12.2 Headache
Junhee memijat pelipisnya frustasi, sudah dua hari ia kembali ke Seoul dan melacak keberadaan Sooji, tapi sampai hari ini mereka tidak menemukan apa-apa. Selain informasi bahwa wanita itu tidak tiba ke Villa di hari pertama. Agensi menjadi sedikit kacau karena berita kehilangan Sooji sudah merebak, sebenarnya ia sedikit tidak setuju ketika banyak yang mengetahui perihal ini, karena takut jika ada satu dua orang yang tanpa sengaja atau bahkan dengan sengaja membicarakan masalah ini di luar sana. Tapi, beberapa orang memang perlu tau, bukan hanya untuk laporan bahwa Sooji sedang tidak diketahui di mana lokasinya, tapi juga untuk antisipasi kalau-kalau sesuatu yang buruk telah terjadi.
Mereka juga sudah bekerja sama dengan beberapa pihak untuk membantu pencarian Sooji, Junhee menolak untuk bertandang ke Jeju untuk turun tangan langsung, selain bukan karena bidangnya, ia juga tidak yakin jika ke sana akan membantu banyak. Meskipun Pulau Jeju tidak terlalu besar, tapi tetap saja mencari seseorang di sebuah pulau cukup menyita waktu, sementara di sini ia masih harus melakukan beberapa hal. Seperti memblokir kartu debit serta kredit milik Sooji, jika perkiraannya benar, mungkin saja wanita itu mengalami perampokan karena mustahil hingga saat ini dia masih belum menggunakan kartunya untuk berbelanja atau membayar makanan.
Kemarin Sera sudah melacak kartu debitnya juga, setelah tidak menemukan apapun dalam rekaman kartu kreditnya, dan ternyata beberapa jam setelah mendarat di bandara, Sooji sempat singgah di beberapa tempat, membayar beberapa hal menggunakan kartu debitnya. Tapi, setelah menelusuri semua tempat yang disinggahi oleh Sooji, mereka tetap tidak menemukan apapun.
"Junhee," kepala pria itu terangkat ketika Sera masuk ke dalam ruangannya, "Sunghoon mengirimiku foto ini," lapor wanita itu sembari memberikan beberapa salinan foto yang di print-out. Junhee memeriksanya, di sana terdapat beberapa foto mobil sedan tua beserta nomor polisinya.
"Nomor polisi mobil ini sama dengan mobil yang digunakan Sooji setelah keluar dari bandara," jelas Sera, kemudian mengangsurkan beberapa lembar lagi yang kini menampilkan wajah pria asing sedang merangkul seorang wanita, seperti hendak memasuki mobil tersebut.
"Dia mengambil gambar ini kemarin siang, sampai hari ini Sunghoon masih membuntuti mereka."
Sunghoon adalah salah satu detektif swasta yang mereka sewa untuk melacak keberadaan Sooji di Pulau Jeju secara langsung, setelah memberitahu nomor polisi mobil yang digunakan Sooji dua hari lalu, pria muda itu ternyata bekerja dengan cekatan karena hanya dalam sehari ia sudah menemukan di mana mobil tersebut.
"Terus buntuti mereka, mungkin saja mereka tau di mana Sooji," jelas Junhee memperhatikan dengan seksama wajah pria di dalam gambar, "jika tidak ada tanda bahwa Sooji di sekitar mereka berarti tebakanku benar, dia mengalami perampokan."
Sera mengangguk setuju, "kita perlu bertemu mereka Junhee, biar bagaimanapun ini adalah salah satu petunjuk. Kita harus menemukan Sooji secepatnya," ucap wanita itu memberi saran.
"Kau benar. Katakan pada Sunghoon, jika memang mereka tidak bersama Sooji, bawa keduanya ke sini. Aku yang akan menginterogasi mereka secara langsung.
