👉 Chapter 13
H
a
p
p
y
R
e
a
d
i
n
g
.....
"Kenapa kau menangis?"
"A-aku takut."
"Takut?"
"Ya. A-aku takut ... aku takut kalau setelah ini, aku tidak bisa melihatmu dan orang-orang yang menyayangiku."
"Hush. Kau tidak boleh bicara seperti itu. Kau harus kuat. Aku tahu, kau itu adalah gadis yang tidak mudah putus asa, dan juga ... keras kepala."
Pletak!
"Aw!" Kai memekik keras saat Sehun dengan seenak hatinya memukul kepalanya. "Yak, kenapa kau memukulku? Aku benar, kan, kalau kau memang keras kepala? Susah diatur, susah dinasehati."
"Yak, diamlah! Ini rumah sakit, bukan lapangan."
"Oh, maaf."
"Kai-ya ... hiks, aku benar-benar takut." Sehun terisak. Dia benar-benar takut sekarang. Beberapa jam lagi, dia akan berhadapan dengan pisau dan gunting bedah. Itu adalah penentu hidupnya. Apakah setelah itu dia akan hidup dengan kondisi tubuh normal, ataukah dia akan hidup dengan kondisi tubuh yang cacat, dan ataukah dia tidak akan pernah bisa melihat dunia lagi. Akan tetapi, semua itu tergantung kehendak Tuhan. Para dokter beserta alat-alat medisnya hanyalah sebagai perantara saja.
Tangan Kai bergerak untuk mengacak rambut panjang Sehun. "Ish, sejak kapan kau jadi berubah pikiran, hah? Bukankah dulu kau sangat ingin cepat mati, eoh?"
Pletak!
Untuk yang kedua kalinya, Sehun memukul kepala Kai lagi.
"Aw! Kenapa kau memukulku lagi, eoh?"
"Kau tahu, aku memang sangat ingin mati. Tapi, itu dulu, saat orang yang menyayangiku hanyalah kau."
Kai tersenyum. "Kau rupanya sudah sadar, ya."
"Yak, Kim Jong In!"
.....
Kai terlihat sedang berdiri sambil bersandar di dinding depan ruang operasi. Raut wajahnya tampak cemas, dan sesekali menatap pintu ruang operasi yang tak kunjung dibuka tersebut. Entah sudah berapa lama dia berada di sini, dia tak melihat jam, dan tak menghitung sudah berapa kali jarum jam berkeliling di dua belas angka itu.
Di sebelah Kai, ada Tuan Oh beserta istrinya yang sedang berdoa kepada Sang Pencipta, berharap putrinya yang tengah berada di dalam sana baik-baik saja.
Jangan tanya Tao di mana. Sebab, semua juga pada tahu kalau hubungan gadis itu dengan Sehun tidak pernah baik, layaknya hubungan antara adik dan kakak. Bahkan, lebih ke musuh. Saling membenci satu sama lain.
Kalau ada yang bertanya kenapa tidak ada seorang Park Chanyeol di sana, sebab pemuda tinggi itu tidak tahu mengenai keadaan Sehun. Meskipun dia sering diperintah oleh Tuan Oh untuk mengawasi anaknya tersebut. Tidak ada yang memberitahunya.
Tak lama kemudian, akhirnya pintu itu terbuka. Dan, keluarlah seorang dokter dari dalam sana. Raut wajahnya tampak tenang dan berwibawa. Tidak tersirat suatu kecemasan di sana.
Namun, itu belum membuat Kai bisa bernapas lega. Dia masih ingin mendengarkan kalimat yang keluar dari mulut dokter tersebut.
"Bagaimana, Dok, keadaan putri saya?" tanya Tuan Oh.
Dokter itu tersenyum. "Keadaannya baik-baik saja. Operasinya berjalan lancar. Kami sudah membersihkan tumor yang bersarang di jantungnya. Namun, pasien tetap harus menjaga kesehatannya. Tidak boleh kelelahan dan melakukan pekerjaan yang berat-berat. Kondisi jantungnya lemah," jawab dokter itu panjang lebar.
