07. Man Escort

Myungsoo mengulum bibirnya ketat ketika memarkirkan mobil di belakang gedung, ia melirik ke samping dan menemukan Sooji melemparkan pandangan yang penuh dengan rasa penasaran ke luar, kemudian mendesah panjang.

"Sudah kukatakan kau tidak tau ke mana kau akan ikut," gerutunya dengan suara rendah yang mengundang wanita di sampingnya menoleh untuk menatapnya.

"Ini sebuah club malam," itu jelas bukan sebuah pertanyaan, tapi terdengar keraguan di sana saat Sooji mengucapkannya.

"Ya, seperti yang kau lihat."

Sooji mengulum bibirnya dengan kening berkerut, mencoba mencari titik temu antara club malam yang mereka datangi dan Myungsoo, mengamati penampilan Myungsoo beserta mobil yang ia tumpangi saat ini dan sama sekali tidak menemukan kecocokan. Myungsoo tidak terlihat seperti pria yang bekerja di dalam sana. Dalam posisi apapun, ya--kecuali dia pemiliknya. Itu baru masuk akal.

"Kau memiliki sebuah club malam?" Dan tanpa sadar Sooji menyuarakan spekulasinya, yang mana itu membuat Myungsoo berdecih.

"Jangan bercanda."

"Jadi, kenapa kita kemari? Kalaupun kau bekerja di sini, sudah pasti ini terlalu pagi bukan?" Tanya Sooji lagi, jika Myungsoo bukan pemiliknya lantas apa yang mereka lakukan di sini? Namun, sepertinya Myungsoo enggan untuk menjawab pertanyaannya karena pria itu telah keluar dari mobil meninggalkannya sendiri.

"Hei, tunggu aku..." Sooji yang tersadar langsung mengikuti jejak Myungsoo, berlari kecil hingga berada tepat di belakang pria itu. Mengekorinya untuk masuk ke dalam gedung melalui pintu belakang.

Keadaan club di pagi hari tidaklah seburuk saat malam, ketika melewati dapur hingga mencapai ke ruang utama, Sooji bisa menemukan beberapa pelayan sedang membersihkan lantai, meja dan ada juga yang menggosok gelas di belakang meja bar. Secara keseluruhan club ini terlihat sepi dan terang benderang karena jendela-jendela yang menggantung di satu sisi dinding yang tinggi di biarkan terbuka, untuk memasukan sirkulasi udara. Ini pertama kalinya Sooji masuk club malam saat terang, biasanya ia harus susah payah memfokuskan penglihatan karena suasana club yang gelap.

"Selamat pagi, Myungsoo."

"Pagi, San."

Sapaan itu membuat perhatian Sooji teralih, ia menoleh dan melihat punggung Myungsoo sudah menjauh darinya, kemudian memilih mengejar pria itu. Mengabaikan tatapan penuh selidik para pelayan yang ia lewati, mungkin mengerti mengapa beberapa orang menatapnya. Kalau bukan karena mereka menyadari siapa dirinya, itu berarti karena tingkahnya yang mengekori Myungsoo. Kedua hal itu merupakan alasan yang masuk akal.

"Myungsoo, sebenarnya apa yang kau lakukan di sini?" Saat berhasil mengejar langkah Myungsoo, ia berjalan di samping pria itu, "ini masih sangat pagi. Bahkan para pelayan itu mungkin baru akan pulang ke rumah."

"Berisik." Myungsoo mendesis, berbelok melewati tangga yang terhubung ke lantai dua, memasuki lorong kecil yang tidak boleh di lintasi oleh para tamu.

Sooji mencibir, tapi tetap mengikuti langkah Myungsoo. Mereka melewati beberapa pintu yang saling berhadapan di lorong tersebut, hingga mencapai pintu terakhir di sebelah kanan. Myungsoo mengeluarkan kunci dan membuka pintunya.

"Ambil laptopku dan segera pulang," ujar Myungsoo bersamaan ketika mereka memasuki ruangan tersebut.