"Kau tenang saja, Sunghoon sudah siap menjalani perintah," jawab Sera dengan yakin, "oh, dan presdir mencarimu. Sepertinya berita hilangnya Sooji sudah sampai ke telinganya."
Junhee mengerang kesal, mulut-mulut ember para staff di sini memang tidak bisa di jaga. Ia sangat yakin akan mendapatkan peringatan atas ketidakbecusannya menjaga Sooji.
"Oh, kepalaku benar-benar mau pecah."
Sera hanya tertawa, seperti ada kepuasan tersendiri ketika melihat betapa frustasinya Junhee karena Sooji, sejak dulu ia memang selalu bersekongkol bersama Sooji untuk membuat Junhee kesal, itu terjadi hanya karena pria itu terlalu sering bersikap menyebalkan, jadi mereka hanya mencoba untuk membalas dendam.
Tapi, kali ini, meskipun ia cukup terhibur melihat Junhee, di sisi lain ia juga merasa cemas. Ini adalah kasus pertama kali sepanjang sejarah. Seorang artis menghilang tanpa jejak, berbagai pemikiran negatif sudah ada di benaknya, tapi sekali lagi ia meyakinkan diri kalau tidak akan terjadi apapun pada Sooji.
Sera cukup dekat dengan Sooji, jabatannya sebagai salah satu representative agensi membuatnya bisa berkomunikasi lebih sering dengan para artis dan Sooji termasuk salah sau artis yang paling sering berhubungan dengannya, sejak awal Sooji memang selalu menjadi sorotan media jadi, sudah menjadi tugasnya untuk menjadi penghubung antara media dan Sooji.
"Terima resikonya, Junhee. Sooji memang selalu tau membuatmu sakit kepala."
Sera terkekeh, sementara Junhee hanya mendesah nelangsa.
¤¤¤
Myungsoo memasuki club dan langsung disambut oleh Jo, ia mendengus melihat pria tua itu berdiri di hadapannya.
"Kau ingat kan? Sepuluh hari lagi konferensi akan diadakan, sudah ada beberapa klien yang menghubungiku," ucap Jo tanpa basa-basi, Myungsoo hanya menggumam malas lalu berjalan melewati pria itu.
"Myungsoo, kau ada masalah?"
"Tidak."
"Kulihat beberapa hari ini kau tidak semangat, kau bahkan sudah menolak klien sejak satu minggu yang lalu." Jo mengikuti langkahnya karena ia tidak mau repot-repot berhenti dan berbalik untuk meladeni pembicaraan pria tua itu.
"Bukan urusanmu, aku hanya akan menerima klien saat konferensi. Selebihnya tidak."
"Tapi, kenapa?"
"Aku tidak sedang ingin berdebat, Jo. Jadi tolong tinggalkan aku sendiri," ujar Myungsoo, berhenti di depan pintu ruangannya dan dengan enggan menoleh pada Jo yang mengangkat alis menatapnya.
"Hmm, apa karena wanita itu?"
Alis Myungsoo berkerut tidak senang.
"Heejun mengatakan seorang wanita tiba-tiba histeris saat dia menegurnya, dan katanya wanita itu kenalanmu."
Myungsoo mendengus, memutar bola matanya dan mengingatkan dirinya sendiri untuk memberi pelajaran pada Heejun dan mulut besarnya.
"Itu bukan apa-apa." Ia hanya menjawab seadanya kemudian membuka pintu ruangan namun, Jo menahan lengannya.
"Bukan karena kau sedang jatuh cinta, kan?"
Jo bertanya dengan mata menyipit curiga, tapi Myungsoo menolak untuk memberi kepuasan pada pria itu dengan bereaksi berlebihan. Jadi ia kembali mendengus, menepis tangan Jo dan masuk ke dalam ruangannya tanpa memberi jawaban apapun.
