👉 Chapter 8
Bibir mungil itu sedari tadi hanya bungkam. Mata sipit itu menatap lurus ke depan, ke jalanan aspal yang dilalui oleh banyak kendaraan. Dan wajahnya, walaupun terkesan datar, namun masih tampak dengan jelas sebuah kesedihan di sana.
Chanyeol POV
Sehun diam, aku pun juga demikian. Gadis itu sepertinya terlalu malas untuk sekadar mengobrol denganku. Apa aku kurang menarik di matanya, ya? Ah, bisa jadi jawabannya iya. Entah sudah berapa kali aku mengalihkan pandangan mataku dari jalanan di depan sana, hanya untuk melihat wajahnya yang dingin itu. Menurutku, Sehun memang tipe seorang gadis yang mematok harga pada ucapannya itu dengan harga yang mahal.
Aku, Park Chanyeol, bukanlah seorang pemuda yang nyaman dengan suasana seperti ini. Menurutku ini sangat aneh. Aku, berada di dalam mobil ini tidak sendiri. Namun, kenapa aku merasa sendiri?
Hh ... salahkah jika aku menganggap Sehun seperti manekin hidup sekarang?
“Sehun-ssi.” Akhirnya, aku memantapkan hati untuk memanggilnya. Sekalipun mungkin saja panggilan itu tidak dihiraukannya, aku siap. Karena kutahu, suasana hatinya sedang tidak baik.
“Ya?”
Dan aku pun tersenyum lebar saat dia menyahutnya. Jadi, dia tidak sepenuhnya diam. Telinganya masih termanfaatkan dengan baik. “Ng ... bagaimana kalau kita singgah ke ...,” aku mencoba mengingat-ingat tempat yang bagus untuk dikunjungi, “um ... taman misalnya?”
Dari sudut mataku, aku melihatnya menggeleng. Tanda bahwa ideku tersebut kurang menarik. “Aku ingin cepat-cepat sampai,” ucapnya dengan nada yang tanpa adanya semangat sama sekali. Seperti seseorang yang sedang mengalami 5L. Lemah, lesu, lelah, lunglai, dan lapar. Ia tadi memintaku untuk mengantarnya ke rumah Kai. Pemuda itu adalah teman dekatnya. Ia selalu berbagi kisah dengan Kai. Oh, Sehun-ssi ..., tak tahukah kau, kalau aku sedikit ... cemburu.
Ya, aku cemburu. Kenapa harus Kai, saat di sini ada aku? Aku bisa menjadi pendengar yang baik. Aku juga bisa menjadi penasehat yang bijak. Apa wajahku ini tidak memungkinkan untuk menjadi seperti itu semua? Oh, ayolah ... biarkan aku menjadi seperti Kai untuk sekali ini saja.
“Ah, baiklah.”
Akhirnya, aku pun hanya bisa mempercepat laju mobilku.
Author POV
Suara deru mobil yang semakin terdengar bising itu menandakan bahwa mobil tersebut sedang melaju dengan kecepatan tinggi. Pemiliknya sudah memodifikasinya menjadi mobil yang awalnya bersuara tenang dan wajar, kini berubah menjadi mobil yang membuat orang lain yang tidak terbiasa mendengarnya menjadi ingin menyumpal telinga mereka dengan apa pun agar suara itu tidak terdengar.
Tapi, lain halnya dengan Sehun. Gadis itu sama sekali tidak mengeluh atau pun protes dengan suara mobil itu. Karena baginya, suara hatinya lebih ribut daripada suara mobil tersebut. Dia butuh seseorang yang bisa mendengarkan keluh kesahnya saat ini. Dan Kai-lah yang paling tepat. Tidak mungkin jika ia bercerita pada Chanyeol, karena baginya, pemuda itu masih berstatus sebagai orang asing yang baru saja mulai mengambil ancang-ancang untuk ikut mencampuri hidupnya.
Suatu hal atau lebih mengarah ke masalah yang tidak boleh sembarang orang mengetahuinya. Itu adalah aib. Keburukan yang berasal dari ayah kandungnya sendiri.
“Sehun-ssi,” Chanyeol memanggil Sehun lagi. “Apa kau tidak ingin pulang ke rumahmu?” tanyanya. Meskipun saat ini gadis itu bersamanya, namun, ada orang lain yang sedang mengkhawatirkan gadis itu. Yaitu, ayahnya. Ya, ayah mana yang tidak khawatir jika putrinya pergi dengan amarah yang memuncak, serta tidak pulang semalaman. Pasti semua ayah di dunia ini memiliki rasa tersebut. Kecuali, ayah yang tidak memiliki hati.
“Tidak untuk sekarang,” jawab Sehun tanpa menoleh sedikit pun ke arah Chanyeol. Ia belum siap untuk bertatap muka dengan ayahnya lagi. Ia khawatir jika perasaan benci kepada pria paruh baya itu semakin memenuhi hatinya. Ia belum siap.
“Tapi ayahmu kini sedang mengkhawatirkanmu.”
“Ya?” Sehun langsung menoleh ke arah Chanyeol penuh selidik.
