11. Kindness (2)

Sooji terbangun dari tidur dan menyadari bahwa dirinya berada di dalam kamar, ia merasakan saat ini kepalanya sedikit berdenyut dan matanya agak perih dan seketika ingatannya melayang tentang kejadian semalam, di mana ingatan akan masa lalunya menyerang tiba-tiba.

Ini pertama kalinya ia kembali merasakan mimpi buruk itu datang padanya dalam beberapa tahun. Ia sudah pernah melakukan konsultasi pada seorang psikiater dan melakukan terapi agar mimpi buruknya bisa hilang, terbukti setelah hampir enam bulan yang secara rutin melakukan terapi, mimpi buruk yang sering ia alami semakin berkurang dan perlahan-lahan tidak pernah terjadi lagi. Itu sekitar empat tahun yang lalu. Ia sudah berpikir bahwa mimpi buruk itu telah benar-benar hilang, tapi kejadian semalam ternyata bukanlah sebuah hayalan semata.

Sooji yakin jika mimpi buruk itu kembali, dan sudah pasti akan membuatnya kesulitan seperti sebelum-sebelumnya.

Sembari memikirkan solusi untuk masalahnya ini, ia beranjak dari ranjang. Meringis ketika merasakan kakinya agak kebas, mungkin semalam ia terlalu lama menekuk kakinya sehingga efeknya baru terasa pagi ini. Mengabaikan rasa kebas di kakinya, Sooji bergegas menuju dapur dan menemukan Hyera di sana.

Terselip rasa bersalah ketika sadar bahwa sekarang sudah hampir tengah hari dan ia baru bangun, jadi ia menghampiri wanita itu dengan wajah menyesal.

"Pagi, Bibi. Maaf aku telat bangun," sahutnya menyapa, membuat Hyera yang sedang memanggang kue terkejut.

"Oh kau sudah bangun? Bagaimana keadaanmu?" Hyera tersenyum padanya, beralih untuk mengambil segelas air mineral kemudian menyodorkannya untuk Sooji, "minum air putih dulu," ujarnya saat Sooji hanya menatap heran pada gelas di tangannya.

"Terima kasih, Bibi."

"Jadi kau ingin sarapan? Roti lagi?"

Sooji menggelengkan kepalanya, "aku mungkin hanya akan minum jus saja," jawab Sooji membuka pintu kulkas di sampingnya untuk mengambil buah-buahan yang biasa ia sering campur untuk dijadikan jus.

Selama mencampur buah-buah di dalam blender khusus untuk membuat jus, Sooji terpekur. Ia kembali memikirkan kejadian semalam, seharusnya ia tidak bereaksi berlebihan seperti itu hanya karena seorang pria mengajaknya berbicara. Ia seharusnya sudah terbiasa dengan semuanya, pekerjaannya sebagai seorang public figure menuntutnya untuk selalu berinteraksi dengan banyak orang termasuk pria. Ia seharusnya tidak akan terkejut ketika seorang pria menegurnya di club, itu adalah hal yang wajar bukan? Lagipula semalam bukan pertama kalinya Sooji masuk ke club, jadi mengapa ia harus bertindak seperti orang yang kehilangan kewarasannya?

Dan berita yang lebih buruknya lagi, ia seperti itu di hadapan Kim Myungsoo.

"Oh, bibi," Sooji tersadar dari lamunannya, menatap Hyera yang kini juga sedang menatapnya, sekilas ia merasa kaget, tapi kemudian mengabaikannya, "Myungsoo sudah pergi?"

Hyera tersenyum kecil kemudian menggelengkan kepalanya, "hari ini dia tidak kerja."

"Oh?" Jawaban itu membuat Sooji terkejut, "bukannya dia bekerja setiap hari?" tanyanya dengan bingung.

"Bibi yang melarangnya, semalam sangat kacau Sooji," Hyera bergumam pelan, wajahnya menunjukkan rasa penyesalan karena telah mengungkit masalah semalam.

Kedua mata Sooji melebar, bukan karena topik yang dibicarakan oleh Hyera. Melainkan kenyataan bahwa Hyera juga mengetahui apa yang terjadi padanya semalam.

"Bibi tau?"

Hyera mengambil tangan Sooji dan menggenggamnya erat, "semalam Myungsoo membawamu pulang dalam keadaan tidak sadarkan diri," Sooji terkesiap mendengar ucapan Hyera.

Ia tidak sadar? Kapan?