Sooji mengabaikan ucapan pria itu, ia lebih tertarik memperhatikan apa yang ada di dalam sana. Tidak banyak yang di temukannya, hanya sofa kulit panjang berwarna hitam dengan meja kopi persegi di depannya, sebuah meja yang lebih besar dan kursi putar di belakangnya berada di sisi dinding yang berhadapan dengan pintu masuk, Sooji juga bisa melihat sebuah lemari yang berisi beberapa jenis botol minuman dalam berbagai ukuran di sudut ruangan dan terdapat sebuah bar mini yang menutupi lemari tersebut, lengkap dengan gelas serta peralatannya. Terdapat jendela prancis dua pintu tepat di seberang mini bar, sehingga cahaya dari luar bisa langsung masuk menerangi gelas kristal yang tersusun rapi di atasnya. Ruangan ini terlihat seperti ruang kerja, tapi tidak ada apa-apa selain gelas dan botol minuman di atas meja.

"Sooji, ambil ini dan segeralah pulang," sahutan Myungsoo membuat pengamatan Sooji berakhir, wanita itu berdiri menghadap ke arah pria itu dengan wajah bingung.

"Oh oke, terima kasih." Setelah mengambil tas laptop yang di sodorkan Myungsoo, ia masih berdiri di sana, melarikan pandangannya.

"Tunggu apa lagi, segeralah pulang," tegur Myungsoo kesal karena Sooji sama sekali tidak beranjak dari tempatnya. Ia melihat wanita itu menggaruk lengannya kemudian melemparkan tatapan malu padanya sekilas.

"Aku tidak tau jalan pulang ke rumahmu," gumam Sooji dengan wajah cemberut.

Myungsoo menghela nafas frustasi, "aku akan memesankan taksi untukmu. Dia bisa menurunkanmu persis di depan rumah, ayo keluar..." langkah Myungsoo terhenti saat ia merasa Sooji tidak bergerak di tempatnya, pria itu berbalik padanya dengan pandangan jengah, "sekarang apalagi?"

"Hmm, aku tidak punya uang untuk bayar taksi."

"Astaga Bae Sooji! Aku yang membayarnya, aku! Jadi sekarang keluar dan pulanglah!" Myungsoo berteriak marah, setelahnya pria itu langsung keluar dari ruangannya tanpa sedikitpun menoleh membuat Sooji mencibir.

"Aku tidak mau pulang," gumamnya dengan raut wajah enggan, "tapi bagaimana caranya?" Wanita itu bermonolog sembari memikirkan cara agar bisa berada di sini untuk mengintai Myungsoo. Lahan pekerjaan pria itu terlalu membuatnya penasaran, jadi sebelum mendapatkan apapun, ia tidak akan pulang.

"Oh, aku tau...ckckck, dasar Kim Myungsoo bodoh!" Serunya dengan senyum penuh rencana, dengan santai wanita itu melangkah keluar ruangan, mengikuti arah ke mana mereka masuk tadi dan menemukan Myungsoo berdiri di ujung tangga, menunggunya.

"Lelet sekali," gerutu pria itu kemudian berjalan menuju pintu depan, beberapa kali membalas sapaan pelayan yang menyapanya tanpa menghentikan langkah. Sooji hanya memperhatikannya, sembari melihat-lihat sekelilingnya. Sampai ketika mereka mencapai pintu utama, Myungsoo membuka dan membiarkan Sooji keluar lebih dulu.

Sooji memperhatikan jalanan di depannya yang terlihat lebih ramai daripada di belakang gedung tadi, club ini memiliki pagar tinggi yang memisahkan halamannya dengan jalanan namun, pagar tersebut tidak terlalu tertutup jadi masih memungkinkan untuk melihat keadaan di luar. Ia kemudian menjauh dari pintu utama, berputar untuk memperhatikan gedung yang baru saja ditinggalkannya lalu kembali menatap halaman luas yang terlihat kosong di depannya. Sepertinya itu adalah halaman parkir untuk para pengunjung saat malam.

"Club ini sepertinya sangat luas ya," ucap Sooji pada Myungsoo yang sudah berdiri di sampingnya, pria itu baru selesai menelpon taksi dan mereka sedang menunggu.

"Ya."

Sooji menggerutu tanpa suara saat mendengar jawaban singkat tersebut, malas untuk beramah tamah kepada Myungsoo, ia kembali memainkan kepalanya. Melihat-lihat keadaan sekitar, selama ke jeju ia tidak pernah memasuki club malamnya, karena ia ke sini murni untuk pekerjaan. Tapi dari yang dilihatnya, sepertinya club di sini akan lebih ramai daripada yang ada di Seoul. Karena bangunannya lebih besar. Matanya lalu bergerak ke arah kiri, ia mengintip ketika menyadari ada satu bangunan terpisah tepat di sebelah club namun, masih dalam satu area yang sama. Sooji melangkah lebih dekat lalu melihat papan nama yang menggantung di atas bangunan itu.

