09. Attracted

Myungsoo mengerang, menaikan salah satu tangan untuk memijat pelipisnya kemudian membuka mata perlahan-lahan, mencoba menarik dirinya untuk sadar. Kepalanya berdenyut ketika menggerakan tubuhnya, jadi ia diam beberapa saat untuk mengumpulkan orientasinya kembali. Hingga ketika dirasa cukup, Myungsoo beranjak untuk duduk, ia kembali memijat pelipisnya lalu melihat sekeliling, mengumpulkan ingatannya tentang semalam.

"Oh sial," gumamnya pasrah ketika matanya menangkap sosok wanita yang tertidur di atas ranjang, tak jauh dari sofa tempatnya berbaring barusan. Tanpa pikir panjang, Myungsoo langsung berdiri, mengambil kemeja yang tergeletak di kaki sofa, memakainya dengan cepat lalu menarik kunci mobil dan segera keluar dari kamar hotel itu.

Ia tidak tau seberapa banyak yang diminumnya semalam sehingga bisa mabuk, seingatnya kliennya hanya meminta ditemani untuk menghadiri salah satu acara pembukaan salah satu gedung Convention Centre miliknya, dicecoki minuman beralkohol yang sama sekali tidak bisa ditolaknya hingga ia berhasil kehilangan kesadarannya. Dan ia yakin seberapa sulit kliennya memapah tubuhnya semalam karena ia telah tidak sadarkan diri.

Sekarang masih jam lima subuh dan hanya bisa berharap ibunya tidak menyadari bahwa ia tidak pulang semalaman. Myungsoo hanya tidak ingin membuat ibunya khawatir, beberapa kali Hyera selalu memberitahu kecemasannya tentang pekerjaan yang ia lakoni saat ini. Meskipun tidak selalu tidur dengan semua kliennya, tapi Hyera tetap cemas. Kalau-kalau suatu hari pekerjaannya ini menimbulkan masalah.

Jadi ketika mobilnya sudah mendekati rumah, Myungsoo memelankannya dan berhenti beberapa meter dari rumahnya. Ia memarkirkan mobil di depan sebuah tanah lapang dan memilih jalan hingga ke rumah, karena tidak ingin membangunkan ibunya ketika mendengar suara mobil. Hyera memiliki telinga yang sensitif, ia akan langsung terbangun ketika mendengar suara sedikit saja.

Myungsoo membuka pintu dengan kunci cadangan yang dimilikinya, keadaan rumah sangat sepi jadi ia berpikir bahwa ibunya ataupun Sooji memang masih terlelap, tapi dugaannya salah karena ketika melintasi ruang keluarga, ia menangkap pergerakan dari balik sofa. Dengan alis berkerut, Myungsoo mendekati sofa, dan berdecak ketika menemukan Sooji tertidur di sana.

"Bukankah ranjangnya sudah tiba?" gumam Myungsoo bingung, tadi ia memeriksa ponselnya dan menemukan sebuah pesan dari toko tempatnya memesan ranjang baru, kata mereka pesanannya telah diantar ke rumah. Jadi mengapa Sooji tidur di atas sofa?

"Hei, bangun...Sooji?" Myungsoo mengguncang bahu Sooji, berniat membangunkan wanita itu, "Sooji bangunlah, kau bisa pindah ke kamarmu."

"Eumm...eungg," Sooji menggeliat, menggumam tak jelas, tapi matanya masih terpejam.

"Sooji, bangunlah," Myungsoo tidak menyerah, ia masih mencoba membangunkan wanita itu. Ia tidak ingin jika ibunya akan terkejut melihat Sooji tidur di sofa saat bangun nanti. Myungsoo sangat sadar betapa ibunya sangat menyukai wanita ini, bukan hanya karena nemiliki teman bicara sesama wankta, tapi semenjak kedatangan Sooji di rumah ini, ibunya menjadi lebih semangat dan selalu riang. Jadi ia tidak ingin membuat ibunya khawatir dengan melihat wanita ini menyiksa diri tidur di sofa.

"Bae Sooji! Bangunlah, kau harus pindah ke kamarmu," Myungsoo kembali bersuara, kini ia sedikit berseru lebih keras namun, tetap menjaga nadanya agar tidak sampai terdengar oleh ibunya, "atau aku akan mengembalikan ranjang itu! Kau akan memakai kasur lantai lagi."

"Hmm, eungg...eumm..."