Chanyeol yang sadar akan perkataannya pun langsung meralatnya, “M-maksudku, ayahmu pasti sedang mengkhawatirkanmu sekarang.” Dalam hati, pemuda itu merutuki kecerobohannya. Jangan sampai Sehun tahu, kalau selama ini dialah yang mengawasi setiap gerak-gerik gadis itu. Dia tidak ingin Sehun menjauhinya.
Sehun mendesah. “Aku tidak peduli.” Menurut Sehun, ayahnya memang pantas jika sekarang mengkhawatirkannya. Bukankah itu memang sikap seorang ayah yang sesungguhnya? Harusnya memang iya.
“Ah ... seperti itu.” Chanyeol manggut-manggut paham. Setelah itu, ia terdiam. Sehun pun demikian. Tidak ada obrolan lagi di antara keduanya. Sebab, Chanyeol bingung harus membahas apa lagi dengan gadis itu. Pemuda tersebut sangat ingin menghiburnya. Namun, dengan melihat wajah Sehun dari samping saja, sepertinya hal itu tidak memungkinkan. Dan juga, Chanyeol juga sedang tidak memiliki stok cerita atau apa pun dengan genre humor. Jadi, ia hanya berdeham-deham saja. Ya ... anggap saja kalau tenggorokannya sedang gatal.
Keterdiaman itu berlangsung hingga mereka tiba di rumah Kai. Chanyeol langsung pulang. Dia tidak ingin ikut campur dalam masalah Sehun kali ini. Karena dia tahu, yang dibutuhkan Sehun saat ini adalah Kai. Dan juga, Sehun tadi tidak mengatakan apa pun padanya.
“Terima kasih.” Oh, tidak. Ada dua kata itu yang diucapkan Sehun tadi. Dan setelah itu, gadis itu berlalu pergi, menghilang di balik pagar rumah Kai. Tanpa mempersilakannya untuk ikut masuk ke dalam.
,,,,,
Kini, tak ada yang bisa membuatnya tertawa. Semuanya terasa datar. Bahkan, cerita komedi sekalipun.
Sehun tiba-tiba saja memeluk Kai. Jelas saja pemuda itu terkejut bukan main. Tidak seperti biasanya. Biasanya, gadis itu hanya akan bersandar di bahu Kai saja, itu pun jika ada masalah yang sedang menimpanya.
“Kai-ya,” Sehun memanggil Kai lirih. Air mata sudah mengalir di pipinya, dan bahkan, sudah mendarat di baju berwarna hitam yang dikenakan oleh sahabatnya itu.
“W-wae? Kau kenapa, hah?” tanya Kai bingung.
“Kau kemarin pergi ke Busan, ya? Kenapa kau tidak mengajakku? Kau tahu, aku juga merindukan harabeoji dan halmeoni di sana.” Bukannya menjawab pertanyaan Kai, Sehun malah membahas hal lain.
“I-iya. Tapi, dari mana kau tahu? Apa ... Chanyeol memberitahumu?” Kai mengernyit saat tak sengaja mendengar suara isakan. “Semalam aku meneleponmu. Tapi kau tak mengangkatnya. Apa kau tidak membawa ponselmu?” Kai tadi tidak melihat Chanyeol. Yang membukakan Sehun pintu adalah ibunya.
“Tidak. Ponselku ketinggalan di rumah.”
“Apa?” Kai terkesiap. Pemuda itu pun langsung melepaskan pelukannya. Dilihatnya wajah Sehun yang sudah penuh dengan air mata. Matanya kelihatan sembab, serta hidungnya memerah. “Yak, Sehun-ah! Kau ... tidak kenapa-kenapa, 'kan?”
Sehun dengan berat hati menggelengkan kepalanya. Tangan kanannya kemudian tergerak untuk memegangi dadanya. Sesak, serta ada rasa nyeri di sana. “Aku ... tidak kenapa-kenapa,” ucapnya, mencoba meyakinkan Kai.
Namun, bukan Kai namanya jika tidak peka terhadap perasaan Sehun. “Hei, Sehun-ah.”
Tanpa babibu, Sehun langsung memeluk erat Kai lagi. Gadis itu semakin terisak. “Appa ....”
“Wae? Kenapa dengan appa-mu, hah?”
Sehun pun kemudian menceritakan semua masalahnya kepada Kai. Dan Kai, tentunya terkejut bukan main mengetahui hal itu. Ingin rasanya pemuda itu meninju wajah ayahnya Sehun. Ya, agar sakit hati Sehun bisa terbalaskan.
***bad***
“Chanyeol-ssi!”
Chanyeol mengerutkan dahinya begitu memasuki rumah. Di depan sana, kini berdiri seorang pria paruh baya yang ia kenalnya. Itu Oh Seo Jong, ayah Sehun. “Ah, Ajeossi.” Chanyeol tersenyum. Sejujurnya, ia sedikit terkejut akan kedatangan Tuan Oh di rumahnya. Tiba-tiba dan tanpa menghubunginya terlebih dahulu. Pemuda tinggi itu kemudian melangkah mendekati Tuan Oh.