Nada terkesiapnya terdengar hingga ke telinga Myungsoo, membuat pria itu langsung menoleh untuk mencari keberadaannya.

"Sooji..."

"Myungsoo, ini..." Sooji melotot tidak percaya, ia menoleh dan menatap ngeri pada Myungsoo yang berdiri tak jauh di belakangnya, "ini rumah bordil?" tanyanya dengan seruan histeris, ia mengerjap ketika tidak menemukan penyangkalan dari raut wajah Myungsoo. Kedua tangannya terangkat untuk membekap mulutnya.

Myungsoo hanya terdiam melihat reaksi Sooji, ia sudah bisa menebak jika wanita itu pasti akan sangat terkejut karena mengetahui club ini berdiri berdampingan dengan rumah bordil. Ia tidak akan menyalahkan Sooji ketika wanita itu memberikan tatapan menuduh dan penuh spekulasi kepadanya. Ia hanya berdecak.

"A-apa yang kau lakukan di sini?" Setelah berhasil mengumpulkan suaranya kembali, Sooji bertanya dengan suara tercekat. Segala pemikiran buruk sudah terlintas di otaknya saat ini dan ia tidak berani menyuarakan apapun yang sedang dipikirnya sebelum Myungsoo menjawab pertanyaannya.

"Taksimu sudah datang. Pulanglah," Myungsoo berbalik, menanti taksi yang memasuki halaman club dan berhenti tepat di depannya. Ia berbicara kepada supir taksi sejenak, lalu kembali menghadap Sooji.

"Sooji pulanglah, aku sudah memberikan alamatku," ucapnya lagi, mengabaikan wajah Sooji yang seolah-olah sedang menuntutnya.

"Myungsoo."

"Masuk ke taksi Sooji. Sekarang." Myungsoo melotot dengan suara dinginnya memberikan perintah pada Sooji, membuat wanita itu mau tak mau bergerak menuju taksi.

"Aku belum selesai denganmu." Tukasnya sesaat sebelum menutup pintu, Myungsoo hanya menghela nafas panjang. Berdiri menyaksikan taksi Sooji menjauh dan berbaur dengan keramaian jalanan.

"Kau tidak sedang memulai sesuatu, Sooji..."

¤¤¤

Myungsoo menemui Jo setelah memastikan Sooji benar-benar telah pulang ke rumah, baru saja menelpon ibunya dan mengatakan Sooji telah tiba. Ia menghela nafas untuk ke sekian kali sebelum mengetuk pintu ruangan Jo.

"Masuklah.."

Ia membuka pintu dan menemukan Jo di sana, seperti biasa pria itu duduk di belakang mejanya, dengan tangan memegang segelas brendi dan mengatur posisi seolah sudah  menunggu kedatangan Myungsoo sejak tadi.

"Myungsoo, my man..." Jo tersenyum ceria mengangkat gelas ke arah Myungsoo, lalu menyesap cairan brendinya, "kudengar kau membawa seorang wanita? Ke ruanganmu?" Kilat jenaka terlihat di kedua mata Jo, lalu terkekeh membayangkan apa yang mungkin saja dilakukan Myungsoo bersama seorang wanita dalam ruangan itu.

Hanya dengan sekali melihat, Myungsoo bisa menebak apa yang ada dalam kepala kotor Jo. Ia mendengus lalu duduk di hadapan pria itu, "bergosip tidak cocok untukmu, pak tua."

Jo tertawa, pria tua itu menggelengkan kepalanya lalu meletakkan gelas di atas meja. Pandangannya langsung tertuju pada Myungsoo, dengan mimik serius.

"Gosipnya, dia sangat cantik?"

Mata Myungsoo berkilat tajam, pria itu mengepalkan kedua tangannya di atas paha kemudian berdesis dengan geraman kejam, "dia bukan siapa-siapa Jo. Jangan berani-berani mengganggunya."

"Oh santai man. Aku hanya bertanya, tidak perlu semarah itu," Jo mengangkat tangan pertanda bahwa ia menyerah, "lagipula aku sedang tidak membutuhkan perempuan baru."

Myungsoo berdecak, "jadi hari ini siapa yang akan kutemui?" Ia kemudian bertanya.