Myungso berdecak, ia mendorong pundak Sooji lebih kencang sehingga wanita itu kembali menggeliat, mengernyitkan kening hingga menggerakkan kelopak matanya. Saat itu Myungsoo tau bahwa Sooji telah sadar.

"Cepat bangun," tegurnya, Sooji mengerang panjang, mengusap wajahnya lalu membuka mata perlahan. Terlihat bingung sesaat saat menyadari di mana dirinya, lalu terkejut ketika menangkap sosok Myungsoo yang berdiri di sampingnya.

"Myungsoo?" Serunya kaget, ia langsung duduk di sofa lalu memperhatikan penampilan pria itu, "kau baru pulang..."

"Pindah ke kamarmu. Kau sudah punya ranjang, jangan tidur di sini," gerutu Myungsoo, mengabaikan kalimat Sooji yang menyatakan bahwa ia baru pulang.

"Kenapa baru pulang? Kau menginap di mana semalam?" Namun, Sooji tidak sebodoh itu untuk bisa dialihkan begitu saja, ia berdiri menghadap Myungsoo, memberikan tatapan menuduh pada pria itu.

"Sudah kukatakan bukan, urusan kita belum selesai," ujar Sooji dengan mata melotot, seolah ia bersiap memarahi Myungsoo, "kau belum mengatakan padaku apa yang kau lakukan di club dan mengapa ada rumah bordil di sana?" tanyanya penuh tuntutan, membuat Myungsoo mendengus.

"Apa yang kulakukan dan apa yang ada di sana bukanlah urusanmu, jadi jangan bertanya seolah kau adalah orang yang berhak untuk melalukannya," tukas Myungsoo dengan sinis. Kali ini Sooji tidak akan terpengaruh, ia sudah tau tabiat pria itu yang tidak pernah bisa berkata lebih lembut.

"Itu sama sekali tidak menjawab pertanyaanku, Myungsoo," gumam Sooji keras kepala, "apa yang kau lakukan?"

"Bae Sooji..."

"Aku tidak akan berhenti bertanya sampai kau menjawabnya."

Myungsoo menggeram, ia maju selangkah, meraih lengan Sooji dan mencengkramnya di sana membuat wanita itu meringis. Tatapan Myungsoo terlihat bengis dan penuh amarah saat menatap matanya, "kuperingatkan kau, kau hanyalah orang asing, jadi jaga sikap dan jangan melewati batasmu," desisnya tajam.

Sooji mengernyit, menatap wajah Myungsoo sama sekali tidak membuatnya takut. Ia sudah pernah menghadapi yang lebih buruk dari ini, jadi jika Myungsoo berpikir sikap itu akan membuatnya merasa terintimidasi, maka pria itu harus menggigit jari. Karena ia tidak akan takut.

"Aku sudah terlanjur terlibat Myungsoo, kau tidak punya pilihan lain selain menjawab pertanyaanku," ia mengucapkan kalimat itu dengan berani, dan penuh percaya diri. Seolah dengan apa yang baru saja dikatakannya, Myungsoo akan menyerah.

"Terlibat?" Myungsoo tertawa pelan, "omong kosong! Hanya sekali ke club dan kau bahkan tidak melakukan apapun di sana yang membuatmu harus terlibat."

"Benarkah?" Sooji menyeringai, membuat Myungsoo menatapnya kaget untuk sesaat. Wanita itu terkekeh lalu dengan paksa melepaskan tangan Myungsoo dari lengannya.

"Bagaimana dengan, Joseph Ryu? Nama itu pasti familiar untukmu."

Tubuh Myungsoo seketika menegang ketika mendengar nama itu terlontar dari bibir Sooji, matanya membeliak dengan kilatan marah, lalu dalam sekali gerakan ia sudah mencengkram kedua bahu Sooji.

"Darimana kau mengenal Jo?" Tanya Myungsoo dengan suara tercekat bercampur amarah, "darimana Sooji?!" Kali ini pria itu berteriak tepat di depan wajah Sooji membuat wanita itu terlonjak kaget.

"Ka-kau tidak perlu semarah ini Myungsoo," cicit Sooji dengan suara pelan, baiklah kali ini ia akan mengaku bahwa ia sedikit takut. Mungkin suara bentakan Myungsoo yang membuatnya takut, atau kemarahan pria itu, atau entahlah...yang jelas saat ini Sooji bisa merasakan tubuhnya menggigil berada di bawah tatapan tajam Myungsoo.