"Jatuh cinta? Itu sangat lucu," Myungsoo mendesis saat menjatuhkan dirinya di atas kursi, membayangkan bahwa dirinya sedang jatuh cinta, ia merasa ingin tertawa. Sejak dulu, cinta dalam hatinya hanyalah milik ibunya, tidak ada wanita lain yang bisa membuatnya jatuh cinta selain ibunya. Jadi dari mana pikiran konyol itu berasal?
Jo pasti sedang mabuk sehingga berpikir bahwa ia sedang jatuh cinta, lagipula dengan siapa?
Bae Sooji.
Oh sial, ya wanita itu.
Tidak, Myungsoo mungkin akan menyangkal bahwa dia bukannya jatuh cinta pada Sooji, itu terlalu konyol jika terjadi. Ia adalah seorang pria dewasa, begitupun dengan Sooji, dia wanita dewasa yang memiliki tubuh wanita dewasa pula. Jadi bagaimana bisa ia mengabaikannya di saat wanita itu berada di bawah atap rumahnya?
Myungsoo tau apa yang dirasakannya, sama seperti ketika ia bersama wanita-wanita lain di atas ranjang. Hanyalah sebuah gairah, meskipun Sooji tidak harus berusaha keras untuk menyulut nafsunya, tapi namanya sama saja. Itu adalah gairah. Dan ia tau jika Sooji juga merasakan hal yang sama. Myungsoo tidak buta untuk melihat dan merasakan reaksi tubuh Sooji atas apa yang dilakukannya.
Berbicara mengenai hal ini, Myungsoo jadi teringat apa yang terjadi malam itu setelah ciuman yang paling menggairahkan tersebut, Sooji pingsan dan ia harus berusah payah membawa gadis itu kembali ke kamarnya. Seumur-umur menjadi pria dewasa, itu adalah pertama kalinya ia ditinggal pingsan oleh wanita yang diciumnya, biasanya para wanita akan membalas dengan melalukan hal yang lebih hingga memuaskannya. Tapi Sooji? Wanita itu benar-benar sinting.
Sayangnya wanita sinting itu yang sudah membuatnya bergairah dan berakhir dengan olahraga tangan di kamar mandi selama beberapa malam terakhir. Sebenarnya ia bisa saja mencari wanita yang mungkin bisa memenuhi kebutuhannya, seperti dulu-dulu. Tapi semenjak memutuskan untuk berhenti bekerja dari sini, ia seperti kehilangan gairah untuk menyentuh wanita. Hanya ketika Sooji datang, gairah itu kembali muncul dan membuatnya hampir gila karena tau bahwa dirinya tidak menginginkan wanita lain, melainkan hanya wanita itu.
Ia menginginkan Sooji, pasrah di bawahnya.
"Sial!" Myungsoo merutuk, ini masih terlalu pagi untuk membuat miliknya terbangun. Ia menarik nafas panjang lalu menghembuskannya secara perlahan, mencoba untuk menurunkan hasratnya karena telah membayangi Sooji.
Cukup berhasil, karena setelahnya ia sudah melempar jauh bayangan Sooji dari dalam pikirannya, dan menggantinya dengan membaca berkas-berkas perkara yang selama hampir sebulan ini menjadi kesibukannya.
¤¤¤
Sooji menggigit bibirnya saat Hyera mengatakan bahwa ia akan keluar, sebenarnya Sooji juga diajak untuk ikut serta, tapi karena beberapa alasan jadi ia menolak.
"Kau yakin tidak ingin ikut?" Hyera sekali lagi meyakinkan namun, Sooji tetap menggeleng.
"Aku hanya tidak ingin membuat kekacauan, mana tau ada yang mengenaliku...bisa-bisa acara bibi berantakan nantinya," ujar Sooji dengan cemas, Hyera malah tertawa. Ia memang sudah tau bahwa Sooji adalah artis seperti yang digadang-gadangkan wanita itu sejak awal, karena seperti yang dikatakan Sooji bahwa wanita itu akan menunjukkannya.