Dan, sekarang Kai bisa bernapas lega. Kecemasannya kini sudah lenyap digantikan oleh senyuman lebar. Dia sangat menyayangi Sehun, dan sudah menganggapnya seperti adiknya sendiri, bagaimana pun sifat dan perilaku gadis itu.
.....
"Yak! Kkamjong! Lepas!"
Kai nyengir lebar begitu melepas pelukannya dari tubuh Sehun.
"Apa kau mau membunuhku, eoh?" Sehun mendengus kesal. Baru beberapa menit yang lalu pascaoperasi dan dia telah tersadar, Kai langsung menghujaninya dengan pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya hanya membutuhkan satu jawaban. Lalu, saat dia mencoba bangun dan duduk bersandar pada kepala ranjang, tak ada badai dan tak ada hujan, Kai langsung memeluknya.
Sehun tahu, bahwa Kai pasti sangat mengkhawatirkan keadaannya. Tapi, siapa yang tidak terkejut kalau tiba-tiba saja dipeluk dengan erat?
"Aku senang saat dokter bilang kalau keadaanmu baik-baik saja," ucap Kai.
Sehun tersenyum. "Kau tahu, aku adalah gadis yang kuat. Aku baik-baik saja."
Ceklek
Pintu ruang rawat tersebut terbuka. Muncul Shin Young dan Tuan Oh dari baliknya.
"Appa, Eomma. Kalian dari mana?" tanya Sehun.
"Ah, kami dari mobil. Mengambil hadiah buatmu," jawab Tuan Oh.
Kening Sehun berkerut. "Hadiah?"
"Taraaaaa ...!" Shin Young mengambil sesuatu dari dalam tasnya, yaitu sebuah boneka anjing yang berukuran tidak terlalu besar.
"Boneka?"
"Iya."
Wajah Sehun berubah murung. "Eomma ... Appa ... aku bukan anak kecil ...," ucapnya lirih. Dia lalu menundukkan kepalanya.
"Benarkah?" Shin Young menghampiri putri tirinya tersebut. Lalu, ia mengusap pucuk kepala Sehun sayang. "Yah ... lihatlah dirimu sekarang. Kau tampak seperti anak kecil."
Sehun mendongak. "Eomma ...," rengeknya.
"Tuh, kan, kayak anak kecil."
"Ish."
.....
Chanyeol menatap bangku Sehun yang masih kosong. Beberapa pertanyaan sudah terlintas di kepalanya.
Apa gadis itu sakit?
Apa gadis itu bolos lagi?
Apa gadis itu terlambat?
"Tao-ssi!"
Chanyeol langsung menoleh ke arah sumber suara tersebut. Di sana ada Kyungsoo yang berjalan menghampiri Tao dengan membawa sebuah buku di tangannya.
"Apa kau tahu, kenapa Sehun tidak hadir hari ini?" tanya Kyungsoo.
"Tidak," jawab Tao singkat.
"Yak, bukankah dia saudaramu?" ucap Kyungsoo dengan dahi berkerut.
"Bukan."
"Ya?" Kyungsoo mendesah. Dia tidak tahu mengenai drama yang terjadi di keluarga Tao. Tapi setahunya, Tao dan Sehun dari dulu memang tidak pernah akur. "Oh, oke. Tapi, bisakah aku menitipkan buku milik Sehun ini padamu? Kemarin aku lupa untuk mengembalikannya."
"Maaf, aku tidak bisa. Aku sibuk," tolak Tao dengan alasan yang menurut Kyungsoo tidak logis. Bukankah Tao tinggal serumah dengan Sehun? Apa susahnya hanya menyerahkan buku itu?
Tao lalu melangkah pergi dari sana. Mengabaikan Kyungsoo yang masih berdiri di sana dengan buku milik Sehun di tangannya.
"Ng ... Kyungsoo-ssi," panggil Chanyeol.