"Myungsoo menceritakan apa yang terjadi padamu di club," Hyera melanjutkan dengan nada prihatin, "bibi sangat mengkhawatirkanmu Sooji. Kau terlihat sangat panik semalam."

"Panik?" Sooji bergumam tidak mengerti, selain merasakan kekagetan karena Hyera mengetahui kondisinya, ia juga cukup bingung dengan apa yang dikatakan oleh wanita itu. Katanya semalam ia pulang dalam keadaan tidak sadar, jadi mengapa Hyera berkata seolah semalam dirinya melakukan sesuatu yang membuatnya bisa menjadi lebih cemas dari saat ia pingsan?

"Iya, setelah Myungsoo membawamu ke kamar, dua jam setelahnya kau terbangun dan kembali histeris. Myungsoo bahkan harus tinggal di kamarmu untuk membuatmu bisa tenang."

Satu kenyataan lagi yang membuatnya terkejut. Kapan ia melakukan semua itu? Semalam ingatannya berhenti tepat di saat ia menyadari bahwa Myungsoo memeluknya, menawarkan perlindungan serta kehangatan untuk tubuhnya. Selebihnya, tidak ada apapun sampai ia terbangun pagi ini.

"Kau baru bisa tenang dan benar-benar tidur saat subuh, baru saat itu Myungsoo meninggalkan kamarmu. Semalaman dia benar-benar menjagamu." Hyera melanjutkan ceritanya, memang benar Myungsoo yang menjaga Sooji semalam karena ketika ia menawarkan diri, putranya itu malah marah dan menyuruhnya untum istirahat saja, tidak ingin Hyera jatuh sakit karena harus begadang menunggui Sooji. Menurut Myungsoo, cukup Sooji yang perlu dijaga, tidak dengan ibunya juga. Itu benar-benar suatu bencana jika kedua wanita yang tinggal di rumahnya membutuhkan penjagaan. Myungsoo tidak mungkin bisa membagi dirinya menjadi dua bagian, bukan?

Hati Sooji bergetar mengetahuinya. Myungsoo benar, pria itu memang menjaganya seperti apa yang telah diakuinya semalam. Memikirkan tubuhnya berada dalam dekapan Myungsoo semalam penuh, membuat darahnya berdesir. Ia seperti merasakan suatu kehangatan langsung menghantam seluruh tubuhnya, bayangan mengenai perhatian Myungsoo padanya membuat perutnya seperti tergelitik oleh sesuatu, sesuatu yang menyenangkan dan menenangkan tentu saja.

Tapi, memikirkan bahwa semalam ia telah bertindak di luar batas, membuatnya kembali merasa bersalah, "bibi, maafkan aku. Aku pasti sangat merepotkan," gumamnya kemudian dengan wajah murung.

"Oh tidak Sooji, jangan berkata seperti itu. Sudah sewajarnya kami membantumu jika kau mengalami kesulitan," Hyera menggeleng menyangkal permintaan maaf Sooji padanya, "lagipula jika Myungsoo ataupun bibi yang berada dalam posisimu semalam, kau juga pasti akan membantu, bukan?"

"Tentu saja! Kalian adalah penolongku, aku tidak mungkin mengabaikan kalian begitu saja, bibi," Sooji berseru menyuarakan protesnya, "aku mungkin sedikit bersikap buruk beberapa hari ini, tapi aku bukan wanita yang tidak tau terima kasih. Selama di sini, aku sudah banyak menyulitkan kalian. Aku tidak mungkin melupakan kebaikanmu dan Myungsoo, Bibi."

"Bibi tau, kau anak yang baik Sooji." Keduanya saling melempar senyum setelah mendengar pengakuan Hyera namun, wajah Sooji tiba-tiba berubah pias ketika wanita di hadapannya kembali melontarkan pertanyaan.

"Jadi apa yang sebenarnya telah terjadi? Mengapa kau menjadi histeris?"

Hyera mengamati perubahan wajah Sooji, wanita muda itu menggigit bibirnya yang pucat tanpa mengeluarkan sepatah katapun, sehingga membuatnya mengerti.

"Bibi mengerti, kau tidak ingin membicarakannya. Aku tidak akan memaksa Sooji, jadi tidak perlu cemas," ucap Hyera kemudian.

"Terima kasih, bibi."