Sudah sejak beberapa hari lalu ia bersama Sooji rutin menonton drama yang ada dirinya di dalam sana, awalnya Hyera terkejut karena beberapa dari drama yang ditunjukkan Sooji merupakan salah satu drama yang cukup laris dan sering jadi perbincangan, sayang ia tidak terlalu memperhatikan jadi wajar jika Hyera kaget saat tau ternyata Sooji yang memerankan tokoh utama di drama tersebut.
Sekarang Hyera akan pergi bersama ibu-bu kompleks untuk arisan, mereka sudah berunding dan memutuskan melakukan pertemuan setiap sebulan sekali untuk menentukan siapa yang mendapatkan arisan, dan mereka sepakat bahwa yang akan jadi tempat berkumpul mereka bukanlah di rumah, melainkan di sebuah restoran atau cafe, atau di tempat manapun yang bisa membjat mereka menghabiskan waktu bersama ala-ala ibu rumah tangga.
Awalnya Hyera cukup minder untuk bersosialisasi dengan para tentangga seperti keinginan Myungsoo, terlebih beberapa dari mereka mengetahui asalnya darimana, tapi saat itu Myungsoo bersikeras dan mengatakan jika ia sengaja membeli rumah di kompleks ini karena tau para penghuninya baik-baik. Jadi dengan memberanikan diri, Hyera menegur salah satu ibu beranak tiga yang tinggal tepat di seberang jalan, saat itu ia disambut dengan baik dan akhirnya di sinilah ia berakhir.
Di depan pagar rumahnya untuk menunggu jemputan Seungeun, salah satu tetangga yang memiliki mobil dan menawarkan diri untuk berangkat bersamanya.
"Apa bibi akan pulang malam?" tanya Sooji lagi setelah beberapa saat.
"Itu tergantung dengan acara para ibu-ibu, Sooji. Jika kau takut tinggal sendiri di rumah, kau bisa ikut. Bibi akan membantumu menyembunyikan wajah dari orang-orang."
Sooji tersenyum mendengar rencana Hyera, tapi ia tetap tidak ingin ikut. Apalagi Hyera pasti akan pergi ke pusat kota. Di sana terlalu banyak orang, dan potensi dirinya dikenali terlalu besar. Tapi sebenarnya ia juga cemas jika Hyera tidak pulang dengan cepat.
Bukan karena takut ditinggal sendirian, atau tidak akan mendapatkan jatah makan malam, tapi karena ia tidak tau cara menghadapi Myungsoo sendirian. Kejadian pagi itu sangat teringat jelas di benaknya, di mana ia terbangun dengan keadaan berada dalam pelukan Myungsoo. Itu membuatnya terkejut setengah mati, tapi tidak sampai berteriak histeris karena tau mungkin saja Hyera akan mendengar, kamarnya hanya dipisahkan oleh satu dinding dengan kamar Hyera.
Ia mencoba mengingat apa yang telah terjadi malam sebelumnya sehingga Myungsoo berakhir di atas ranjangnya, dan ingatan samar tentang ciuman itu menyentaknya.
Myungsoo telah menciumnya tanpa izin, menyadari itu ia langsung menendang pria itu hingga terjatuh dari ranjangnya. Pagi itu ia mengabaikan pekikan kaget Myungsoo karena terbangun dalam keadaan mengenaskan dan memilih berlari keluar kamar, bersembunyi di manapun demi menghindari Myungsoo.
Sejujurnya dibandingkan marah, Sooji lebih merasa malu, karena telah pingsan setelah mendapatkan ciuman dari pria itu. Ia tidak berani menampakan wajahnya kepada Myungsoo, takut jika pria itu menertawakannya dan berpikir bahwa ia adalah wanita yang aneh.
Tapi apa pedulimu kalau dia berpikiran seperti itu?
Sooji menggelengkan kepala. Benar juga. Mengapa harus peduli sama pendapat Myungsoo? Toh, dia juga tidak melakukan kesalahan apapun. Malah pria itu yang salah! Sudah menyerobot seenaknya saja.