"Brengsek!" Myungsoo mengumpat, melepaskan Sooji lalu menyisir rambutnya dengan panik.

"Kau mengenal Jo?" Myungsoo bertanya lagi, kali ini suaranya terdengar ngeri dan tatapannya menjadi waspada saat menatap Sooji.

"Eum..ti-tidak, sebenarnya..." Sooji menggigit bibirnya, sebenarnya ia hanya ingin memancing Myungsoo untuk mau menjawabnya mengenai pekerjaan pria itu, ia pikir dengan menyebut salah satu nama yang tertera di surat perjajian yang ditemukannya di kamar Myungsoo akan membuat pria itu berbicara. Namun, sialnya dia terlihat marah dan Sooji menjadi tidak berani untuk mengaku.

"Sebenarnya apa Sooji?" Myungsoo masih melotot waspada, menunggu wanita itu melanjutkan kalimatnya, tapi apa yang dilakukan Sooji membuatnya berang.

"Astaga Bae Sooji! Kembali kau!" Myungsoo berteriak marah pada punggung Sooji yang berlari darinya, ia tidak memiliki waktu untuk mengejar karena wanita itu sudah masuk ke dalam kamar dan mengunci diri. Ia hanya berdiri tercengang di tempatnya.

Dari mana wanita itu tau tentang Jo?

Myungsoo dengan otak panasnya akhirnya melangkah menuju kamarnya, memikirkan Jo telah menemui Sooji membuatnya semakin marah. Ia selalu tau apa yang ada di pikiran kotor Jo ketika melihat wanita cantik. Pria tua itu pasti merencanakan sesuatu.

"Brengsek kau pak tua!"

¤¤¤

"Whoa! Santai man," Jo terlonjak kaget ketika pintu ruangannya dibanting oleh Myungsoo dengan dentuman nyaring, yang ia yakin bahwa itu akan terdengar sampai ke lantai satu, "siapa yang merusak pagimu, bung? Kau terlihat kacau."

Jo yang tadinya terkekeh langsung terdiam saat Myungsoo langsung melintasi ruangan dan menarik tubuhnya hingga mereka berdiri saling berhadapan.

"Bedebah! Apa yang sudah kau lakukan?" desis Myungsoo tajam, menatap Jo dengan amarah yang tidak disembunyikan.

Jo mengernyit heran, ia mengangkat kedua tangannya, "a-aku tidak mengerti, apa maksudmu?"

"Jangan berpura-pura bodoh, pak tua!" Myungsoo semakin berang, ia mendorong Jo hingga punggungnya membentur dinding di belakangnya, "sudah kukatakan jangan mengganggunya."

"Siapa yang kau bicarakan?" Jo berusaha bersikap tenang, meskipun ia kini merasa ketar-ketir, takut Myungsoo kehilangan kendali dan berakhir dengan menghajarnya. Oh tentu saja pria itu bukan tandingan untukya, "ki-kita bisa bicarakan ini baik-baik, Myung..."

"Sialan! Apa yang ingin kau bicarakan ha? Kau adalah laki-laki paling bajingan di dunia ini. Kenapa kau masih menemuinya? Dia bukan siapa-siapa."

"Dia, dia, dia? Dia siapa yang sedang kau bicarakan Myungsoo? Oh ayolah! Kau bisa tenangkan pikiranmu dulu sebelum merengsek masuk ke ruanganku seperti banteng kesetanan," Jo berseru, ia semakin tidak mengerti penyebab kemarahan Myungsoo. Sejak tadi pria itu berbicara sesuatu yang tidak jelas.

"Wanita yang datang bersamaku beberapa hari lalu," Myungsoo menggeram pelan, "kau menemuinya, bukan?"

"Siapa?" Jo mengernyit, menatap mata Myungsoo yang terlihat seperti ingin mencincang-cincang tubuhnya, kemudian ia teringat dengan kejadian hari itu, "wanita yang cantik itu? Yang kau bawa ke ruanganmu?"

Myungsoo menggeram, mengencangkan rahangnya bersamaan dengan menekan tubuh Jo semakin merapat ke dinding, membuat pria itu panik.

"Myung..Myungsoo lepaskan aku dulu, kau salah paham. Aku benar-benar tidak mengerti," ujar Jo berusaha melepaskan cengkraman Myungsoo dari kerah bajunya.

"Dan kau pikir aku akan percaya?" Tandas Myungsoo merendahkan, "kau sudah berulang kali menipuku, Jo. Aku tidak akan terperdaya lagi.."

