10. Nightmare
Myungsoo menggeram kesal, ia membanting pintu mobilnya lalu menuju ke sisi mobil yang lain. Ia membuka pintu penumpang dan menundukan tubuhnya, "keluarlah dari mobilku, Sooji."
Sooji yang sudah duduk dengan nyaman, ditambah seatbelt yang telah terpasang hanya mengedikan bahunya, "aku ikut bersamamu."
"Tidak lagi. Sekarang keluar."
"Oh ayolah Myungsoo...aku bosan tinggal di rumah," Sooji mengerang, masih tidak menatap pria di sampingnya, "lagipula aku tidak akan mengganggu. Kau bisa bekerja dan aku akan menikmati waktuku."
"Itu tidak akan terjadi, nona." Myungsoo mendengus, lalu dengan gerakan cepat ia mencondongkan tubuh ke dalam mobil, mengulurkan tangannya melintasi tubuh Sooji dan membuka kaitan seatbelt wanita itu dengan cepat.
"Sekarang keluar." Tanpa perasaan Myungsoo menarik tangan Sooji, hingga tubuh wanita itu terpaksa tertarik keluar.
"Aku hanya ingin menumpang Myungsoo."
"Tidak." Tolak pria itu tanpa pikir panjang, ia menutup pintu mobilnya lalu bergerak cepat untuk masuk ke balik kemudi, sementara Sooji sudah menghentakkan kakinya kesal.
"Dasar tidak punya perasaan!" Teriak Sooji marah ke arah mobil Myungsoo yang sudah menjauh, ia menekuk wajahnya, "ih akukan tidak akan mengganggu," gerutunya kemudian.
Dengan perasaan dongkol, akhirnya Sooji kembali ke dalam rumah sembari memikirkan cara agar ia bisa menyusul Myungsoo ke club. Pria itu terlalu menutup mulutnya dengan rapat, pekerjaan yang awalnya tidak terlalu ingin diketahuinya, sekarang malah menjadi sebuah hal yang menjadi tujuan yang harus ia ketahui. Karena sikap Myungsoo yang seolah-olah menutupi, ia menjadi semakin penasaran. Terlebih Hyera yang sama sekali tidak membantu, padahal ia yakin jika wanita itu tau pekerjaan anaknya.
Lalu mengapa kau harus tau Sooji, ini bukan urusanmu.
Tentu saja aku harus tau! Aku adalah tamu Myungsoo, jadi aku harus tau apa yang dikerjakan oleh orang yang telah menampungku. Bisa saja Myungsoo memiliki pekerjaan yang tidak baik, dan suatu hari nanti akan memanfaatkanku? Atau bahkan menculikku dan memeras agensi untuk menebus. Itu bisa terjadi kan?
Sooji tertawa, mendengarkan batinnya menjawab sendiri pertanyaan yang keluar dari kepalanya. Ia tidak yakin jika pemikiran sedramatis itu akan terjadi, tapi nothing impissible di dunia ini. Jadi setidak mungkin apapun, sesuatu itu pasti memiliki peluang untuk terjadi.
"Ah apa yang sedang kau pikirkan Sooji? Ckckck terlalu rumit, terlalu rumit," Sooji mendengus pelan, pemikirannya semakin runyam dan melantur ke mana-mana, semenjak kejadian malam di mana Myungsoo mempermainkannya, oh ya? dan siapa yang berharap malam itu?
Baiklah, Sooji akan mengaku jika malam itu perbuatan Myungsoo membuatnya sedikit berharap. Tapi, sialannya, pria itu tau cara untuk mempermalukannya. Mengantuk? Lalu untuk apa menutup mata? Astaga! Benar-benar pria kurang ajar.
"Aku harus cari cara," Sooji mencari-cari keberadaan Hyera di dalam rumah, tapi tidak menemukannya.
"Bibi, kau di mana?" Ia berjalan ke dapur, dan keadaan ruangan itu sama kosongnya dengan ruang keluarga. Kemudian ia bergegas mengetuk pintu kamar Hyeran namun, masih tidak mendapatkan jawaban. Jadi ia beralih menuju ke halaman belakang, di sana ia berhasil mememukan Hyera sedang membawa beberapa baskom.