"Hmm, mari kita lihat..." Jo bergumam pelan, mengambil sebuah map yang berisi daftar-daftar klien yang telah membuat janji dengannya terlebih dahulu.

"Kau tau, setelah mengatakan kau akan berhenti dalam satu bulan, banyak yang datang dan ingin bersamamu sebelum kau keluar. Kau yakin hanya mengambil satu klien dalam sehari?" tanya Jo dengan santai, "aku bisa mengatur jadwalmu, sehari dua atau tiga klien mungkin..."

"Tidak Jo. Hanya satu, itu keputusanku."

"Ya, ya, baiklah...hanya satu," gerutu Jo tidak senang, ia kemudian mengambil selembar kertas dan memberikannya pada Myungsoo.

"Jo Hyemi, dia seorang arsitek senior. Usianya masih 35 tahun dan membutuhkan seorang partner untuk menemaninya dalam penandatanganan kontrak. Dia mengatakan proyek ini sangat penting untuk perusahaannya, jadi dia membutuhkan pria yang bisa memberikan kesan baik pada rekan bisnisnya."

Myungsoo mempelajari profil singkat milik Jo Hyemi, seorang wanita karir yang masih melajang sampai saat ini karena terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Wanita itu tidak pernah terlibat affair berlebihan dengan pria manapun, semua mantan kekasihnya memutuskannya karena dia lebih memilih menghabiskan waktu di depan meja gambarnya dibandingkan menghangatkan ranjang kekasihnya. Wanita malang, ckckck.

"Tidak masalah. Jadi jam berapa dan di mana pertemuannya?"

"Oh tidak seperti itu, nona Hyemi telah berpesan bahwa kau perlu untuk menjemput di apartemennya jam 6 sore, setelahnya kalian akan berangkat bersama."

Myungsoo memeriksa jam tangannya, dan ia masih memiliki waktu lebih dari enam jam untuk berangkat, "baiklah, kirimkan aku alamatnya. Aku akan menjemputnya."

"Kau mau ke mana? Buru-buru sekali," Jo menyesap sisa brendinya hingga tandas, menaikkan alis menatap Myungsoo yang sudah beranjak dari kursi.

"Aku ada urusan."

Punggung Jo langsung tegak saat Myungsoo mengucapkan itu, "ah karena kau telah menyebutkannya, biar aku bertanya satu hal," Jo mengusap dagu mengamati Myungsoo yang mengernyitkan keningnya dengan bingung, "apa sebenarnya yang sedang kau kerjakan? Akhir-akhir ini kau selalu mendekam dalam ruanganmu."

"Apapun yang kukerjakan bukan urusanmu, Jo. Kau hanya perlu tau aku telah mengerjakan tugasku dengan benar," desis Myungsoo tajam, lalu tanpa menunggu jawaban pria tua itu, ia berbalik melangkah keluar dari ruangan tersebut.

¤¤¤

Tepat jam 9 malam Myungsoo memarkirkan mobilnya di depan rumah, ia baru selesai menemani Jo Hyemi dalam pertemuan bisnis. Wanita itu sangat sopan dan cerdas, sepanjang pertemuan mereka selalu membahas permasalahan yang hanya akan dimengerti oleh orang-orang yang intelek, beruntung Myungsoo memiliki latar pendidikan yang baik sehingga ia bisa memberikan pendapat mengenai pemabahasan mereka tadi.

Jo Hyemi juga tidak seperti kliennya yang lain, dia adalah seorang profesional. Ketika mengatakan dia membutuhkan partner untuk makan malam bisnis, maka itulah yang terjadi. Tidak ada godaan ataupun isyarat yang memintanya untuk dibawa ke ranjang dan Myungsoo sangat menghargai kesopanan wanita itu.

Namun, menemukan wanita cerdas sekaligus sopan seperti Jo Hyemi di antara kliennya tidaklah mudah, wanita semacam itu hanya segelintir yang pernah ditemuinya. Selebihnya, mereka terlalu sering melempar kode padanya yang mana itu membuatnya jengah. Memang ada beberapa yang diterimanya, tapi itu hanya sekedar pemuasan kebutuhan biologis semata. Namun, ada juga beberapa klien yang menuntut, mengharuskan ia untuk melayani mereka di atas ranjang. Padahal apa yang dikerjakannya tidak seburuk itu. Banyak yang sering salah paham dengan pekerjaan yang ia lakukan.