"Oke, oke, baiklah..terserah kau mau percaya atau tidak, tapi lepaskan dulu. Aku sulit bernafas bodoh!"

Baru setelah teriakan itu, Myungsoo melepaskan Jo, tapi tidak beranjak dari hadapan pria itu. Ia masih menuntut jawaban.

"Aku benar-benar tidak pernah menemuinya. Wajahnya saja aku tidak tau," ucap Jo berusaha memberikan penjelasan, tapi pelototan Myungsoo mengatakan bahwa pria itu masih belum percaya, "astaga aku serius Myungsoo. Kau bisa bertanya pada wanita itu sekarang kalau tidak percaya!"

Myungsoo memang tidak percaya, tapi melihat kegigihan Jo menyangkal tuduhannya, ia menjadi sedikit ragu. Lagipula sejak subuh tadi, Sooji menolak untuk bertatap muka dengannya, bahkan saat sarapan wanita itu lebih memilih mendekam di dalam kamarnya demi menghindarinya. Jadi, dengan pemikiran yang lebih tenang, Myungsoo mundur selangkah. Ia mengeluarkan ponsel lalu menelpon ibunya.

Masih dengan mata mengintai Jo yang berdiri di depannya, Myungsoo mendengarkan penjelasan Hyera. Bagaimana bisa Sooji mengetahui nama Jo, dan mengapa wanita itu menyinggungnya tadi. Seketika amarah Myungsoo kembali tersulut setelah mendengar penjelasan ibunya namun, kali ini penyebabnya bukan karena Jo melainkan karena wanita lancang yang sudah mengacak-acak kamarnya tanpa izin.

"Beraninya dia..." Myungsoo menggeram, mematikan sambungan telepon pada ibunya.

Di tempatnya Jo mengangkat alis melihat raut wajah Myungsoo, "kau lihat? Aku berkata jujur," ia bergumam pelan, lalu tertawa puas, "kau benar-benar bodoh Myungsoo! Bisa-bisanya membiarkan kontrolmu hilang kendali hanya karena seorang wanita, ckck."

"Apa pedulimu!" Myungsoo membentak, lalu tanpa kata-kata ia keluar dari ruangan Jo. Sementara tawa Jo semakin menggelegar sepeninggal Myungsoo.

"Hati-hati, kau hanya perlu berhati-hati Kim Myungsoo."

¤¤¤

Sooji menatap penuh harap ke arah Hyera, ia mengerjap dengan perasaan gugup, "bagaimana bibi? Apa dia marah?" tanyanya takut-takut, wajah Hyera yang meringis membuat perasaan Sooji semakin kalut.

"A-aku tidak sengaja kok, sungguh. Aku tidak tau kalau berkas itu penting, hanya saja aku menemukannya terjatuh di belakang sofa jadi aku mengambilnya," Sooji menjelaskan dengan terbata-bata, ia masih mengingat kemarahan Myungsoo tadi, dan bersumpah tidak ingin melihat untuk kedua kalinya lagi.

"Bibi percaya Sooji, kau tidak mungkin sengaja mengambil berkas Myungsoo tanpa alasan," Hyera tersenyum maklum namun, ia tidak bisa menutupi kecemasannya, "hanya saja Myungsoo marah bukan karena itu..melainkan ada hal lain yang tidak seharusnya kau campuri."

Sooji menggigit bibirnya, "apa tentang pekerjaannya? Dan pria yang bernama Joseph ini, berhubungan dengan pekerjaan Myungsoo?" Tebak Sooji tepat sasaran, Hyera tidak membenarkan dan tidak pula menyalahkan, ia hanya tersenyum kecil.

"Sudah tidak usah dipikirkan lagi. Myungsoo kalau marah tidak lama kok, besok dia sudah akan baikan lagi, jadi jangan khawatir."

"Aku benar-benar menyesal, Bi," keluh Sooji dengan kepala tertunduk.

"Tidak apa-apa, sekarang bagaimana kalau kau bantu aku mandikan Haci? Sepertinya hari ini akan cerah, rambut-rambutnya akan cepat kering," Hyera mengusulkan, mengalihkan perhatian Sooji yang sepertinya berhasil karena wajah wanita itu sudah kembali ceria.

"Haci? Oh, kelinci mungil itu pasti akan senang bermain air hari ini," seru Sooji, sepenuhnya teralihkan, "ayo, Bibi."