Kyungsoo menoleh. "Ya," sahutnya.
"Kenapa kau tidak pergi saja ke rumah Sehun untuk mengembalikan bukunya itu?" tanya Chanyeol.
"Ng ... aku tidak tahu alamat rumahnya," jawab Kyungsoo. "Kami dulu memang satu sekolah waktu di Junior High School, namun berbeda kelas."
"Apa kau mau kuantar ke sana? Aku tahu alamat rumahnya. Dan, aku juga ingin bertemu dengannya."
"Tapi ... apa tidak merepotkanmu?"
"Hahaha, tentu saja tidak. Apa pun yang berhubungan dengan Sehun, aku pasti akan membantumu."
"Ya? Kau ... menyukai Sehun, ya?"
Chanyeol tersenyum. Detik selanjutnya, dia mengangguk.
Kyungsoo tersenyum. "Berjuanglah. Sehun bukanlah gadis yang mudah untuk ditaklukkan. Jadi, mungkin agak sulit untuk meluluhkan hatinya."
.....
"Ajeomma, apa Sehun ada di rumah?" tanya Chanyeol kepada seorang maid yang bekerja di rumah keluarga Oh. Sesuai dengan janjinya bersama Kyungsoo tadi, pemuda itu menemani Kyungsoo untuk mengembalikan buku milik Sehun.
"Ah, dia sedang sakit."
"Ya?!"
Chanyeol dan Kyungsoo pun kompak terkejut.
"Dia sekarang sedang dirawat di rumah sakit," lanjut maid tersebut.
"Apa?" Untuk kedua kalinya, Chanyeol terkejut lagi. "Di rumah sakit?"
"Ng ... kalau boleh tahu, Sehun dirawat di rumah sakit mana, ya?" tanya Kyungsoo.
Maid tersebut pun memberitahu Kyungsoo rumah sakit tempat Sehun dirawat.
"Terima kasih banyak, Ajeomma. Kalau begitu, kami permisi dulu. Annyeonghi gyeseyo," ucap Chanyeol, lalu membungkukkan badannya beberapa derajat ke arah maid itu. Hal yang sama juga dilakukan oleh Kyungsoo. Setelah itu, keduanya pun melangkah pergi dari sana.
"Jadi, kita sekarang akan pergi ke rumah sakit?" tanya Kyungsoo saat dia dan Chanyeol sudah berada di dalam mobil.
"Tentu saja. Kenapa? Apa kau tidak ingin pergi ke sana?"
"Tentu saja aku akan pergi."
"Baiklah, kalau begitu ay–"
Drrrttt ... drrrttt ....
Ponsel yang ada di saku celana Chanyeol bergetar. "Tunggu sebentar." Pemuda itu pun segera merogoh ponsel tersebut, dan melihat ada nama kontak ayahnya tertera di sana. Tanpa membuang waktu, dia langsung menjawab panggilan itu.
"Chanyeol-ah!"
"Ne, Appa. Ada apa?"
"Kau ada di mana sekarang?"
"Ng ... masih di jalan, Appa."
"Cepatlah pulang. Appa dan eomma ada di rumah sekarang."
"Ne? A-appa dan eomma pulang?"
"Iya, Chanyeol-ah."
"Ah, ne, Appa. Aku akan segera pulang."
"Arasseo. Appa tunggu di rumah, ne."
Chanyeol langsung memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celana begitu panggilan ayahnya telah berakhir. Pemuda tinggi itu kemudian menatap ke arah Kyungsoo. "Ng ... maaf, Kyungsoo-ssi. Sepertinya aku tidak bisa pergi ke rumah sakit sekarang. Aku harus pulang. Kedua orangtuaku baru pulang dari luar negeri, dan aku sangat merindukannya," jelas Chanyeol sejujur-jujurnya.
"Ah, iya, tidak apa-apa. Sepertinya aku juga harus pulang. Ini juga sudah larut malam," kata Kyungsoo. "Ke rumah sakitnya ... besok saja."