Bagi beberapa orang mungkin saat mendengar Man Escort, akan langsung menghubungkan pekerjaan itu ke hal-hal yang negatif, seperti pekerja seks komersial. Padahal pada dasarnya kedua pekerjaan itu sangat berbeda. Dalam kondisinya, Myungsoo adalah seorang Man Escort yang memungkinkan dirinya untuk menerima tawaran beberapa wanita lajang ataupun bersuami untuk menemani mereka di beberapa kesempatan, sejauh ini ia sudah menemani wanita dari berbagai macam latar belakang. Mulai dari pebisnis, pengusaha, karyawan, sampai beberapa aktris atau model pernah menggunakan jasanya. Di antara mereka banyak yang membutuhkan pasangan atau partner untuk menghadiri acara tertentu, beberapa wanita karir yang telah bersuami juga mengungkapkan jika mereka lebih memilih menggunakan jasa Man Escort untuk menemani mereka dalam pertemuan bisnis, karena kebanyakan pria-pria yang bekerja dalam bidang ini memiliki wawasan yang luas jadi akan sangat menguntungkan jika membawa mereka dalam pertemuan bisnis yang membutuhkan otak cemerlang untuk bisa melancarkan diskusi mereka.

Ini juga berlaku untuk seorang Lady Escort, tugas mereka hanya menemani, tapi Myungsoo lebih suka menamakannya dengan 'melayani'. Baginya, mereka semua tidak lebih dari seorang klien, ia hanya perlu melakukan tugas untuk melayani kebutuhan mereka dan menerima bayaran.

Tugas mereka memang hanya sekedar menemani dalam pertemuan umum maupun pribadi, tapi tidak jarang pula ada yang sampai menemani di atas ranjang. Beberapa klien terkadang membutuhkan hal lebih selain apa yang mereka terima, dan seperti yang Myungsoo sebutkan tadi bahwa ia juga ia menerima beberapa permintaan seperti itu yang didasarkan atas kebutuhan biologisnya. Namun, ia tidak serta merta menerima semua tawaran yang ada.

Dalam hal ini, adalah mutlak pilihan dari para Man/Lady Escort, maukah melayani di atas ranjang atau tidak. Tanpa paksaan dan jelas atas persetujuan kedua belah pihak.

Myungsoo bukan pria suci yang akan mengaku bahwa ia tidak pernah tidur dengan wanita, ia adalah pria normal yang tinggal di lingkungan yang tidak benar-benar baik dan jelas memiliki kebutuhan biologis yang perlu untuk dipenuhi. Sejak kecil ia sudah sering menyaksikan kejadian-kejadian serupa. Tidak ada kejutan, dan Myungsoo tidak harus memandang rendah para wanita-wanita yang menjajakan tubuh mereka untuk mencari uang, Myungsoo menghargai mereka karena seumur hidupnya ia telah dikelilingi oleh wanita-wanita seperti itu.

Sekarang, ia hanya perlu membenahi dirinya. Pekerjaan ini sudah tidak terlihat menjanjikan untuknya. Meskipun mendapatkan bayaran yang tidak sedikit, tapi ia sudah tidak suka dengan pekerjaan yang tidak memiliki tujuan seperti ini. Ia butuh mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang tetap, meskipun tidak sebanyak penghasilannya saat ini, setidaknya ia sudah membelikan rumah untuk ibunya.

Selama ini Myungsoo tetap bekerja hanya demi kebahagiaan ibunya, ia tau berapa banyak waktu dan tenaga yang dihabiskan ibunya untuk mengurusnya sejak masih dalam kandungan, ketika memikirkan masa kecilnya yang bahkan untuk minum susu saja ibunya harus memohon-mohon pada Jo untuk meminjamkan uang, ia merasa tidak berdaya. Membayangkan ibunya menangis hanya untuk membuatnya dapat minum susu sangat menyakitkan hatinya. Myungsoo selalu berjanji pada dirinya sendiri, bahwa segala uang yang dimilikinya akan ia berikan kepada ibunya, membiarkan ibunya menghabiskan semua uang yang ia miliki untuk mewujudkan segala keinginan yang tidak pernah terwujud.

Dan hanya tinggal menunggu waktu saja untuk bisa melihat ibunya meraih kebahagiaan tersebut, tinggal satu langkah lagi dan ia akan menyempurnakan kebahagiaan ibunya. Membuat ibunya bangga telah memilikinya di dunia ini.

"Myungsoo?"