"Tapi satu saranku, terkadang, kita perlu membagikan beberapa masalah yang kita miliki kepada orang lain untuk sekedar meringankan beban yang kita hadapi," Hyera bergumam bijak, ia tersenyum menatap Sooji yang memasang wajah sedihnya, "tidak apa-apa. Bibi mengerti," lanjutnya lagi dengan penuh pengertian.

"Itu hanya mimpi buruk...ya, hanya mimpi buruk," Sooji memaksakan senyum kecil terulas di wajahnya, tanpa malu memeluk Hyera yang bisa langsung memberikan kenyamanan dalam pelukannya, "Itu hanya mimpi, Bibi," ulangnya dengan suara serak.

Hyera mengangguk, membalas belitan Sooji di tubuhnya sembari mengusap rambut panjang wanita.

"Tidak apa-apa, mimpi buruk akan segera berlalu."

¤¤¤

"Myungsoo."

"Hmm."

"Ayo bangun."

"Hmm sebentar lagi, Bu."

Myungsoo menggeliat, menggulung dirinya dalam selimut karena ia masih merasa sangat mengantuk. Bayangkan saja, ia baru bisa tidur dengan lelap ketika matahari akan terbit kurang dari dua jam lagi, jadi jangan salahkan dirinya ketika ia malas untuk bangun pagi ini.

Tapi ibunya sepertinya tidak menyerah untuk membangunkannya.

"Ayo bangun, Myungsoo. Ini sudah siang."

Myungsoo mendesah, sejak dulu a selalu menyukai ibunya dalam kondisi apapun. Namun, selalu ada pengecualian dalam segala hal bukan? Seperti halnya rasa cintanya pada sang ibu. Ia memang menyukai apapun yang dikerjakan oleh ibunya, tapi kegiatan membangunkan di pagi hari setelah tidak bisa tidur malam sebelumnya adalah satu-satunya hal yang paling tidak ia senangi.

Sejak dulu ibunya selalu memiliki jadwal untuk membangunkannya, dengan suara keras lantang, sehingga tidak memberikan kesempatan untuknya bisa menikmati tidur lebih lama. Seperti hari ini...

"Myungsoo, ayo bangun..."

Tapi tunggu dulu...

Kegiatan membangunkannya di pagi hari sudah berhenti semenjak usianya menginjak angka 20, ibunya berhenti melakukannya di tahun yang sama ketika ia mulai bekerja. Katanya, wanita tercintanya itu memahami dan menghargai pekerjaannya, lagipula Myungsoo telah dewasa jadi ibunya pasti akan berpikir dua kali untuk masuk ke dalam kamarnya tanpa izin. Meskipun saat ini kamarnya tanpa sekat maupun pintu, tapi tetap saja ibunya selalu meminta izin dulu sebelum masuk ke sini karena memikirkannya sebagai seorang pria dewasa, bukan anak kecil lagi. Tapi hari ini? Ibunya jelas tidak akan berada dalam kamarnya ketika ia masih terlelap untuk bisa memberikan izin.

Lagipula ibunya selalu membangunkannya dengan suara keras, bukannya dengan sebuah bisikan yang menggelitik telinganya.

"Myung-soo.."

Bisikan itu kembali terdengar di telinganya, dan saat ini ia yakin jika itu memang bukan suara ibunya. Tapi siapa?

Seketika matanya yang tadi terpejam langsung terbuka saat otaknya memikirkan berbagai macam kemungkinan buruk. Tepat ketika pandangannya mulai normal setelah berkabut karena cahaya yang tiba-tiba masuk ke dalam retinanya, Myungsoo langsung menangkap seraut wajah cantik yang berada sangat dekat dengan wajahnya.

"Ah, akhirnya kau bangun juga."

"Sooji?!" Myungsoo melotot, histeris dan meloncat dari kasurnya seketika, "aduh!" Ia mengaduh saat selimut yang melilit tubuhnya membuatnya terjatuh dari ranjang dengan gaya yang sangat tidak keren, dari atas kasur Sooji menatapnya dengan kedua alis terangkat lalu sedetik kemudian tawa wanita itu pecah.

"Aku tau aku memang cantik, tapi tidak perlu bertindak berlebihan seperti itu Myungsoo," gurau Sooji.

Myungsoo mendengus, mengumpulkan selimutnya lalu beranjak dari lantai, berdiri di samping ranjang dengan tangan bersedekap menatap Sooji marah, "kau tidak sopan!"