"Kalau begitu, aku akan mengantarmu pulang."
"Tidak perlu. Aku bisa pulang sendiri," tolak Kyungsoo. Gadis bermata owl itu kemudian membuka pintu mobil, namun Chanyeol dengan gesit langsung menahannya.
"Aku akan mengantarmu. Kita, kan, teman."
"T-tapi ...."
"Tidak ada tapi-tapian."
"Baiklah ...."
.....
Chanyeol tersenyum lebar begitu melihat ayah serta ibunya sudah ada di rumahnya. Akibat seringnya mereka berdua pergi keluar kota, membuat Chanyeol merasa sangat merindukan keduanya.
"Chanyeol-ah, kemarilah, Nak," ucap Tuan Park, menyuruh putra semata wayangnya tersebut agar duduk di sebelahnya.
Chanyeol pun menurut. Pemuda itu duduk di atas sofa sebelah ayahnya. "Kapan Appa dan Eomma sampai?" tanyanya kemudian.
"Em ... sekitar sejam yang lalu," jawab Nyonya Park.
"Bagaimana kabarmu, Jagoan? Apa kau baik-baik saja, hah?" tanya Tuan Park sambil menepuk bahu Chanyeol pelan.
"Kabarku baik-baik saja, Appa," jawab Chanyeol.
"Syukurlah kalau begitu. Oh, ya, bagaimana hubunganmu dengan anak Oh Sae Jong?"
"Ya?" Pertanyaan dari Tuan Park itu membuat Chanyeol langsung terkejut bukan main.
Tuan Park menyunggingkan senyum. "Sae Jong cerita kepada Appa kalau dia meminta tolong padamu untuk mengawasi putrinya itu."
"A-apa?"
"Dan, kau langsung setuju saja. Appa dan Eomma pikir, kau menyukainya. Buktinya, kau sampai rela harus pindah sekolah."
Chanyeol tak habis pikir, bagaimana bisa Tuan Oh menceritakan hal itu kepada ayahnya. Chanyeol tahu, kalau hubungan antara keluarganya dan keluarga Sehun sangatlah baik. Tapi, masalah tentang Sehun dan dirinya adalah suatu hal yang pribadi. Keluarganya dan keluarga Sehun tidak tahu kalau dia menyukai Sehun. Atau apa mungkin gerak-gerik dan sikapnya kepada Sehun selama ini sangat kentara kalau dia menyukai gadis itu? Mungkin saja seperti itu.
Chanyeol masih sangat ingat, bagaimana pertemuannya dengan Sehun dulu. Itu terjadi saat mendiang ibu Sehun meninggal dunia. Sehun yang saat itu sangat terpukul dan menangis meraung-raung, lalu Chanyeol datang dan mencoba menenangkannya. Dia masih mengingat itu semua. Namun, Sehun sepertinya sudah melupakannya.
"Hubungan kami baru sebatas teman, Appa."
"Tsk, kau bergerak sangat lambat, Chanyeol-ah," komentar Nyonya Oh.
"Eomma ...," Chanyeol mulai merajuk.
"Eomma-mu benar, Chanyeol-ah. Kau bergerak lambat," Tuan Park menyetujui ucapan istrinya itu.
"Ish, Appa dan Eomma menyebalkan." Chanyeol lalu bangkit dari duduknya dan melengos pergi dari sana. "Mereka bahkan tidak tahu, bagaimana kerasnya seorang Oh Sehun. Sangat susah untuk ditaklukkan," gumamnya.
.....
"Tao-ssi," panggil Kyungsoo begitu melihat Tao memasuki kelas.
"Mwo?" sahut Tao dingin.
"Sehun sakit, kan? Dan, dia tengah dirawat di rumah sakit. Kenapa kemarin kau bilang tidak tahu, hah?"
"Aku memang tidak tahu."
"Tsk, benar-benar tidak mencerminkan seorang saudara."
"Memang. Aku memang bukan saudaranya, dan tak akan pernah mau menjadi saudaranya."