"Sooji, bibi berangkat dulu ya."
"Eh?" Sooji menatap Hyera yang ternyata sudah mendekati sebuah mobil, salah satu kaca mobil itu terbuka dan seorang ibu-ibu sepantaran Hyera tersenyum menyapanya.
"Sore Sooji-ssi, kau terlihat cantik hari ini," sapa Seungeun yang memang sudah mengenali dirinya, untung saja wanita itu tidak terlalu heboh saat melihat dan menyadari dirinya adalah seorang artis, "Jasper baru datang dari Seoul, kau mungkin bisa menyapanya." Hanya saja, wanita itu selalu berusaha membuat Sooji mau berkenalan dengan putra sulungnya yang bekerja di Seoul, tapi sayangnya ia sama sekali tidak tertarik.
Jadi sebagai balasan, Sooji hanua tersenyum, melambaikan tangan dan mengucapkan selamat bersenang-senang kepada Hyera, lalu ia menutup pagar dan kembali masuk ke rumah.
"Ah, tanpa bibi Hyera rumah ini jadi sepi," keluhnya, Sooji berjalan melewati dapur untuk tiba di halaman belakang dan menemukan kandang Haci terbuka, seketika ia mendapatkan ide untuk membunuh waktu kosongnya.
"Haci...di mana kau? Ayo main, atau kau mau makan? Haci..."
Sooji tersenyum lebar saat melihat kelinci kecil itu berada di antara pot bunga yang ada di sisi kanan halaman, ia berjalan dengan pelan lalu dengan sekali percobaan berhasil menangkap kelinci tersebut.
"Kutangkap kau! Ayo makan." Sooji berseru riang lalu membawa Haci ke depan kandangnya, ia masuk ke dalam rumah beberapa saat untuk menyiapkan makanan untuk Haci.
¤¤¤
Myungsoo mengernyitkan alisnya saat melangkah memasuki rumah, hari ini dia pulang lebih awal dari hari sebelum-sebelumnya. Tapi, menyadari keadaan rumah yang sangat kosong membuatnya bingung, dan yang mengherankan pintu depan tidak terkunci berarti ibunya dan Sooji ada di rumah, tapi ia tidak menemukan keduanya. Hari sudah menjelang petang saat tiba di rumah jadi keadaan rumahnya hampir gelap karena belum ada penerangan yang dinyalakan sama sekali.
Ketika beranjak ke dapur untuk menyalakan lampu, Myungsoo melihat pintu dapur yang terhubung ke halaman belakang terbuka lebar dan dengar suara dari sana. Pemikirannya mungkin Sooji dan Hyera sedang di belakang dan bermain bersama Haci sehingga lupa masuk ke rumah untuk menyalakan lampu.
Tapi, tepat ketika ia berdiri di ambang pintu, yang dilihatnya benar-benar mengejutkan. Tidak ada ibunya di sana, hanya Sooji yang terduduk di atas rumput dengan punggung menghadapnya, Myungsoo bisa melihat pundak wanita itu bergetar dan suara isakan terdengar di sana.
"Sooji?"
Myungsoo berjalan cepat menghampiri Sooji, belum sempat ia menyentuh pundaknya, wanita itu sudah berbalik dan memeluknya.
"Myungsoo..Myung.." Sooji terisak di dadanya membuatnya kaget, "ma-af, Haci...Haci..." wanita itu berbicara putus-putus dan Myungsoo tidak mengerti, tapi ketika ia melemparkan pandangannya ke tempat di mana Sooji terduduk tadi, ia terkejut melihat kelinci kecil kesayangan ibunya tergeletak di atas rumput.
"Haci?"
"Maaf," Sooji melepaskan diri, mendongak menatap Myungsoo dengan airmata berlinang, "aku..aku hanya memberinya makan, tapi dia..Haci kejang-kejang dan, dan dia..."