"Aku hanya ingin membangunkanmu, lihat sudah jam makan siang," Sooji berucap membela diri setelah meredakan tawanya, Myungsoo ikut melirik jam yang ditunjuk oleh wanita itu lalu mengerang pelan.

Selama duapuluh tahun terakhir, ia tidak pernah tidur sampai selama ini. Hanya hari ini, dan itu semua karena...

Kepala Myungsoo lalu menoleh pada Sooji, ia sangat ingat waktu di mana wanita itu meraung-raung histeris seolah-olah seseorang mencoba untuk melukainya, selama berjam-jam. Tapi, melihat penampilan Sooji pagi ini, ia jadi khawatir. Apakah semalam hanya sebuah mimpi atau hayalannya semata?

"A-apa?" Sooji yang merasa jengah karena diperhatikan secara intens oleh Myungsoo akhirnya bersuara, ia bergerak gelisah di atas ranjang. Dengan gerakan pelan menuruni tempat tidur Myungsoo dan berdiri di sebrang ranjang di mana pria itu berdiri.

"Bagaimana keadaanmu?" tanya Myungsoo langsung, matanya menyorot tajam seolah sedang mencari sebuah jawaban atas pertanyaan yang tak terucapkan, ia masih mengamati Sooji saat wanita itu bergerak tidak nyaman di tempatnya.

"Hmm, a-aku baik," jawab Sooji pelan.

Myungsoo tidak percaya, terbukti dengan pandangan curiga pria itu, "kau yakin?" sahutnya dengan nada sedikit meragukan, "seingatku semalam kau benar-benar tidak baik, Sooji." Myungsoo sengaja menekankan kalimatnya di kata tidak baik, karena memang itu yang dimaksudkannya.

Bagaimana bisa hanya dalam waktu beberapa jam seseorang yang terlihat benar-benar kacau bisa berubah menjadi tenang dan baik-baik saja? Itu mustahil.

Orang bersedih saja, butuh waktu beberapa hari untuk memulihkan perasaan sedihnya. Jadi kenapa Sooji bisa berubah begitu cepat?

"A-aku yakin," Sooji bergumam gugup, ia tidak tau harus menjawab apa. Karena memang apa yang dirasakannya saat ini adalah baik-baik saja, seperti apa yang terjadi semalam tidak benar-benar berpengaruh, ia sudah terbiasa mengalaminya dulu.

"Aku hanya mimpi buruk, sudah sering terjadi," ucapnya dengan cepat ketika melihat wajah tidak percaya Myungsoo, "sudah tidak usah dipikirkan. Itu bukan masalah besar," ia mengibaskan tangan, mencoba untuk menciptakan sebuah tawa nyaring, tapi yang terdengar hanya sebuah cicitan yang bernada sumbang.

Myungsoo menyipitkan matanya, "Bae Sooji?"

"Ah sudahlah, ayo turun makan...aku sudah menyiapkan makan siang untuk kita," Sooji berseru, sengaja mengganti topik pembicaraan lalu melintasi ranjang untuk bisa meraih lengan Myungsoo dan menariknya.

"Kau memasak?"

Sooji tersenyum puas, bukan karena masakan yang dikira adalah buatannya, melainkan karena Myungsoo yang tidak perlu repot-repot mempertahankan topik mereka tadi.

"Tidak, bibi yang memasak tadi. Aku hanya memanaskan dan menyiapkannya," jawab Sooji bangga, meskipun tidak memasak, tapi tau cara memanaskan masakan saja sudah merupakan suatu kebanggaan untuknya. Meskipun ia harus mengulang terus setelah berkali-kali membuat masakan hangus, kehabisan kuah, atau terlalu lembek.

"Eh tapi kau perlu cuci muka dan sikat gigi dulu, habis itu makan," ujar Sooji, menarik tubuh Myungsoo ke dalam kamar mandi pria itu. Dan seketika matanya berbinar saat melihat sebuah bathup di sana.

"Kau memiliki bathup!" Pekik Sooji tidak terima, selama ini, ia hanya mandi di kamar mandi luar yang berada dekat ruang makan, hanya berisi toilet, wastafel dan bilik shower, sama dengan kamar mandi yang ada di kamar Hyera.

"Aku suka berendam." Jawaban Myungsoo sama sekali tidak memuaskan, karena bukannya menerima, Sooji malah melototi pria itu karena menyembunyikan kenyataan ini darinya.