"Bibi, aku mencarimu sejak tadi," serunya menghampiri Hyera yang berada tak jauh dari teras, wanita itu duduk di antara baskom-baskom yang salah satunya berisi lobak dan sawi putih yang telah direndam oleh air garam.
"Oh Sooji, bibi sedang membuat Kimchi. Eh, tapi bukankah kau ingin ikut dengan Myungsoo?" Hyera mengangkat alisnya heran melihat wajah cemberut Sooji.
"Myungsoo mengusirku dari mobilnya, Bibi," adunya dengan bibir mengerucut sebal, "anak Bibi sungguh kejam."
Hyera tertawa mendengar pengaduan Sooji kepadanya, "ya sudah biarkan saja anak itu, mending kau bantu membuat Kimchi."
Mata Sooji melebar, sesaat kemudian ia menatap bahan-bahan yang telah disiapkan oleh Hyera untuk proses pembuatan Kimchi, "jangan khawatir, kukumu tidak akan rusak. Kau bisa memakai sarung tangan." Hyera menyahuti seakan mengerti kerisauan Sooji, sembari menyodorkan sepasang sarung tangan elastis berwarna merah muda.
Sooji menerimanya dengan enggan, seumur-umur ia tidak pernah membayangkan akan membuat Kimchi, karena ia pikir jenis makanan pelengkap itu sudah tersedia di swalayan. Hanya perlu membeli dan bisa langsung menyantapnya. Tapi sekarang, membuat? Astaga! Dalam imajinasi terliarnyapun, Sooji tidak pernah memikirkannya.
"Bibi, aku..."
"Ayolah Sooji, ini tidak akan sulit. Bibi akan mengajarimu," Hyera kembali membujuk, ketika melihat raut wajah Sooji yang masih tidak tergerak, ia kemudian berucap, "bibi akan membayarmu, bagaimana? Sebagai upah karena sudah membantu."
Mendengar akan dibayar, mata Sooji langsung berbinar tertarik.
Tunggu dulu, jika membantu Hyera membuat Kimchi, ia akan mendapatkan upah yang berupa uang, itu berarti ia bisa menyusul Myungsoo dengan menggunakan uang tersebut. Oh ini sangat brilian.
"Baik, Bi. Aku akan melakukannya."
Hyera sempat terkejut, tapi ia menerima dengan senang hati keputusan Sooji. Sepertinya wanita itu berubah pikiran karena ia mau memberikannya uang.
"Baiklah, duduk di sini, kau bisa mulai dengan memisahkan sayur-sayur ini dari air garam."
Hyera memberikan instruksi dan Sooji menjalankannya dengan baik. Hingga beberapa jam ke depan, mereka berdua telah larut dalam kegiatan membuat Kimchi dan Sooji berubah pikiran, ternyata membuat panganan tersebut tidaklah serumit bayangannya.
¤¤¤
"Myungsoo, hari ini kau ada klien?" Salah seorang bartender di club, masuk ke ruangan Myungsoo dan bertanya langsung tanpa basa basi.
"Tidak, kenapa?"
"Kami kekurangan orang. Jika kau tidak memiliki kesibukan lain, kau mungkin bisa membantu di meja bar."
Myungsoo mengerutkan kening seraya berpikir, lalu ia mengangguk, "aku akan ke sana saat club buka," ucapnya menyetujui, memang terkadang ia sering membantu di club ketika mereka kekurangan orang. Seumur hidup tinggal di lingkungan seperti ini membuat Myungsoo menjadi sangat familiar dengan pekerjaan di club. Contohnya, meracik minuman, di antara semua kegiatan yang ada di club ini, ia memang lebih tertarik dengan kegiatan tersebut. Menurutnya, meracik minuman memiliki kesenangan tersendiri. Ia selalu merasa senang ketika melihat pelanggan mendesah puas karena minumannya. Jadi, membantu di meja bar bukanlah hal yang menyulitkan.
"Oh terima kasih, kau memang selalu membantu."
