercekat.
"So-Sooji.."
"Saat ini dia masih belum sadar, sudah dua hari."
Dia mendesah panjang, mengusap wajahnya berusaha untuk menenangkan perasaannya yang tiba-tiba dilanda kecemasan luar biasa. Dia tidak bisa berpikir hal lain selain menemui Sooji dan memastikan keadaan wanita itu saat ini juga, jadi dengan suara serak dia bergumam pada Junhee, "kumohon, aku ingin bertemu dengannya."
Junhee terhenyak di tempatnya, apa yang dilihatnya saat ini sama persis ketika dia melihat Sooji menangis dalam pelukannya beberapa hari lalu, saat wanita itu mengaku merindukan seseorang. Ekspresi yang mereka perlihatkan sama persis, bukan hanya sebuah rasa rindu yang ada di sana, tapi kecemasan, takut dan tersiksa. Membuat Junhee tidak memiliki pilihan lain selain mengangguk.
"Baiklah, kau bisa ikut ke apartemennya."
¤¤¤
Memasuki apartemen tersebut, penciuman Myungsoo langsung diserbu oleh aroma Sooji yang selama sebulan selalu menemaninya. Aromanya sama sekali tidak berubah, dan membayangkan dirinya berada dalam wilayah wanita itu, dia dilanda kerinduan yang mendalam.
Namun, kegiatannya bernostalgia dengan bau Sooji terpaksa terhenti ketika telinganya menangkap teriakan tersebut, sangat dikenalinya karena dia pernah mendengar teriakan itu dulu. Ketika Sooji mengalami mimpi buruk, seperti yang dikatakannya. Merasa Junhee sudah melesat ke dalam salah satu kamar di apartemen itu yang diduganya adalah kamar Sooji, akhirnya ia ikut melangkah ke sana.
Menyaksikan ekspresi panik Junhee ketika mengguncang tubuh Sooji yang menggeliat kesakitan disertai dengan teriakan yang memilukan. Dia mengerutkan kening ketika merasa kesakitan tak kasat mata, Myungsoo tidak menyukai pemandangan ini. Di mana Sooji terlihat sangat tersiksa membuat dirinya seakan ikut merasakan siksaan wanita itu.
"Sooji!"
Myungsoo masih mengamati, berdiri di ambang pintu ketika Sooji terbangun dengan kaget dan raut kebingungan terpancar dari wajahnya. Setelahnya wanita itu langsung memeluk Junhee dan menangis dalam pelukan itu.
Seharusnya, dia tidak perlu merasa kesal karena hal tersebut. Dia tau Junhee adalah manajer Sooji, jadi wajar jika mereka dekat. Tapi kenyataan bahwa Junhee adalah seorang pria dewasa yang tampan membuatnya tidak suka dengan pemandangan itu.
"Sooji?" Myungsoo akhirnya bersuara, membuat tangisan Sooji terhenti dan wanita itu melepaskan pelukan hanya untuk menatapnya.
"Sooji, ada apa?" Jika tadi dia menyerukan nama wanita itu atas dasar kekesalan, tapi sekarang perasaannya berubah. Hatinya seperti dicubit ketika melihat penampilan wanita itu yang sangat kacau, memandangnya dengan mata melebar dan mulut menganga. Wanita itu mengerjap beberapa kali, menutup lalu membuka matanya kemudian membelalak kaget. Myungsoo menyaksikan semua itu dengan gerakan yang sangat lambat.
"Myung..soo?"
Dan dia tidak bisa menahan dirinya untuk tidak tersenyum ketika bibir itu menyebutkan namamya, sedetik kemudian dia sudah merasakan tubuhnya ditabrak oleh tubuh lemah wanita itu. Lehernya dibelit dengan erat oleh kedua tangannya dan dia bisa merasakan hembusan nafas hangat Sooji di sana.
"Myungsoo."
Kedua lengannya langsung mendekap tubuh Sooji, menenggelamkan wajahnya di rambut wanita itu. Menciumnya dengan hikmat, penuh rasa rindu yang hampir membuatnya menggila.