"Kau tidak bilang ada bathup di kamar mandimu! Aku juga suka berendam." Serunya tanpa pikir panjang, sedetik setelahnya barulah ia menyesal karena berbicara tanpa menyaringnya terlebih dahulu.

"Oh," Myungsoo bergumam, tersenyum lebar lalu melangkah mendekati Sooji yang berdiri dekat bathup, "apakah itu sebuah ajakan untuk berendam bersama?"

"Eh?"

Myungsoo memang bertanya dengan wajah datar dan suara sinis, tapi entah mengapa Sooji malah merasa dirinya sedang dirayu.

Astaga! Mana ada pria yang merayu wanita dengan muka sedatar dan sekeras kayu!

Meskipun begitu, wajahnya malah merona tanpa tahu malu dan Myungsoo menyadarinya. Pria itu berdecak kemudian menyeringai.

"Keluar dari sini, sebelum kau bertindak ceroboh dengan menyerangku." Sooji mengerjapkan matanya, melihat seringai jail Myungsoo membuatnya berang dan langsung mendaratkan pukulan di perut pria itu.

"Dasar pak tua jelek!"

Dengan begitu, Sooji berlari keluar tanpa bisa menahan rasa malunya, sekaligus getaran hebat yang mengguncang dada karena Myungsoo. Sayup-sayup ia mendengar tawa pria itu dari dalam kamar mandi dan tanpa sadar mendengus.

"Mengapa aku harus terpikat pada pria kejam itu sih!"

¤¤¤

Sooji masih mendiamkan Myungsoo karena pria itu berhasil membuatnya malu tadi, bahkan sepanjang makan siang ia tidak menanggapi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pria itu kepadanya. Sekarang, tanpa rasa bersalah Myungsoo malah memintanya untuk duduk di ruang keluarga tanpa mengatakan apa yang pria itu inginkan darinya.

Sementara Myungsoo bukannya tidak sadar bahwa Sooji sedang merajuk, ia sangat sadar. Hanya saja Myungsoo masih belum percaya bahwa wanita itu memiliki sisi feminin seperti ini. Tebakannya adalah Sooji wanita tangguh, keras kepala, berpendirian tegas, dan tidak gampang dimanipulasi, tapi setelah kejadian semalam yang benar-benar telah diyakininya bukanlah sebuah mimpi, ia bisa melihat sisi lain dari Sooji yang selama ini tidak pernah ditunjukan wanita itu pada siapapun, bahkan dalam dunia entertain, Sooji terkenal keras dan tidak gampang di bujuk.

Oh ya, bicara mengenai hal itu. Myungsoo bukan pria bodoh, ia jelas tau Sooji adalah seorang aktris seperti apa yang diakui wanita itu kepadanya. Setidaknya hal itu mulai diyakininya sehari setelah membawa Sooji pulang bersamanya, karena ia sendiri yang telah mencari tau dengan mengetik nama Bae Sooji di kolom pencarian internet ponselnya.

Kembali ke masalah utama, memang dalam beberapa hari kemarin, Sooji sudah menunjukan macam-macam kepribadiannya yang bisa berbeda-beda dalam satu waktu, tapi apa yang ditunjukan wanita itu semalam merupakan sebuah kejutan.

Kerapuhan, kesedihan, dan ketakutan. Myungsoo sama sekali tidak pernah berpikir bahwa tiga hal itu akan dimiliki oleh wanita sinting seperti Sooji, hingga tadi malam semua pemikirannya berubah.

Sooji pada dasarnya memang seorang wanita. Sekeras apapun dia berusaha membentengi dirinya, akan ada saatnya di mana semua hal yang berusaha ia sembunyikan dibalik benteng tersebut mencuat, dan semalam adalah buktinya.

Sooji tidak sekuat kelihatannya, ia baru sadar bahwa topeng angkuh dan arogan yang digunakan wanita itu semata-mata hanya untuk menutupi kerapuhannya, melupakan kesedihannya dan menyembunyikan ketakutannya. Tapi, sekarang semuanya tidak berlaku lagi.

Myungsoo sudah melihat semuanya, apa yang dimiliki wanita itu telah ia ketahui, jadi jangan salahkan siapapun jika ia mencoba untuk mengetahui semuanya.

"Jadi, kalau kau memintaku duduk di sini hanya untuk mendiamkanku, lebih baik aku ke kamar dan tidur saja."

Myungsoo berdecih mendengar suara ketus Sooji, ia melirik wanita itu, "memangnya kau tidak bosan tidur?"