"Hh, terserah kau saja." Kyungsoo lalu berdiri di depan teman-temannya. Gadis itu mendengus begitu melihat teman-temannya yang pada sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. "Teman-teman!" seru Kyungsoo.
Mendengar seruan Kyungsoo itu, murid-murid yang ada di sana langsung menatap ke arah gadis tersebut.
"Waeyo?" tanya salah satu murid.
"Oh Sehun sakit."
"Lalu?"
"Dia sedang dirawat di rumah sakit sekarang."
"Terus, apa urusannya dengan kami?"
"Apa kalian tidak ingin menjenguknya?"
"Menjenguk, eoh? Tsk, untuk apa? Apa dia peduli pada kami? Dia saja jarang masuk ke kelas. Apa orang seperti itu patut untuk dikasihani?"
"Yak! Aku tidak meminta kalian untuk mengasihaninya. Aku hanya bertanya, apa kalian tidak ingin menjenguknya? Apa kalian tidak bisa memahami perkataanku?"
"Tidak. Aku tidak ingin menjenguknya."
"Aku juga!"
"Aku pun juga!"
"Oke, aku mengerti. Kalau begitu, biar aku saja yang menjenguknya." Kyungsoo lalu mengambil tasnya yang tergeletak di atas meja. Dia kemudian melangkah pergi dari sana.
"Kyungsoo-ssi!"
Namun, baru sampai di depan kelasnya, ada Chanyeol yang datang menghampirinya. "Kau mau ke mana?" tanya Chanyeol.
"Aku mau ke rumah sakit. Menjenguk Sehun. Waeyo?" sahut Kyungsoo.
"Ah, kebetulan, aku juga mau ke sana. Apa kau mau pergi bersamaku?" tawar Chanyeol.
Kyungsoo mengangguk. "Boleh. Tapi, kau benar-benar akan pergi ke sana, kan?" tanyanya memastikan. Jangan sampai seperti semalam.
"Ne. Aku bahkan sudah membeli buah-buahan untuk Sehun."
"Kalau begitu, ayo!"
"Keundae ... apa kau sudah meminta izin ke seonsaengnim?"
"Tentu saja. Aku bukanlah murid yang suka membolos. Aku tidak mau di absenku tertulis huruf B."
Chanyeol tersenyum lebar. Dia dan Kyungsoo kemudian berjalan menuju tempat parkiran.
.....
Sehun sedikit terkejut saat melihat Chanyeol dan Kyungsoo memasuki ruang rawatnya. Dari mana mereka tahu kalau aku ada di sini? batinnya. Gadis itu langsung menatap penuh selidik ke arah ibu tirinya. "Apa Eomma memberitahu guru di sekolahku kalau aku sakit?" tanyanya dengan suara lirih. Tidak mungkin Kai yang memberitahu mereka, karena dia sudah memperingati pemuda tan itu untuk tidak memberitahu siapa pun mengenai keadaannya sekarang.
"Ne, Sehun-ah. Eomma memang memberitahu gurumu di sekolah. Itu karena Eomma tidak ingin mereka mengira kalau kau membolos lagi."
"Eomma ... bukankah aku memang seperti itu?"
"Sehun-ah ... Eomma ingin kau lulus dengan nilai yang bagus dan juga kehadiran yang bagus. Eomma tidak ingin mereka mencap dirimu lebih buruk lagi."
"Eomma ...."
"Sehun-ssi."
Panggilan dari Chanyeol itu membuat ibu dan anak itu langsung menghentikan acara berdebatnya.
"Annyeong haseyo, Ajeomma," sapa Chanyeol kepada Shin Young sembari membungkukkan badannya beberapa derajat. Hal yang sama juga dilakukan oleh Kyungsoo.
"Bagaimana keadaanmu? Kalau boleh tahu, kau sakit apa?" tanya Chanyeol.
"Apa kalian berdua membolos?" tanya Sehun balik.
