👉 Chapter 19

.....

"Apa kau tadi melihat Kim Seok Jin? Katanya dia kemarin habis kecelakaan."

"Ya, aku tadi melihatnya. Wajahnya dipenuhi perban."

Dengusan keluar dari mulut seorang Oh Sehun saat mendengar obrolan yang berasal dari dua orang gadis yang sedang berjalan di depannya itu. Kecelakaan? Oh, ayolah ... itu adalah sebuah karya seni yang diciptakan oleh tangan kekar milik Kai, bukan karena kecelakaan.

Sehun lalu memasuki ruang kelasnya. Sudah ada beberapa siswa yang hadir di dalam sana. Ada juga Kyungsoo yang sedang sibuk dengan ponsel di tangannya.

Sehun menjatuhkan diri di bangkunya. Akhir pekan sudah berakhir. Kini saatnya untuk menunggu bel masuk berbunyi. Gadis itu menatap bangku di sebelahnya. Kosong. Itu bangku Chanyeol, dan pemuda itu masih berada di rumah sakit.

"Sehun-ssi!" panggil Kyungsoo. "Ng ... bisa kita bicara sebentar?" pintanya kepada Sehun.

Sehun mengangguk mengiyakan.

"Tapi, tidak di sini. Ikuti aku," ajak Kyungsoo.

Sehun pun mengikuti langkah Kyungsoo. Gadis bermata bulat itu membawanya ke rooftop. Tempat yang sunyi untuk sekadar berbagi rahasia.

"Ng ... anu." Kyungsoo mulai berbicara, namun dia menggantungkan kalimatnya. Raut wajahnya tampak kebingungan. Seperti sedang berada di antara dua pilihan. "B-bagaimana keadaan Chanyeol?" Bukan. Bukan kalimat itu sebenarnya yang ingin dia katakan kepada Sehun. Tentu saja dia sudah tahu keadaan Chanyeol. Semalam dia menghubungi Kai untuk menanyakannya.

"Keadaannya sudah mulai membaik," jawab Sehun. "Apa hanya itu yang ingin kau bicarakan padaku?" tanyanya memastikan. Sangat tidak mungkin Kyungsoo mengajaknya kemari jika hanya bertanya tentang keadaan Chanyeol saja.

Aku bingung, Sehun-ah. Bagaimana aku akan menjelaskannya padamu? Dia saudaramu. Tidak mungkin, kan, aku berbicara tentang keburukan saudaramu itu kepadamu? Kyungsoo membatin.

"Kyungsoo-ssi." Sehun melambai-lambaikan telapak tangannya di depan wajah Kyungsoo. Temannya tersebut tengah melamun. "Hei!"

"A-ah, mianhae."

"Kau melamun, eoh?"

"A-ah, itu ...."

"Kalau tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, sebaiknya kita segera kembali ke kelas. Sebentar lagi bel masuk akan berbunyi," ucap Sehun.

"Ah, baiklah. Sepertinya tidak ada, Sehun-ah. Ayo, kita kembali ke kelas."

Mereka pun melangkah pergi dari sana. Dengan Kyungsoo yang masih diliputi oleh perasaan bersalahnya, sebab gagal memberitahu Sehun sebuah hal yang terus mendekap di pikirannya itu.

Flashback on

"Bukankah aku sudah bilang padamu untuk tidak melukai Park Chanyeol?"

Kyungsoo yang sedang berjalan menuju kelasnya pun langsung terhenti saat mendengar suara samar yang berasal dari bordes tangga di atas sana. Gadis berperawakan tidak terlalu tinggi itu pun berjalan perlahan menaiki anak tangga menuju sumber suara tersebut.

Sebenarnya Kyungsoo sudah hafal itu suara siapa. Dia hanya ingin memastikan saja bahwa dia tidak salah dengar.

"A-aku tidak sengaja melakukannya, Tao-ssi. Aku betul-betul tidak sengaja."

"Bagaimana bisa Chanyeol dan Kai bisa tahu tempatnya, eoh? Bukankah sebelumnya kau bilang padaku kalau tempat itu cukup terpencil?"