"Tidak." Jawab Sooji lantang.

"Hmm, jadi mengapa itu bisa terjadi?"

Sooji sedikit limbung dengan pertanyaan yang tidak selaras dengan apa yang mereka bicarakan barusan, sehingga ketika menyadari adanya perubahan topik, akhirnya ia melotot.

"Apa?" Memilih jalan aman dengan bertanya balik, Sooji bersikap pura-pura tidak tau.

"Nice try, Sooji," gumam Myungsoo meledek, "aku bukan anak kecil yang bisa kau tipu."

"Aku benar-benar tidak mengerti." Sooji menjawab dengan memasang wajah polos, sebuah akting dan Myungsoo terlalu pintar untuk menyadarinya.

"Sekali lagi kau berpura-pura, aku tidak akan segan untuk mereka ulang apa yang terjadi semalam," Myungsoo menegur dengan suara penuh ancaman, "dan kupastikan, kau tidak akan menyukai caramu mengingatkanmu..."

Sooji menelan ludah, mendengar adalah sebuah ancaman yang terdengar mengerikan. Tapi, sialannya itu malah terasa seperti sebuah janji tersirat di telinganya.

Ugh yeah, Bae Sooji dan pikiran kotornya.

Sooji menggelengkan kepala, menyangkal seruan batinnya mengenai pikiran kotor yang ia sematkan pada kalimat ancaman Myungsoo, kemudian menatap pria itu dan memutuskan bahwa itu adalah tindakan yang salah.

Karena saat ini Myungsoo sudah menatapnya dengan begitu tajam, seolah siap untuk mengulitinya saat satu saja kata yang salah terucap dari bibirnya. Tapi sekali lagi, sialannya ia malah merasa terbakar karena tatapan itu.

Bae Sooji dan pikiran kotornya.

"Jangan.."

Sooji mengerjap, menatap Myungsoo bingung, "a--apa?"

"Jangan berani-berani memikirkannya." Myungsoo mendesis, mengernyitkan keningnya kemudian membuang pandangannya ke mana saja selain wajah Sooji.

Pergantian topik lainnya.

"Me-mikirkannya?" Sooji membeo dengan tolol, sama sekali tidak mengerti maksud Myungsoo. Tapi ketika ia menyadari pria itu sedang mengepalkan kedua tangannya, seketika pemahaman memerangkapnya.

"Oh?" Ia hanya bisa terkesiap, tanpa mengatakan apa-apa.

Sementara Myungsoo sudah melarikan diri, meninggalkan Sooji dengan segala spekulasinya tanpa sedikitpun menoleh pada wanita itu.

Myungsoo memikirkan hal yang sama dengan apa yang ada di kepalanku.

¤¤¤

Yang nungguin siapa hayo?

Maaf ya. Kemarin pas nawarin update tiap hari, aku sama skali gk nyangka kalo bakal dpt kerja (aku udah resign dri kerjaanku dlu, smpat nganggur bbrapa bulan kemarin). Aku gk bisa baca masa depan, krena pas ngaku mau update tiap hari disitu aku msih jdi pengangguran, gk ada kerjaan berarti, jdi bisa ditanggulangi. Tapi, bbrapa hri lalu aku malah dpt kerja 😅 dan skrg udah mulai kerja lagi, jdi udah gk punya wktu luang sebanyak kmrin.

Jadi update tiap hari gk bisa aku janjikan lagi. Sama kyak di note part 9, yg buat kalian panik. Aku gk prnah blg mau hiatus, aku cuma blg kalau aku akan mulai sibuk mulai hari itu, jdi kalau updatenya bolong smoga kalian bsa mengerti. Aku jg udah blg, update tiap hari ttp diusahakan, kalau aku mampu aku akan update, kalo gk ya udah gk bsa di paksa.

Kalo gk bisa tiap hari, bakal diusahakan dua hari sekali deh. Udah, cuma itu yg bisa aku tawarkan, kalo kalian mau nuntut lebih..kirimin duit ke rekeningku dulu, ato kasih aku 100k voment baru ku jalani tuntutanmu. 😏 *aku mintanya gk tanggung" loh*

Maaf kalau kalian kecewa, kta hanya bisa berencana...Tuhan yg menentukan, aku dpt kerja alhamdulillah, kalo bisa ngetik lancar lbih alhamdulillah lagi.

[08/9/17]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top