Setelah pria yang berstatus sebagai bar captain di club ini pergi, Myungsoo melanjutkan pekerjannya. Membaca sebuah kasus yang diam-diam diterimanya. Ya, semenjak memutuskan untuk berhenti kerja bersama Jo, Myungsoo sudah memulai mencari link untuk mendapatkan pekerjaan baru sesuai dengan bidangnya. Nasib mujur berpihak padanya ketika ia bertemu salah satu temannya saat kuliah dulu, mereka berbicara mengenai beberapa hal dan sampai ke topik di mana Myungsoo ingin mendapatkan pekerjaan sesuai latar belakang studinya.
Temannya, yang kebetulan adalah pegawai di salah satu firma hukum yang ada di Seoul, mengatakan bahwa mereka sedang mencari seorang pengacara lepas, bukan sebagai pegawai tetap, tapi setidaknya itu bisa menjadi batu loncatan untuknya. Dan Myungsoo sama sekali tidak menyia-nyiakan kesempatan, dengan bantuan temannya ia berhasil mendapatkan satu kasus untuk ditangani. Selama in Myungsoo selalu mencari kesempatan untuk mempelajari berkas yang dimilikinya, tanpa harus mengganggu pekerjaannya yang lain, dan sejauh ini semuanya berjalan sesuai rencana. Myungsoo hanya berharap, sampai ketika sidang pertamanya sebagai seorang pengacara berhasil, ia tidak akan mendapatkan masalah apapun.
Beberapa jam kemudian, Myungsoo sudah berdiri di balik meja bar. Beberapa tamu yang melihat kehadirannya cukup senang, terutama para wanita. Pasalnya sudah lama sekali sejak Myungsoo terakhir kali berada di meja bar untuk melayani, jadi tanpa membuang kesempatan, banyak wanita yang sudah mengantri duduk di depan Myungsoo, berharap pria tampan itu mau meracik minuman untuk mereka.
"Myungsoo, kau ke mana saja?"
Myungsoo menatap wanita yang duduk di depannya, melemparkan pertanyaan bersamaan kedipan menggoda dan kibasan jari-jari lentiknya yang dilapisi oleh kutek berwarna merah darah. Ia ingat wanita ini, salah satu pelanggan tetap club yang selalu menggodanya, berusaha untuk menjadi kliennya namun, uang yang dimiliki wanita itu tidak pernah cukup untuk menyewanya. Sungguh miris.
"Aku sibuk, jadi apa yang kau inginkan?" Myungsoo tersenyum simpul, menanyakan pesanan wanita tersebut. Tapi, bukannya jawaban yang ia dapatkan, wanita itu malah memajukan tubuh lalu menggerling padanya.
"Kau..."
Oh astaga. Myungsoo hanya tersenyum kecil menanggapi tanpa memberikan respon yang berarti. Ia sudah sering mengalami kejadian serupa, bukan hanya ketika sedang menemani klien, saat turun tangan membantu pekerjaan di club pun banyak wanita yang sering datang mendekatinya. Tapi, yang membuatnya tenang adalah wanta-wanita itu masih memiliki sopan santun, karena mereka menghargai penolakannya dengan tidak bertindak agresif. Seperti halnya sekarang, wanita yang baru saja menggodanya hanya tertawa saat menyadari penolakannya yang kesekian kali kemudian beranjak dari sana untuk mencari teman kencan lain.
Yah, setidaknya para wanita tidak benar-benar bertindak di luar batas kewajaran.
Jadi Myungsoo meneruskan pekerjaannya, melayani beberapa orang yang memang ingin memesan minuman, walaupun terkadang mendapatkan godaan-godaan dari wanita lain, ia hanya tersenyum menanggapinya.
"Myungsoo?" Seorang pelayan wanita yang melewati meja bar menegurnya, membuat Myungsoo menghentikan kegiatannya sejenak untuk menoleh pada wanita itu.
"Ada apa Seri?"
"Eum, sepertinya tadi aku melihat wanita yang pernah datang bersamamu," ujar Seri dengan wajah mengerut seolah sedang mengingat-ingat, "karena kau membawanya ketika club belum buka, jadi kupikir dia kerabatmu."
Myungsoo mengerutkan alisnya bingung, wanita yang dibawanya ke sini?