"Aku juga tidak tahu bagaimana mereka bisa tahu tempat itu ...."

"Kau benar-benar tidak bisa diandalkan, Seok Jin-ssi."

"J-jadi ...." Kyungsoo menutup mulutnya tak percaya. Apa yang didengar dan dilihatnya saat ini benar-benar membuatnya terkesiap. Gadis itu lalu segera melangkah pergi dari sana.

Seok Jin dan Tao yang masih berada di sana langsung menoleh begitu mendengar suara langkah kaki yang semakin samar itu. Mereka tampak was-was, jangan sampai obrolan keduanya didengar oleh orang lain.

"Jangan sampai ada yang mendengar pembicaraan kita barusan," ujar Tao.

"Kau yang tidak bisa pelan kalau berbicara, Tao-ssi. Jangan salahkan aku kalau ada yang mendengarnya," balas Seok Jin.

"Ah, terserah kau saja. Yang jelas, aku kecewa padamu." Tao pun melangkah pergi dari sana, meninggalkan Seok Jin yang mendengus kesal.

Flashback off

Tuk tuk tuk

Kyungsoo tampak mengetuk-ngetuk pulpen ke atas meja. Sambil bertopang dagu dan juga melamun. "Hh ...," gadis itu menghela napas panjang. Masih kepikiran mengenai hal yang dilihatnya tadi pagi.

"Sehun-ah, mianhae. Aku tak bisa mengatakannya padamu," gumam Kyungsoo.

.....

"Ajeomma!" Sehun memanggil seorang wanita paruh baya pemilik toko kue yang biasa ia kunjungi. "Apa Ajeomma tahu, apa yang harusnya dibawa saat menjenguk orang yang sakit?" tanyanya kemudian.

"Kau bisa membawakannya buah-buahan," jawab wanita paruh baya itu.

"Buah-buahan, ya. Tapi ... apa tidak ada yang lain? Kurasa kalau buah-buahan, itu terlalu biasa."

"Apa orang yang sedang sakit itu kekasihmu?" selidik wanita itu.

"A-aniyo ... dia hanya ... teman. Ya, teman," elak Sehun.

"Kau bisa membuatkannya bubur."

"Bubur, ya ...."

.....

Sehun melangkah menuju ruang rawat Chanyeol dengan ragu. Di tangannya terdapat sebuah paper bag. Itu berisi bubur. Dia membuatnya sendiri. Tentunya setelah berguru pada ibu tirinya.

"Apa dia akan menyukainya?" gumam Sehun. "Apa dia diperbolehkan makan bubur?" gumamnya lagi.

Sehun lalu mendesah. "Astaga, kenapa aku jadi seperti ini?" tanyanya kepada diri sendiri. Dia menepuk-nepuk kedua pipinya. Berharap kedua pipinya itu tidak memerah.

Sehun tak langsung masuk begitu tiba di depan ruang rawat Chanyeol. Gadis itu mengintip terlebih dahulu melalui kaca yang ada di daun pintu, untuk mengetahui siapa saja gerangan yang ada di dalam sana. Sehun langsung meringis begitu melihat ada Tuan dan Nyonya Park di dalam sana. Haruskah dia masuk ke dalam sana?

Sehun mengintip ke dalam sekali lagi. Keraguan masih menyelimuti dirinya. Antara masuk atau tidak. Tapi ....

Sehun menatap paper bag di tangannya. Dia sudah berusaha keras untuk membuatkan Chanyeol bubur. Betapa ruginya dia kalau pulang sekarang tanpa memberikan bubur buatannya itu kepada Chanyeol.

"Baiklah ... aku akan masuk," ucapnya yakin. Dia pun memutar knop pintu di depannya itu perlahan.

Kriet ....

"Annyeong haseyo," ucap Sehun pelan.

Beberapa pasang mata yang ada di dalam ruangan itu pun langsung menoleh. "Ah, Sehun-ah! Kemarilah!" seru Nyonya Park heboh. Tak lupa untuk menyunggingkan senyum lebarnya.