Myungsoo menarik nafas lalu kembali memeluk Sooji, wanita itu terlihat sangat shock. Mungkin karena kematian Haci yang tiba-tiba.
"Sshh sudah, ayo kita masuk," Myungsoo mengajak Sooji yang masih terisak untuk masuk ke dalam rumah, beberapa kali wanita itu meracau dan mengatakan semua ini salahnya.
Myungsoo mendudukan Sooji di kursi meja makan, mengambil air dan memberikannya pada Sooji, "minumlah dulu," ucapnya, Sooji meraih gelas dari tangannya lalu meminum sesuai permintaan Myungsoo.
"Myungsoo, itu..itu bukan kesengajaan.."
"Aku tau, ini bukan salahmu," sela Myungsoo dengan suara tenang, "di mana ibu?"
"Bibi...bibi..." mengingat Hyera tangisan Sooji yang tadinya sudah reda jadi merebak kembali, Myungsoo menghela nafas melihatnya.
"Berhentilah menangis. Kau sudah terlalu sering menangis."
"Bibi, pergi arisan dengan ibu-ibu kompleks," Sooji mengusap wajahnya yang basah lalu menjawab pertanyaan Myungsoo tadi, "bibi pasti memarahiku, aku membunuh Haci."
"Astaga!" Myungsoo menggeleng tidak percaya dengan racauan Sooji, "ibuku tidak akan memarahimu Sooji. Jangan khawatir," ucapnya lagi.
"Tapi, tapi..."
"Jangan berpikir macam-macam lagi, kau tunggu di sini saja, aku perlu mengurus bangkai Haci."
Sooji hanya cemberut melihat Myungsoo meninggalkannya di meja makan sendirian, dari tempatnya ia bisa melihat pria itu mendekati bangkai Haci yang tergeletak tak jauh dari kandangnya. Melihat kelinci kecil itu diangkat membuatnya kembali teringat saat-saat mengerikan tadi.
Ia hanya memberikan wortel dan beberapa rumput segar untuk Haci komsumsi, tapi kelinci itu terlihat tidak nafsu makan. Seperti yang dikeluhkan Hyera bahwa sejak beberapa hari lalu Haci tidak nafsu makan, mungkin karena kelinci itu memiliki masalah pencernaan. Tapi tadi, saat Sooji mencoba memasukan rumput ke dalam mulut Haci, sedetik kemudian kelinci itu kejang-kejang. Hal itu membuatnya panik dan tidak bisa melakukan apa-apa selain melihat Haci merenggut nyawanya. Ia hanya bisa terduduk menangisi kepergian Haci, hingga Myungsoo datang.
Sooji sangat merasa bersalah, Haci adalah kelinci kesayangan milik Hyera. Itu adalah salah satu hadiah yang dibelikan Myungsoo untuk menemani kesepian ibunya di rumah. Tapi sekarang ia sudah membuat kelinci itu mati.
"Aku akan menelpon ibu dan memberitahunya," suara Myungsoo membuat bayangan Sooji akan kejadian tadi menguap, ia menatap pria itu dengan cemas, "jangan khawatir, ibu tidak akan marah," ujar pria itu seakan mengerti keresahannya.
"Tapi..."
Myungsoo tidak mau mendengarnya lebih jauh karena pria itu sudah menjauh untuk menghubungi ibunya.
¤¤¤
"Haci..."
Sooji memejamkan mata, menyembunyikan wajahnya di lekukan leher Myungsoo dan terisak di sana, beberapa detik yang lalu Hyera baru saja tiba di rumah dan langsung berlari ke halaman belakang untuk melihat tempat peristirahatan Haci yang dibuat Myungsoo tadi.