"Siapa?" Tanyanya heran, seingatnya ia tidak pernah mengajak siapapun kemari. Kebanyakan ia menemui kliennya di luar club, kalaupun ada mereka pasti bertemu di sini, itupun hanya pada malam hari. Ia tidak pernah membawa mereka sebelum club buka.
"Itu, wanita yang beberapa hari lalu datang bersamamu pagi-pagi, yang rambutnya agak panjang, yang cantik itu mirip dengan salah satu artis ibukota...hmm siapa sih namanya?"
Alis Myungsoo semakin bertaut dalam, mengingat-ingat, hingga ketika ingatannya kembali ia berteriak kaget membuat beberapa orang terkejut, termasuk seri.
"Bae Sooji?"
"Nah itu yang mau kukatakan! Dengan penampilannya sekarang dia semakin terlihat mirip dengan artis itu," seru Seri dengan semangat, melupakan fakta bahwa Myungsoo saat ini terlihat sangat terkejut dan marah.
"Oh astaga, perempuan itu benar-benar membuat masalah." Myungsoo menggeram, lalu tanpa kata ia langsung meninggalkan meja bar untuk mencari keberadaan Sooji di sini.
¤¤¤
Sooji berhasil mendapatkan upahnya setelah seharian membantu Hyera, hari telah menjelang sore ketika mereka selesai. Karena berpikir sebentar lagi malam, ia langsung bergegas membersihkan dirinya, dan memakai pakaian yang dikenakannya saat datang ke pulau ini--mengingat hanya itu pakaian terbaiknya saat ini.
Setelah hampir satu jam kemudian, Sooji telah siap berangkat. Ia berpamitan pada Hyera, mengatakan ingin berjalan-jalan dengan uang yang dimilikinya. Awalnya Hyera tidak setuju, mengatakan lebih baik jika Sooji meminta Myungsoo mengantarnya jalan-jalan di lain waktu, tapi ia bisa meyakinkan Hyera.
Alamat rumah telah dikantonginya, jadi tidak akan susah untuk pulang, dan Hyera juga memberinya upah yang lebih dari cukup untuk membayar ongkos taksi. Alhasil, Hyera tidak memiliki pilihan lain selain setuju dan membiarkan Sooji pergi. Lagipula wanita itu bukan anak kecil lagi yang akan hilang jika dilepas sendirian, Sooji bisa langsung pulang ke rumah dengan berbekal alamat yang dipegangnya.
Lima belas menit kemudian, Sooji telah berada di dalam taksi yang akan mengantarnya ke club, ia hanya memberitahu nama club yang pernah didatanginya, sang supir langsung mengetikan alamat tujuannya pada layar GPS.
Ketika matahari telah terbenam sepenuhnya, Sooji masih berada dalam perjalanan, mereka memasuki pusat kota Jeju yang mulai ramai ketika malam datang, jadi perjalanannya sedikit memakan waktu, hingga satu jam kemudian taksi yang mengantarnya telah tiba telat di depan pintu club.
Sooji tersenyum, "terima kasih, Pak," ujarnya sembari mengangsurkan sejumlah uang untuk membayar. Setelahnya ia turun dari taksi, menarik nafas saat melemparkan pandangan ke sekitarnya yang mulai dipadati oleh para pengunjung.
Ia tidak lupa melirik gedung di sebelah, dan tidak merasa heran dengan keramaian yang sama di sana. Oh ya, hari ini adalah akhir pekan jadi pasti malam ini banyak yang datang berkunjung. Memikirkan apa yang ada di dalam rumah bordil itu, membuat Sooji bergidik.
"Oh, aku ke sini untuk bertemu Myungsoo," ujarnya mengingatkan diri, berjalan memasuki club setelah menunjukan kartu identiasnya. Dua orang bodyguard yang menjaga pintu menaikan alis saat memeriksa identitasnya, salah satunya menatap wajah Sooji lalu kembali melihat kartu di tangannya.
"Apa? Tidak pernah melihat artis cantik?" Tukas Sooji angkuh, membuat kedua pria itu membelalak kaget, sepertinya mereka telah menduga bahwa dirinya adalah seorang artis, tapi meragukannya.