Dengan canggung Sehun pun mendekati mereka, lalu menyerahkan paper bag yang dibawanya itu kepada Chanyeol.

"Apa ini, Sehun-ah?" tanya Chanyeol.

"Itu bubur," jawab Sehun.

Diam-diam Nyonya Park mencolek pinggang suaminya. "Sayang, ayo kita pergi dari sini," bisiknya.

Tuan Park pun mengangguk. Mereka tak ingin mengganggu putranya dan (mungkin) calon menantunya itu.

"Chanyeol-ah, Eomma dan Appa ada urusan mendadak di kantor. Kau tak apa-apa, kan, kalau kami tinggal?" ujar Nyonya Park.

"Ya, Chanyeol tak apa-apa, Eomma. Pergilah," sahut Chanyeol.

"Sehun-ah, kami titip Chanyeol padamu dulu, ne. Tak apa-apa, kan?" tanya Tuan Park kepada Sehun.

Sehun tersenyum canggung. Lalu, gadis itu mengangguk mengiyakan. "Ne, Ajeossi. Aku tak apa," jawabnya tak yakin.

Tuan Park dan istrinya itu pun melangkah pergi dari sana. Meninggalkan Chanyeol tanpa adanya rasa khawatir sedikit pun.

"Ekhm," deham Chanyeol begitu melihat kedua orangtuanya sudah tak terlihat lagi. "Boleh aku makan ini, Sehun-ah?" tanyanya sambil mengangkat mangkuk yang berisi bubur pemberian dari Sehun itu.

"Ya, tentu saja. Aku membawakanmu itu memang untuk dimakan, bukan untuk dijadikan sebagai pajangan," sahut Sehun. Dia lalu mendudukkan diri ke kursi yang terletak di sisi ranjang Chanyeol.

Chanyeol pun mulai menyendokkan bubur itu ke mulutnya. Dan, detik selanjutnya matanya langsung berbinar. "Ini enak. Di mana kau membeli ini, Sehun-ah?" tanyanya.

"Apa? Yak, Park Chanyeol! Jadi kau berpikiran bahwa bubur itu enak karena aku membelinya, begitu?!" amuk Sehun tak terima. Dia sudah berusaha keras belajar membuat bubur, dan itulah hasilnya. Namun, Chanyeol malah beranggapan bahwa bubur itu adalah hasil dari beli.

"A-aniya. Bubur ini enak, jadi aku tak yakin kalau ini adalah buatanmu. Selama ini aku tak pernah melihatmu belajar hal yang dilakukan di dapur seperti memasak. Jadi, aku beranggapan seperti itu," jelas Chanyeol.

"Jadi, kau meragukan kemampuanku? Yak, Park Chanyeol! Kau tidak pernah melihat keseharianku itu bagaimana dan seperti apa, jadi kau jangan sok tahu."

"Jadi, ini bubur buatanmu?" Chanyeol menaikkan sebelah alisnya.

"Menurutmu?" jawab Sehun dingin. Jika bukan karena rasa bersalahnya, dia mungkin tak akan melakukan hal seperti ini. Ya, meskipun jauh di lubuk hatinya dia tetap memiliki perasaan cemas terhadap pemuda tinggi itu.

"Woah ...." Mata Chanyeol tampak berbinar-binar.

"Waeyo?"

"Tidak apa-apa." Chanyeol lalu cekikikkan. Apa mungkin Sehun sudah mulai memiliki perasaan yang sama denganku? batinnya.

"Kenapa raut wajahmu seperti itu?"

"Hah? Ada apa dengan raut wajahku?"

"Aniya. Tidak ada apa-apa." Sehun mengembuskan napas pelan. Ada rasa senang di dalam dirinya saat Chanyeol mengatakan bahwa bubur pemberiannya itu enak. Ya, meskipun awalnya perkataan pemuda itu sangat menyebalkan.

Beberapa menit telah berlalu. Bubur buatan Sehun kini semuanya telah mendarat dengan indah di dalam perut Chanyeol. Pemuda itu tadi memakannya dengan lahap. Kalau seperti itu, Chanyeol rela sakit terus, biar Sehun perhatian padanya.