"Tentu saja tidak. Kami anak baik-baik, tidak seperti dirimu yang suka membolos," jawab Kyungsoo, dan itu membuat Sehun merasa tertohok. "Aku hanya bercanda, kok," lanjut Kyungsoo sembari tersenyum.
Sehun mendengus. Sekalipun ucapan Kyungsoo tadi hanyalah sebuah candaan, Sehun tetap tidak bisa untuk tidak mengabaikannya. Itu semua memanglah benar. Dia suka membolos.
"Kalian berdua temannya Sehun, ya?" tanya Shin Young.
"Ne, Ajeomma," jawab Kyungsoo.
Sehun yang mendengarnya lantas mengernyit bingung. Sejak kapan dia berteman dengan Kyungsoo? Ya, Sehun tahu kalau Kyungsoo dulu pernah satu sekolah dengannya sewaktu masih duduk di bangku JHS. Namun, keduanya tidaklah dekat. Apa dengan mereka yang sudah dua kali berada di sekolah yang sama bisa disebut teman?
"Kalau begitu, bisa Ajeomma titip Sehun sebentar? Ada sesuatu yang harus Ajeomma beli di depan."
"Ah, ne, Ajeomma. Saya akan menjaga Sehunie dengan baik," ucap Chanyeol.
Mendengar itu, Sehun langsung berdecih, sementara Kyungsoo hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
Shin Young pun mulai beranjak pergi dari sana.
"Yak, Park Chanyeol! Berhenti memanggilku seperti itu. Kau tahu, itu sangat tidak sopan," ucap Sehun kesal.
"Ah, mianhae. Aku tadi tidak sengaja menyebut namamu seperti itu. Oh, ya, kau sakit apa?"
"Bukan urusanmu."
"Ng ... Sehun-ssi, atas nama teman-teman semua, aku minta maaf padamu karena mereka tidak bisa menjengukmu," ucap Kyungsoo penuh rasa penyesalan.
Sehun mendesah. "Mereka bukan tidak bisa, melainkan tidak mau, kan? Kau tidak perlu meminta maaf. Tidak ada yang salah di sini."
"Sehun-ssi ...."
"Aku baik-baik saja. Aku sudah terbiasa hidup seperti ini, tanpa memiliki teman yang banyak. Yah, sebenarnya aku agak terkejut tadi saat melihatmu datang ke sini."
"Jadi, kau hanya terkejut saat melihat Kyungsoo saja, begitu? Kau sama sekali tidak terkejut saat melihatku?" Chanyeol tiba-tiba saja berujar.
"Diamlah! Aku tidak sedang berbicara denganmu!"
"Oh, arasseo." Chanyeol merasa sedikit kecewa karena ucapan Sehun tersebut. Padahal, dia sangat mengkhawatirkan gadis berkulit pucat itu. Bahkan, semalaman dia terus memikirkannya. Dia juga sudah berkali-kali menelepon Kai, namun temannya itu tak kunjung mengangkatnya. Dia hanya ingin menanyakan tentang keadaan Sehun saja. Ingin ke rumah sakit sendirian, dia tidak bisa, sebab ayahnya menyuruhnya untuk menemaninya menonton bola. Tidak peduli dengan Chanyeol yang besoknya harus ke sekolah. Setahun sekali juga belum tentu seperti ini, pikir ayahnya.
"Aku tahu, kalau kita dari dulu memang satu sekolah. Tetapi, kita tidak pernah berikrar bahwa kita adalah teman."
Kyungsoo tersenyum. "Tapi ... sekarang ... bisakah kita menjadi teman, Sehun-ssi?"
"Teman?" Sehun menghela napas. "Kyungsoo-ssi, kau tahu sendiri, kan, aku itu seperti apa. Aku sudah dicap sebagai orang yang benar-benar buruk."
"Ani. Kau tidak buruk, Sehun-ssi. Lihatlah dirimu, kau cantik. Bahkan, Chanyeol sampai jatuh hati padamu."
"Ya, itu benar," sahut Chanyeol.