Dan sepanjang hari itu, Hyera terus meminta Sooji membantunya mengerjakan beberapa hal demi membuatnya melupakan masalah kemarahan Myungsoo. Hyera bahkan menagih drama yang dijanjikan wanita itu kepadanya dan seperti biasa, dengan bangga hati Sooji memutar drama yang dia perankan ke tv melalui kabel USB.

¤¤¤

Sayangnya usaha Hyera tidak bertahan lama, karena saat malam telah tiba dan mereka sudah masuk ke kamar masing-masing setelah menghabiskan waktu bersama sepanjang hari, Sooji kembali teringat.

Ia sudah berpikir apakah harus meminta maaf atau tidak pada Myungsoo, kalau kata Hyera tidak perlu karena putranya bukan pendendam, jadi akan langsung melupakan masalah yang membuatnya kesal setelah sehari berlalu, tapi hatinya berkata lain. Ia tetap merasa terganggu dengan kenyataan bahwa Myungsoo sangat marah karena kelancangannya, sebenarnya ia juga tidak berniat, tapi apa yang dilakukannya adalah tindakan refleks karena melihat berkas itu terjatuh jadi ia berniat mengembalikannya setelah mengintip isinya sedikit.

Salahkan rasa penasarannya yang terlalu tinggi.

Dengan kecamuk di dalam hatinya, akhirnya Sooji kembali mengintai kedatangan Myungsoo dari balik pintu kamarnya seperti yang dulu ia lakukan. Menunggu kepulangan pria itu dengan sabar, sampai ketika mendengar suara mobil Myungsoo, ia bersiap keluar dari kamar.

Ketika Myungsoo memasuki rumah, Sooji sudah siap melangkah mendekati pria itu, tapi Myungsoo tidak menyadari kehadirannya sehingga terus berjalan hingga menaiki tangga. Sooji mengejarnya,  di tangga terakhir ia berhasil menarik ujung kemeja pria itu.

"Myungsoo..."

"Ap--astaga! Kau mengagetkanku," Myungsoo menoleh dengan mata melotot, Sooji melepaskan tangannya lalu menunduk.

"Aku ingin bicara."

Myungsoo menghela nafas panjang, "nanti saja, aku lelah.."

"Tidak bisa," Sooji menyela, mengangkat kepala untuk menatap Myungsoo, "aku mau minta maaf," ucapnya dengan dagu sedikit terangkat naik, mengingatkan Myungsoo akan pertemuan pertamanya bersama Sooji. Wanita itu juga memasang postur seperti saat ini, dengan nada suara yang sedikit angkuh.

Berdecak pelan, Myungsoo mengusap wajahnya lelah. Hari ini ia terlalu banyak pikiran, ditambah klien yang memintanya bekerja dari siang hingga malam, alhasil tenaganya benar-benar terkuras. Dan sekarang, di saat Myungsoo hanya berharap bisa berbaring di atas ranjangnya, ia malah harus kembali berhadapan dengan wanita ini.

"Baiklah, terserah saja. Aku mau tidur," ucap Myungsoo, sebenarnya itu adalah sebuah usiran halus agar Sooji mau pergi saja dari kamarnya, tapi yang namanya Bae Sooji. Tidak pernah ada kemudahan dalam menghadapi wanita itu.

"Tapi kau masih marah," Sooji bersikeras, "aku bisa menjelaskannya, aku tidak bermaksud mencuri lihat berkasmu. Hanya, itu ada di lantai, jadi aku mengambilnya dan..."

"Berhenti," Myungsoo mengangkat tangannya dengan mata terpejam, wajahnya benar-benar terlihat lelah, "aku mengerti. Jadi, tolong kembali ke kamarmu dan biarkan aku tidur."

"Myungsoo, aku benar-benar tidak punya maksud apa-apa. Aku menyebutkan nama itu dengan harapan kau mau menjawabku," ujar Sooji mengabaikan permintaan Myungsoo, "aku sungguh-sungguh. Pekerjaanmu.." Sooji melanjutkan namun, ia menghentikan kalimatnya di udara.

Myungsoo memperhatikannya, ia bisa melihat wajah Sooji yang dipenuhi oleh keraguan dan sedikit rasa penasaran. Ia mengangkat alisnya menunggu.

"Pekerjaanmu, a--aku...kau tau, ketika melihat rumah bordil itu, pikiranku sudah berlari ke mana-mana," Sooji kembali bersuara, awalnya terdengar gugup, "aku hanya berharap apa yang ada dipikiranku tidaklah benar, Myungsoo."