"Sudah jangan tercengang begitu, biarkan aku masuk dan nanti aku akan memberi kalian tanda tanganku, oke?" ujarnya penuh percaya diri, menarik kartu identitasnya dari salah satu bodyguard itu lalu melenggang masuk, ia hanya tersenyum penuh arti.
"Ternyata masih ada yang mengenaliku," gumamnya dengan senang, "yah semoga saja mereka tidak melapor ke media sih kalau aku terdampar di sini."
Sooji memasuki club lebih dalam, dan dugaannya ternyata benar. Di sini lebih ramai daripada club-club yang sering didatanginya di Seoul, ia bukan seorang pemula yang baru masuk ke dalam club malam, jadi mendapati dirinya berada di tengah-tengah keramaian dengan musik berdentum, lampu diskotik yang mengilap, asap rokok menyengat, dan para pria mata keranjang tidaklah mengejutkannya.
Sooji terus berjalan mengabaikan pandangan-pandangan para pria padanya, bahkan sempat menepis tangan-tangan kotor yang hendak menyentuhnya saat melewati beberapa meja yang dihuni oleh sekelompok pria-pria bodoh. Sooji mengernyit, tempat ini benar-benar terlihat berbeda saat pagi hari. Ia bahkan hampir lupa di mana lorong yang mengantarkannya ke ruangan Myungsoo.
Setelah mencari-cari cukup lama, bertahan dengan asap rokok yang mulai memuakkan, Sooji berhasil melihat tangga yang pernah dilewati Myungsoo untuk menuju ke ruangannya. Jadi dengan penuh semangat ia ke sana, berjalan melewati tangga dan menyusuri lorong kecil yang sepi.
"Oh puji tuhan, akhirnya aku lepas dari kericuhan itu," gumamnya penuh syukur saat suara musik terdengar teredam dari dalam lorong ini, sepertinya sepanjang lorong dipasangkan alat kedap suara jadi suara musik dari luar tidak terdengar begitu keras.
Sooji menyusuri lorong tersebut, ia masih ingat ruangan Myungsoo yang berada di ujung lorong, "hmm apa dia akan marah kalau melihatku di sini?" tanyanya dengan suara pelan, "ah tapi siapa suruh dia melarangku ikut," cetusnya lagi. Sooji tidak akan peduli, ia sudah bersusah payah sampai ke sini jadi kalaupun Myungsoo marah, ia bisa marah balik pada pria itu.
Ketika telah tiba di depan ruangan Myungsoo, Sooji memutar kenop pintu dan mengeluh panjang, "Oh pintunya terkunci. Apa dia tidak ada di dalam ruangan ini?" Sooji masih berdiam di depan pintu Myungsoo sembari memikirkan kemungkinan-kemungkinan mengenai keberadaan pria tersebut, sampai sebuah suara mengejutkannya.
"Nona?"
Memutar badannya ke samping, ia menemukan seorang pria yang sepertinya baru keluar dari pintu kedua dari ruangan Myungsooo, pria itu mengenyit heran melihatnya.
"Apa anda klien Myungsoo?"
Klien?
Sooji memiringkan kepalanya bingung, apa maksudnya dengan klien Myungsoo?
"Tapi setauku Myungsoo tidak pernah mengajak kliennya ke ruangan," ujar pria itu masih berbicara sendiri, dari tempatnya Sooji agak kesulitan melihat rupa pria itu karena keadaan lorong yang hanya diterangi oleh beberapa lampu kuning yang cukup temaram, "tapi apa yang kau lakukan di depan ruangannya?" Pria itu kembali bertanya.
"A-aku--" Sooji mencoba untuk menjawab, tapi entah mengapa ia cukup kesulitan berbicara. Apa yang harus dikatakannya? Bahwa ia adalah seorang artis yang saat ini tidak memiliki apa-apa dan menumpang di rumah Myungsoo, datang kemari untuk mengetahui pekerjaan pria itu? Oh tentu saja tidak. Sooji tidak akan mengakuinya.
"Apa kau tamu di sini?" Pria itu bergerak dari tempatnya mendekati Sooji, yang entah mengapa membuat wanita itu mundur selangkah, "aku bisa melayanimu, kalau kau mau.."