“Di mana ... putriku?” tanya Tuan Oh. Ia tak melihat Sehun bersama Chanyeol. Karena setahunya, pemuda itu tadi membalas pesannya yang menyatakan bahwa putrinya ada bersama pemuda tersebut.
“Ah, putri Anda ada di rumahnya Kai. Dia tadi menyuruhku agar mengantarnya ke sana,” jawab Chanyeol.
Tuan Oh tersenyum. Lalu, beliau berkata, “Apa ... dia baik-baik saja?”
Chanyeol tersenyum hambar. “Tidak. Dia tampak tidak baik-baik saja.”
Bagaimana bisa seseorang akan baik-baik saja setelah mengetahui kalau ayah kandungnya berkhianat? Bahkan, untuk pura-pura tersenyum sekalipun, rasanya begitu sulit. Hanya air mata yang terlihat. Namun, Sehun bisa menutupinya dengan ekspresi datar andalannya.
“Ya ... dia memang tidak dalam keadaan yang baik-baik saja. Kalau begitu, terima kasih banyak,” Tuan Oh menepuk bahu Chanyeol, “terima kasih banyak karena sudah mengawasi anak saya.”
“Ne, Ajeossi. Senang, bisa membantu Anda,” balas Chanyeol.
“Kalau begitu, saya permisi dulu.” Tuan Oh lalu melangkah pergi dari sana.
***bad***
Kai menatap dingin pria paruh baya yang kini duduk di hadapannya itu. Dulu, ia sangat menghormatinya. Namun sekarang, sepertinya hal itu tidak berguna. Menghormati seseorang yang telah membuat anak kandungnya sendiri sakit hati. “Apa yang membuat Ajeossi datang kemari?” tanyanya dingin.
“Saya mau menjemput Sehun,” jawab pria itu, mencoba setenang mungkin.
“Menjemput Sehun? Tapi maaf, Sehun tidak ada di sini,” bohong Kai. Dari mana dia tahu kalau Sehun ada di sini? pikirnya.
“Benarkah? Kau tidak sedang berbohong, 'kan?”
“Tidak.” Kai mengelak.
“Di mana eomma-mu? Saya ingin bertemu dengannya.”
“Eomma–”
“Kenapa kau mencariku?” Belum sempat Kai menyelesaikan kalimatnya, ibunya sudah datang sambil membawa nampan yang berisi secangkir kopi di tangannya.
“Tidak kenapa-kenapa.”
“Apa yang membawamu kemari?” tanya Nyonya Kim sambil menaruh cangkir tersebut ke atas meja.
“Aku ingin menjemput putriku,” jawab pria itu, Oh Seo Jong.
“Setelah apa yang kau lakukan padanya?” Nyonya Kim lalu mendesah. “Yak, Oh Seo Jong-ssi. Kau tahu, perbuatanmu itu mampu membuat anakmu menderita. Dia sangat kecewa padamu.”
Tuan Oh lalu bangkit dari duduknya dan langsung berlutut di lantai. “Maafkan aku,” ucapnya dengan kepala yang tertunduk.
“Minta maaflah pada Sehun serta mendiang istrimu. Serta ... minta maaflah juga kepada Tuhan. Perbuatanmu dulu mungkin sangat memalukan. Namun, kau bisa mulai memperbaiki kesalahanmu itu dari sekarang. Sayangilah Sehun. Dia anak kandungmu. Dia butuh kasih sayangmu. Apa selama ini kau tahu apa yang dia alami? Biar aku tebak, kau pasti kurang memperhatikannya. Kau terlalu sibuk dengan pekerjaanmu. Mungkin, menurut orang-orang di luaran sana, Sehun adalah gadis yang buruk. Namun, menurutku itu tidak benar. Dia hanya merasa kesepian. Seo Jong-ssi, kau paham 'kan, dengan maksud ucapanku?” ujar Nyonya Kim panjang lebar.
Tuan Oh menganggukkan kepalanya. Air mata yang sedari tadi ia tahan, kini tumpah ruah. Ia memang seorang lelaki. Tapi, tak masalah 'kan, kalau seorang lelaki menangis?
“Tapi ... biarkan aku membawa Sehun pulang.”
Kai dan ibunya saling pandang. Detik selanjutnya, Nyonya Kim mengangguk pelan. “Baiklah ... tapi, kau harus janji kalau kau tidak akan menyakiti hati Sehun lagi.”
“Ya, aku berjanji.”
***bad***
Tuan Oh menatap putrinya yang sedang tertidur pulas itu dalam. Dibelainya pucuk kepalanya sayang. Terbesit rasa bersalah yang amat sangat dalam di hatinya. Anaknya, putri semata wayang dari mendiang istrinya, selama ini membutuhkan kasih sayangnya. Namun, ke mana saja ia selama ini? Hanya sibuk dengan pekerjaannya sebagai direktur, bukan sebagai seorang ayah.
“Sehun-ah ... maafkan Appa.”
.
.
.
Tbc ....
Krisarannya, dong!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top