"Berhenti menangis Sooji. Kau sangat cengeng," Myungsoo berbisik di atas kepalanya, merangkul pundaknya yang bergetar, tadi Sooji langsung berlari ke sampingnya saat melihat Hyera menangis tersedu-sedu, "ibu hanya akan sedih sebentar, setelahnya dia sudah akan baik-baik saja."
Sooji mengabaikan kalimat penenang yang diucapkan oleh Myungsoo, karena kenyataannya ia masih bisa mendengar tangisan Hyera di sana sembari merapalkan nama Haci. Wanita itu sangat terpukul karena satu-satunya peliharaan yang dia miliki sudah tiada.
"Ck, kalian para wanita memang suka menangis," Myungsoo berdecak, hanya karena seekor kelinci kedua wanita itu menangis tersedu-sedu seolah baru saja kehilangan orang terpentingnya.
Beberapa saat setelahnya, Hyera beranjak dari tempatnya, setelah meratapi kepergian Haci, "ibu sudah selesai...kau juga berhentilah," Myungsoo kembali berbisik, menunduk untuk melihat wajah Sooji yang memerah dan mata bengkaknya. Ia berdecak.
Sooji mengusap wajahnya, mengabaikan pandangan mencela Myungsoo padanya dan memilih menoleh pada Hyera. Wanita itu terlihat sangat murung saat berjalan mendekati mereka, Sooji melepaskan diri dari rangkulan Myungsoo dan menghampiri Hyera.
"Bibi, maafkan aku," Sooji mengatakannya langsung, "aku tidak berniat..."
"Bibi mau istirahat, Sooji." Hyera menyela dengan suara pelan, membuat Sooji terdiam di tempatnya. Ia hanya bisa menyaksikan punggung Hyera yang menghilang di balik pintu dapur, hingga pemandangan itu langsung tertutupi oleh tubuh Myungsoo yang tiba-tiba berdiri di hadapannya.
Ia mendongak menatap pria itu lalu merengek tidak percaya, "bibi marah padaku, aku sudah menduganya. Kau bilang bibi tidak akan marah!"
Myungsoo menaikan satu alisnya, tadi Sooji baru saja menangis sekarang wanita itu sudah merajuk seperti anak kecil yang kehilangan mainannya. Wanita benar-benar rumit.
"Ibu hanya sedikit terkejut, besok dia sudah akan kembali lagi."
"Tapi tetap saja! Bibi tidak pernah menyela ucapanku, dia selalu mau mendengarku sampai selesai. Bibi pasti marah karena aku yang membuat Haci mati." Sooji menyerocos dengan wajah cemberut, sesekali mengusap mata yang ajaibnya masih mengeluarkan setetes airmata.
"Kenapa kau jadi berisik sih?" Myungsoo mendengus, melihat Sooji siap untuk menangis lagi, ia berdecak lalu memeluk wanita secara tiba-tiba membuat Sooji terkesiap dan menarik kembali airmatanya yang hampir terjatuh.
"Myung..."
"Sstt, kau terlalu cerewet. Diamlah, dan nikmati saja pelukanku."
Myungsoo bergumam, kedua tangannya melingkar di punggung Sooji dan menenggelamkan wanita itu ke dalam pelukannya, ia tersenyum tipis saat Sooji berhenti mengoceh.
"Nah, coba sejak tadi seperti ini. Kau kan jadi anak yang manis."
Sooji berakhir cegukan dan wajah memerah yang tidak berhenti sepanjang malam.
¤¤¤
Part ini panjangnya 3000 words lebih 😥 seharusnya tdi berhenti tengah jalan aja..tapi nanggung 😕
Yg udah nunggu sayang-sayangnya, udah mulai nih...tpi jgn berharap lbih 😂 adegannya cuma sampe sebatas sayang-sayangan ya, kalaupun ada cinta-cintaan, itu bakal di sensor sesuai komitmen awal 😝
Bersiap-siap diabetes deh ya 😂 aku bakal balas dendam buat ED yg gk ada main sayang-sayangannya kemarin 😅
[11/09/17]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top