Kyungsoo langsung mendelik ke arah Chanyeol.
"Oh, oke. Aku akan diam. Lagi." Chanyeol pun langsung mengunci mulutnya rapat-rapat. Dia laki-laki sendiri di situ. Dia tidak ingin diusir hanya gara-gara ikut menyahut.
"Kau tidak buruk, Sehun-ah. Keadaanlah yang membuatmu menjadi buruk."
"Kyungsoo-ssi ...."
Ceklek
Pintu ruangan itu tiba-tiba terbuka. Ketiga orang yang ada di dalamnya pun langsung menoleh ke sana.
"Maaf, Sehun-ah, aku telat. Tadi ada kelas pagi."
Itu Kai, yang sepertinya baru saja pulang dari kampusnya.
"K-kau ...." Kyungsoo menatap Kai dengan tatapan terkejutnya. Tidak menyangka dia akan berjumpa dengan pemuda itu di sini.
"Kyungsoo-ya!" seru Kai, juga tak menyangka akan berjumpa dengan Kyungsoo di sini.
"Maaf, Sehun-ssi. Aku harus kembali ke sekolah sekarang. Aku lupa kalau nanti ada ulangan harian. Semoga kau cepat pulih. Permisi." Kyungsoo lalu buru-buru pergi dari sana. Melewati Kai yang menatapnya tak percaya.
"Kyungsoo-ssi!" Kai pun langsung mengejar langkah Kyungsoo.
Chanyeol dan Sehun yang melihat keduanya pun hanya bisa mengerutkan dahi bingung.
"Apa kau tahu, ada hubungan apa di antara mereka?" tanya Chanyeol kepada Sehun.
"Molla," jawab Sehun. "Kenapa kau tidak ikut Kyungsoo kembali ke sekolah? Bukankah nanti ada ulangan harian?"
"Aku tidak peduli. Aku sudah berjanji pada ibumu untuk menjagamu di sini."
Sehun mendengus mendengarnya.
"Aku betul-betul mencintaimu, Sehun-ssi. Bahkan, aku dulu pernah memelukmu, dulu, waktu di rumah duka."
"Mwo?"
"Ya, aku tahu, kau pasti tidak mengingatku, kan? Kau terlalu larut dalam kesedihanmu saat itu."
Sehun terdiam. Gadis itu menatap lekat-lekat wajah Chanyeol. "Ya, aku memang tidak mengingatmu. Tapi, aku masih ingat bahwa dulu memang ada seorang anak yang memelukku."
"Itu aku, Sehun-ssi."
"Aku tak ingat wajahnya. Tapi, aku yakin kalau itu bukan kau, Park Chanyeol."
Chanyeol menghela napas. "Ya, baiklah-baiklah, kalau kau memang tak ingat. Tapi itu memang aku. Aku dulu tidak setampan sekarang. Jadi, wajar saja jika kau tak ingat. Aku tidak peduli jika kau tak mengingatku dulu. Yang penting, kau tidak melupakanku yang sekarang."
Bagaimana bisa aku merasa gugup hanya karena dekat dengan laki-laki seperti dia?
.
.
.
Tbc ....
----------------------------
Akhirnya!
Bisa update! Yeyyyy!!!
Setelah beberapa hari ini sibuk dengan pekerjaan di real life. #halah
Akhirnya bisa uptae juga sekarang.
Kali ini, hampir 3k words. Woahhh!!!
Maaf jika ceritanya jadi ngalor-ngidol begini.
Jujur saja, aku tidak pernah membuat outline kalau buat ff. Aku hanya mengandalkan daya khayalku saja. Jadi, jalan ceritanya yang kukhayalkan selalu berbeda-beda tiap harinya. Tapi, inti permasalahannya tetap sama.
Hehehe
Yoweslah..
Silakan dikomen sepuas-puasnya.
dan, jangan lupa di-vote juga, ya...
See you!
Wassalam!
22 Maret 2018
Yaumul milad buat adekku ternakal besok
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top