Oh tuhan betapa dia merindukan wanita ini.
"Don't...don't leave me, i beg you. Don't leave me."
Myungsoo menggeleng di atas kepala Sooji, dia memejamkan mata ketika mendengar tangisan wanita itu lalu menurunkan ciuman di pelipisnya.
"Tidak sayang, aku tidak akan pergi."
¤¤¤
Myungsoo mengamati wajah Sooji yang tertidur dalam pelukannya, sejak bertemu dengannya tadi Sooji tidak mau melepaskannya dan dia sama sekali merasa keberatan. Hanya Junhee yang sempat protes, tapi kemudian membiarkan mereka berdua di kamar ini karena permintaan Sooji sendiri.
Dia bergerak mengusap kening wanita itu yang berkerut lalu dengan perlahan menunduk untuk memberikan kecupan di sana, "jangan mimpi buruk lagi, aku sudah di sini," bisiknya dengan suara yang sangat pelan. Dia tersenyum ketika wanita itu menggeliat dan mengeratkan pelukannya.
"Apa yang sebenarnya terjadi?" Gumamnya pelan, dia tau tidak akan ada yang menjawabnya, tapi tetap bertanya, "apa situasinya memang seburuk itu?"
"Hmm..."
Myungsoo langsung menunduk ketika merasakan pergerakan Sooji, dia menatap wanita itu ketika perlahan matanya terbuka, "hei, apa aku membangunkanmu?" Tanyanya dengan lembut, mengusap wajah Sooji. Wanita itu tersenyum lalu menggeleng.
"Kau tidak tidur?"
"Tidak, tidurlah lagi," bisiknya kembali, membuai Sooji dengan belaian lembut di punggungnya. Sooji memejamkan mata lagi, menempelkan pipinya di dada pria itu.
"Myungsoo?"
"Ya?"
"Kau tau masalah peneror itu?"
"Sera yang menceritakannya."
"Aku takut."
"Aku tau, aku akan menjagamu."
"Aku takut."
"Jangan khawatir, ada aku di sini."
"Aku takut."
Myungsoo langsung menunduk, dia melihat Sooji memejamkan matanya dengan rapat kemudian merasakan cengkraman wanita itu di punggungnya. Dia masih terus membelai tubuh Sooji agar tidak kembali tegang.
"Sayang..." Dia berbisik pelan, "jangan takut, aku di sini," lanjutnya lagi disertai dengan kecupan manis di bibir Sooji yang bergetar.
"Aku...aku..." Sooji masih memejamkan matanya, meskipun dia merasakan kehadiran Myungsoo di sini, tapi ketakutannya masih tidak menghilang. Dia tidak berani untuk memikirkan apa yang sejak tadi sudah bercokol dalam pikirannya.
"Kita akan menemukan peneror itu, dan kau akan aman."
Sooji menggelengkan kepalanya, dia mengangkat wajahnya saat membuka mata lalu menatap Myungsoo.
"Tidak...aku tidak mau menemukannya."
"Sooji?" Myungsoo terlihat bingung, ketakutan di wajah wanita itu sangat terlihat dengan jelas.
"Aku tidak ingin..dia, dia pasti tidak akan melepaskanku."
Myungsoo merasa Sooji sudah meracau tidak jelas, jadi dia menarik kepala wanita itu lalu menyandarkan di dadanya, "kau butuh tidur sayang, tidurlah."
"Myungsoo..."
"Sssttt," Myungsoo mengecup kening Sooji lama, "tidur ya."
Dengan begitu, Sooji menuruti keinginan pria itu. Memejamkan matanya dengan doa bahwa mimpi buruk itu tidak akan kembali, karena dia berada dalam pelukan Myungsoo dan itu adalah tempat paling aman untuknya.
¤¤¤
To be continued...
Ayo, yg tebakannya msih salah...ditebak lagi 😃 sesuai ekspektasi, tebakan kalian selalu bikin aku greget 😆😆😆
[24/09/17]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top