"Sehun-ah, aku haus. Bisa kau ambilkan air minum itu untukku?" pinta Chanyeol tiba-tiba sambil menunjuk segelas air minum yang terletak di atas nakas yang mana tidak bisa dijangkau oleh tangannya itu.

Tanpa protes atau mengucapkan sepatah kata apa pun, Sehun menuruti kemauan Chanyeol. Gadis itu mengambilkannya.

"Gomawoyo."

"Apa aku bisa pulang sekarang?" tanya Sehun.

"Andwe!" tolak Chanyeol cepat. "Kau harus menjagaku, Sehun-ah. Seperti yang dikatakan Appa dan Eomma tadi. Nanti kalau jantungku tiba-tiba saja tidak berdetak lagi bagaimana? Sedangkan di sini tidak ada orang. Bagaimana kalau aku mati?" ucapnya dramatis.

Sehun berdecak. Lalu, dia berkata, "Kalau kau mati, ya dikremasi."

"Ya? J-jadi, kau rela kalau aku mati?"

"Ya. Jadi, kau tak usah memasang wajah memelas seperti itu. Semua orang yang ada di bumi ini akan mati. Dan juga, kau tak memiliki riwayat penyakit jantung. Jadi, tak ada yang perlu dicemaskan, kan?"

"Yak, Sehun-ah!"

.....

Tiga jam telah berlalu semenjak Sehun datang menjenguk Chanyeol di rumah sakit. Gadis itu belum pulang, dan malah ketiduran di atas sofa yang ada di ruang tempat Chanyeol dirawat dengan posisi duduk.

Chanyeol turun dari ranjangnya, lalu mengambil selimut miliknya dan berjalan menghampiri Sehun. "Maaf, Sehun-ah. Aku sudah merepotkanmu," ucapnya, kemudian menutupi tubuh Sehun dengan selimut tersebut.

Tangan Chanyeol kemudian terulur untuk menyibak rambut yang menutupi sebagian wajah Sehun. Lalu, ditatapinya wajah polos yang tengah memejamkan mata itu lama. "Apa salahmu, Sehun-ah? Bagaimana bisa mereka berbuat seperti itu terhadapmu?" ucapnya lirih. "Aku minta maaf, karena sudah gagal menjagamu dengan baik."

Chanyeol kemudian duduk di sebelah Sehun. "Kuharap, apa yang aku pikirkan benar, kalau kau sudah mulai memiliki perasaan yang sama denganku," tuturnya sambil menatap wajah Sehun. Dia lalu ikut memejamkan kedua matanya di sana. Tak lupa untuk menyandarkan kepalanya di bahu Sehun. Tak peduli Sehun merasa keberatan atau tidak, sebab harus menyangga kepalanya. Ini merupakan momen yang langka. Bisa berdua-duaan dengan orang yang dicintainya dalam waktu yang lumayan lama. Maka dari itu, Chanyeol tak ingin menyia-nyiakannya.

"Wah, lihatlah mereka. Pasangan yang begitu serasi."

"Mereka tampak begitu polos dan menggemaskan."

"Ya, kau benar."

.

.

.

Tbc ....

---------------------------------------------

Hola!
Woah, aku up lebih cepat daripada biasanya.
Hanya selang beberapa hari saja dari Chapter sebelumnya. Hehehe, mumpung otak lagi 'agak' encer.

Maaf jika di chapter ini ada alur yang nggak logis atau typo-typo yang bertebaran. Manusia memang tak luput dari kesalahan. 🙏🙏🙏

Jujur, aku sangat senang mengetahui bahwa masih ada readers yang menunggu ff gaje ini update. Huhuhu, aku terhura.

Ya udah, silakan komen sesuka hati kalian. Kritik dan saran sangat diperlukan di sini.

22 Juli 2018

Agak galau, sebab ratusan fotoku yang tersimpan di memory card hilang entah ke mana. :(:(
Termasuk foto waktu sama doi.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top