Myungsoo terlonjak kaget saat ia mendengar bisikan itu, mengusap ujung matanya yang sedikit basah lalu membalikkan badan. Di belakangnya Sooji berdiri dengan pandangan waspada.

"Ka-kau baru pulang?" Tanya wanita itu ketika tidak mendengar suara Myungsoo, "bibi sudah tidur, kau mau makan malam?"

Alis Myungsoo berkerut melihat perubahan sikap Sooji, perasaan baru beberapa jam yang lalu ia masih bisa melihat kekeras kepalaan Sooji terhadapnya, tapi malam ini, wanita itu terlihat tidak seperti biasanya.

"Apa kau sakit?" tanyanya sinis, menyipitkan mata dengan curiga.

"Tidak, aku hanya bertanya," Sooji berkelit dengan mata mengerjap, "ya kalau tidak mau makan ya sudah! Tidak perlu marah begitu," dan kini sikap Sooji kembali seperti semula yang mana itu tidak mengherankan, Myungsoo hanya menggelengkan kepalanya.

"Eum Myungsoo?" Sooji kembali bersuara pelan ketika pria itu hendak meninggalkannya menuju ke kamarnya.

"Apa lagi?"

"Seharusnya kau tidak ke kamarmu. Aku tidur di sana," ucapnya dengan tenang seperti ia sedang mengingatkan anak kecil untuk tidak lupa mencuci kaki sebelum tidur.

Myungsoo memutar bola matanya kesal, "itu kamarku, jadi kenapa aku harus mendengarkanmu?"

Sooji mengulum bibirnya datar, ia menghentakkan kaki dengan kesal, "kasihanilah aku. Masa kau tega membiarkanku tidur di lantai?"

"Memangnya kau siapa sampai aku harus tidak tega?" Tanya Myungsoo telak membuat kepala Sooji tertunduk.

"Aku Bae Sooji," jawabnya dengan berbisik.

"Ck, kau hanya menumpang di sini jadi jangan banyak tingkah. Aku punya hak untuk mengusirmu dari rumahku." Myungsoo berdecak, lalu berbalik, meninggalkan Sooji yang berdiri mematung di ruang tengah.

¤¤¤

To be continued...

Aku kasih note lagi ya. Ini masalah pekerjaan Myungsoo.

Kalau misal kalian jeli untuk lihat tag cerita ini, pasti dari awal sudah atau apa pekerjaan Myungsoo karena aku masukan dalam tag 😂

Eh tpi bukan itu yg mau aku ksih catatan, melainkan mengenai Man Escort, mngkin ada bbrapa dri kalian tau apa itu Man Escort , tpi ada jga yg tidak. Atau mungkin jg ada yg lbih familiar dgn Lady escort. Kalau misal dri penjelasan di atas blum paham, aku bsa sdikit jelasin di sini.

Jdi kemarin stlah aku cari" di gugel ttg apa itu Man Escort, banyak artikel yg memuat ttg topik itu, banyak jg pendapat yang berbeda-beda mengenai definisinya. Tpi scara keseluruhan punya makna yg sama, dan dri semua pengertian" itu aku mengambil kesimpulan, pda dsarnya man/lady escort itu memiliki deskripsi tugas yg sama. Jdi man escort itu semacam pria panggilan yg khusus menemani beberapa wanita lajang maupun berstatus(punya suami), kebanyakan yg membutuhkan jasa man escort itu para wanita karir dan ini true story loh, di prancis bnyak pebisnis wanita yg suka menyewa man escort untuk menemani mreka di acara" tertentu.

Di sini man escort beda ya dgn gigolo sprti yg kalian tebak, kalo mr.g ini kan dia pekerjaannya sama dgn psk tuh, yg dibayar buat melayani di ranjang, nah kalo man escort murni hanya menemai, ibaratnya sih mirip partner/pasangan gitu deh, tpi bukan pacar sewaan ya. Beda loh itu. Jdi di sini si abang bukan mr.g, dia itu man escort, yg kerjanya temenin tante" cantik ato cewe" bahenol buat dtg ke acara tertentu 😂

Jdi udah jelas kan kerjaan abang, gk ada yg nanya" lgi nih 😁 klo msih belum jelas, ayuk atuh dibuka mbah gugel trus ketik man escort, baca" aja artikel di sana biar lbih jelas lgi.

P.s : man escort itu pekerjaan legal dibeberapa negara loh.

[03/09/17]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top