Sooji kembali mundur hingga punggungnya menyentuh dinding, ia melayangkan tatapan tajam pada pria itu.
"Tidak. Aku bu-kan tamu," jawabnya dengan cepat dan sialnya ia merasa suaranya sedikit bergetar.
"Oh, tidak apa-apa. Jangan sungkan untuk mengaku."
Sooji mengenyitkan kening mendengar kalimat tersebut, menatap wajah pria yang sudah berdiri agak lebih dekat darinya namun, masih berjarak. Wajah pria itu cukup baik, dalam artian dia tidak jelek, tidak pula tampan. Pria itu tersenyum simpul ke arahnya.
"Jangan malu-malu, aku akan bersikap baik."
Seketika pandanganya berkabut, wajah pria itu tidak lagi terlihat seperti pertama kali diingatnya, Sooji memejamkan mata ketika sekelabat bayangan melintasi benaknya.
"Jangan malu, aku akan bersikap baik."
"Tidak! Pergi!"
Sooji langsung histeris secara tiba-tiba, tubuhnya merosot ke lantai dengan kedua lengan yang menyembunyikan kepalanya. Ia terus menjerit histeris membuat pria yang berdiri di hadapannya terkejut.
"E..eh? No-na? Apa kau sakit?" tanya pria itu heran, jeritan Sooji semakin menjadi saat mendengar suaranya, membuatnya ikutan panik, "aduh, bagaimana...ja-jangan teriak teriak, aku tidak akan melakukan apa-apa."
"Sstt tenanglah, aku tidak akan melakukan apa-apa."
"Ti-tidak! Pergi! Pergi!"
Sooji memejamkan mata, menutup telinganya rapat-rapat ketika mendengar suara-suara itu kembali, ia menjerit dalam tangisan. Dadanya terasa sesak akan kesakitan semu yang ia rasakan dari ingatan tersebut, ingatan yang kembali muncul ke permukaan setelah bertahun-tahun berhasil ia lupakan. Tapi malam ini, ia sadar jika semua itu tidak benar-benar ia lupakan.
Keadaan Sooji sudah sangat kacau, ia meracau tidak jelas, menarik rambutnya sendiri dan menjerit tiba-tiba. Pria yang sejak tadi hanya melihat, menjadi panik.
"Oh astaga, nona..jangan--"
"Heejun? Apa yang kau lalukan?" Suara dari belakangnya membuat pria itu mendesah lega, ia menoleh dan menemukan Myungsoo berjalan mendekatinya.
"Oh Myungsoo syukurlah kau datang," Heejun mendesah panjang melihat kedatangan Myungsoo, "I--ini ada wanita, aku hanya mengajaknya bicara, tapi dia langsung histeris."
Dari tempatnya Myungsoo menatap melewati tubuh Heejun, ia bisa melihat seorang wanita meringkuk di atas lantai yang melingkupi kepalanya dengan lengan, dari jarak itu ia bisa mendengar isakan histeris sang wanita yang mana tidak didengarnya saat berada di depan lorong dikarenakan dinding yang kedap suara.
"Apa yang kau lakukan padanya?" Myungsoo kemudian semakin mendekat, menatap Heejun dengan tajam.
"Aku tidak melakukan apapun, sungguh. Aku hanya bertanya apa dia klienmu, karena dia berdiri di depan ruanganmu."
Seketika Myungsoo tersentak, ia mendorong Heejun ke samping lalu pandangannya langsung tertuju pada wanita itu.
"Sooji?"
"Tidak! Pergi! Pergi!"
Myungsoo terlonjak, lalu seketika ia berjongkok untuk menyentuh wanita itu, "Sooji? Hei...Sooji ada apa?" Ia mencoba menyentuh bahu Sooji namun tubuh wanita itu bergetar hebat dan berkelit.
"Tidak! Pergi!" Sooji menjerit, mengulang kata-kata yang sama berkali-kali tanpa mau mengangkat wajahnya, membuat Myungsoo menjadi cemas.
"Sooji, tidak apa-apa..." Myungsoo mencoba berbicara dengan tenang, tapi ucapannya sama sekali tidak didengar wanita itu, "Sooji.."