"Tolong jawab aku, apa yang kau lakukan di sana?"

Sekarang Myungsoo menemukan wajah memelas wanita itu seperti sedang memohon. Ia terdiam dengan pandangan terus mengarah ke wajah Sooji.

"Myungsoo?" Sooji yang tidak mendapatkan jawaban apapun melangkah mendekati pria itu, menarik lengannya dan bertanya sekali lagi, "apa yang kau lakukan di sana?"

Keduanya masih saling melempar tatapan masing-masing, Sooji memohon dan Myungsoo tetap tanpa ekspresi, hingga beberapa detik keduanya terdiam, tanpa sadar Myungsoo mengangkat satu tangan, meletakkannya untuk menangkup salah satu sisi wajah Sooji.

Myungsoo sadar bahwa Sooji adalah wanita yang sangat cantik, melihat wajahnya dari dekat seperti ini membuat keyakinan itu semakin menguat. Sama seperti pertama kali mereka bertemu, tawa wanita itu yang berhasil membuatnya terpaku, kali ini dua bola mata hazel yang menatapnya penuh permohonanlah yang telah memikatnya. Ia tidak tau bahwa seorang wanita bisa memikatnya hanya melalui tatapan, tapi melihat Sooji berdiri sangat dekat dengannya saat ini membuatnya percaya. Jika itu benar-benar terjadi.

"Myung-Myungsoo.."

Sooji bergumam dengan suara lirih, tangan Myungsoo di wajahnya terasa hangat seolah membakar tubuhnya, ia yakin saat ini wajahnya sudah memerah akibat rasa panas yang ia rasakan. Matanya sama sekali tidak teralihkan dari kedua bola mata Myungsoo, sampai ketika ia merasakan jempol pria itu bergerak di bibir bawahnya, mengusapnya dengan gerakan lembut dan penuh godaan. Pupilnya bergetar hebat merasakan sensasi itu dan seketika tubuhnya bergetar merasakan perasaan aneh yang melilit di perut bawahnya. Ia tau reaksi seperti ini, tapi hanya dengan sentuhan seringan itu? Ia tidak mungkin bisa langsung bergairah bukan?

Namun, apa yang dirasakannya adalah nyata, sampai ketika ia menyadari wajah Myungsoo semakin mendekat ke arahnya, Sooji memilih memejamkan mata. Bernafas melalui mulut, menghembuskannya hingga ia mampu berbagi oksigen bersama Myungsoo. Mata pria itu turut terpejam, wajahnya berhenti tepat saat ujung hidung mereka bersentuhan, Myungsoo menarik nafas dalam-dalam, menghirup aroma menyegarkan dari nafas Sooji lalu ia kembali mendekat.

"Aku mengantuk, jadi kembali ke kamarmu, please."

Getaran di tubuh Sooji berubah menjadi sebuah ketegangan ketika mendengar bisikan tersebut tepat di samping telinganya. Saat ia membuka mata, kehangatan itu telah menghilang, Myungsoo sudah tidak berada di hadapannya lagi dan entah mengapa airmatanya terjatuh.

Di ujung tangga, tempat di mana untuk pertama kalinya ka menyadari bahwa dirinya telah terjerat oleh pesona seorang Kim Myungsoo, bahkan tanpa pria itu melakukan apapun padanya, di situpula ia mengeluarkan airmatanya, tanpa alasan.

Tapi ia bisa merasakan hatinya sedikit tergores ketika sadar bahwa Myungsoo meninggalkannya.

¤¤¤

To be continued...

Exo kombek lagi 😍

Jdi gimana dong? Hiatus gk ya? 😈😈😈

Oh ya, mulai bsok aku agak sibuk ya, gk tau sibuknya sampai kapan (ini bkn krena exo, tp ada ssuatu di dunia nyata). Aku ngomong gini biar nnti sewaktu" kalo update gk muncul, jdi kalian tau kalau aku sdg sibuk dan gk panik nyari", tpi udapte setiap hari tetap diusahakan kok, semampu aku. Jadi kalian mengerti semampu kalian jg ya 😆

Part depan udah mulai dikit" buka" konflik, istilahnya pemanasan lah...konflik crita ini gk bakal mudah ditebak lagi, sprti crita" sebelumnya 😉 jdi persiapkan diri beserta tebakan kalian ya~ 💪💪

[05/09/17]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top