"Kau mengenalnya? Astaga seharusnya aku tau, dia pasti klienmu," Heejun merengut, padahal ia berharap bisa menemani wanita cantik itu malam ini.
"Bukan klienku, dia hanya kenalan," jawab Myungsoo, matanya masih mengamati Sooji yang terlihat sangata kacau.
"Sooji tenanglah, di sini tidak akan ada yang menyakitimu," Myungsoo mencoba menyentuh lengan Sooji, tubuh wanita itu masih bergetar hebat membuatnya bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi.
"Heejun, kau yakin tidak melakukan apapun?"
"Astaga aku serius Myungsoo. Kau bisa memeriksa cctv. Aku bahkan tidak menyentuhnya, tapi dia sudah berteriak padaku."
"Sebelumnya?"
"Tidak, dia baik-baik saja sebelum kutegur."
Myungsoo mengulum bibirnya dalam, berpikir keras, "kau bisa melanjukan pekerjaanmu Heejun. Aku yang akan mengurusnya, terima kasih." Heejun hanya mengangguk kaku, ia lalu meninggalkan lorong tersebut.
"Tidak! Pergi!"
"Sooji, sudah tidak ada siapapun di sini, jadi tenang," Myungsoo secara paksa menarik lengan Sooji, yang membuat wanita itu memberontak, "hei, hei tenang..tidak apa-apa," Myungsoo berkata pelan, memegang kedua tangan Sooji dengan satu tangan sementara tangan yang lain menekan bahu wanita itu.
Sooji tidak menyerah, ia menggeliat ingin melepaskan diri dari pegangan Myungsoo, rasa panik langsung melandanya saat merasakan tangan besar pria itu melingkupi pergelangan tangannya.
"Tidak! Tidak!"
"Sooji tenanglah, hei tenang.." Myungsoo masih menahan tubuh Sooji, tangannya yang berada di bahu wanita itu berpindah dan mengangkat wajah Sooji, "hei lihat, aku Myungsoo. Kau mengenaliku kan?" tanyanya pelan. Saat menatap kedua bola mata Sooji yang basah dan bergetar dipenuhi dengan kilat ketakutan, perasaan Myungsoo jadi tidak tenang.
"Sooji, aku tidak akan menyakitimu. Kau akan aman di sini, tidak ada yang menyakitimu."
Sooji terus menatapnya dengan pandangan nanar, ia bisa menyaksikan kilat luka yang sempat muncul di sana kemudian terganti dengan sinar kebingungan.
"Sooji.."
"Myung.." suara itu terdengar bergetar dan serak, tapi Myungsoo tidak memperdulikannya. Ia tersenyum karena Sooji sudah kembali dalam kesadarannya.
"Kau sudah tenang?"
"Myungsoo?" Sooji bergumam lirih, airmatanya kembali mengalir deras ketika kesadaran menyentaknya, "Myungsoo...a-aku..."
"Tidak apa-apa. Semua baik-baik saja," Myungsoo bergumam dengan tenang, ia memeluk tubuh Sooji yang bergetar dan tangisan wanita itu pecah di dalam dadanya, "sstt tenanglah, tenang..."
"A--aku ta-kut...aku takut Myungsoo."
"Aku akan menjagamu, jangan takut. Aku di sini."
¤¤¤
To be continued...
Ugh bang dedek atut 😢😢😢 *eh 😅
Maaf telat ya, smalam aku udah ngetik kok, seriusan tapi malah ketiduran 😅 pas jam 2 tadi kebangun trus cek hp, eh trnyata draft part ini msih kebuka dan belum kelar, jdi aku kelarin. Selama satu jam lebih, akhirnya bisa ketemu tbc jg 😂
Ini panjang loh...banget, jdi jgn marah" ya krena kmarin gk update 😅 aku gk bo'ong krna ketiduran loh 🙏🙏🙏
Btw yg kira aku hiatus 😕 gk bisa baca ya yg ada di note aku kemarin? Hmm hmm..aku sarankan baca ulang deh, emang aku ada bilang kalau mau hiatus?
[07/09/17]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top