Chapter 38
Romantic glam metal song
I live my life for you by Firehouse
Happy reading everyone
Hope you like it
Warning 18+
______________________________________
I'll be there, till the stars don't shine
'Til the heavens burst and the words don't rhyme
I know when I die you'll be on my mind
And I'll love you, always
•Bon Jovi - Always•
______________________________________
Jakarta, 6 Mei
10.10 a.m
"Tumben diem, biasanya bawel," Ucap Jayden membuyarkan lamunanku. Ia sedikit berteriak karena kami sedang naik motor, juga karena helm teropong full face yang melekat pada wajahnya.
"Capek abis ujian kali ya," bohongku. Yang sebenarnya masih memikirkan perkataan Jordan tadi. Entahlah, perkataannnya sukses tertanam di otakku, lalu merambat ke hati hingga jadi ketakutan sendiri.
Aku berusaha keras mengabaikan hal itu, berusaha fokus pada laki - laki di depanku yang sebentar lagi akan pindah ke Ingrris, jadi sebaiknya aku quality time dengannya, bukan malah memikirkan hal - hal tidak penting seperti ini. Tapi aku berdo'a agar kami baik - baik saja.
"Tapi bisa ngerjain kan?"
"Iya lumayan, lebih dari sembilan puluh persen," kataku kembali fokus memeluk punggungnya lebih erat sambil menyandarkan kepala.
"Good," tukasnya singkat.
Jayden melajukan motor ke daerah kemang menuju ruko dan memarkir motornya di depan studio Tattoo. Aku baru akan bertanya ketika ia menarikku masuk ke dalam sudio itu.
Kami adalah client pertama karena masih pagi dan studio ini baru saja buka. Pegawai yang ramah mempersilahkan kami masuk dan menanyakan tato apa yang ingin Jayden buat. Tapi bukannya menjawab, ia malah menanyakan orang yang bernama Gibran. Aku hanya diam sambil mendengarkan, lalu kami digiring masuk dalam bilik tato.
Di dalam sana sudah ada seorang laki - laki yang kelihatan lebih tua dari Jayden, juga seorang perempuan yang seumuran. Tubuh mereka juga bertato.
"Tumben lo kesini bawa cewek, biasanya sama si Tito." Ujar laki - laki itu. Jayden menggandengku dan memperkenalkannya. "Cewek gue nih, namanya baby, kalo sama lo namanya Mel." Sontak membuat laki - laki dan perempuan tersebut tersenyum jemawa.
Astaga sejak kapan Jayden jadi seperti itu?
Kusambut uluran tangan laki - laki yang bernama Gibran dan juga perempuan bernama Fani yang ternyata adalah istrinya. Sepasang suami istri itu adalah kenalan Jayden yang ahli membuat tato. Lalu mereka ngobrol sebentar membahas tato yang tidak kupahami.
Aku masih meperhatikan Jayden yang sudah melepas kaosnya membelakangiku. Jadi terpampang jelas punggung kesukaanku dengan luka tusuk yang sudah sembuh dan berbekas.
Melihat bekas lukanya aku jadi teringat lagi akan peringatan Jordan. Mungkin dia cuma ngada - ngada buat ngobrol sama lo Mel, batinku.
Jayden berbaring sembari Gibran memakai masker wajah dan gloves hitam mulai menggerakkan tangan ajaibnya di punggung Jayden. Sedangkan yang di tato terus memegangi tanganku, takut hilang katanya. Kadang Jayden juga mencium tanganku. Gibran dan Fani yang melihat kami tersenyum kecut dan memutar bola mata malas karena ulahnya.
"Buset dah, gue yang uda married aja kagak gitu - gitu amat." Ucap Gibran, gerakannya berhenti saat Jayden menciumi tanganku lagi. Tapi bukan Jayden namanya jika peduli apa kata orang.
"Biasalah anak muda," Jawab Jayden masih tidak ingin melepaskan tanganku.
"Setan! Gue jadi ngerasa tua!" Tukas Fani yang dari tadi mengamati kami.
Jangan tanya bagaimana reaksiku atas perlakuannya, tentu saja malu di lihat mereka, tapi semakin aku menarik tanganku agar di lepaskan, semakin ia menggenggamnya erat serta menciumnya lama. Akhirnya aku hanya bisa diam tersipu.
Lama aku memperhatikan hasil karya tato pada punggung Jayden. Setelah jadi bekas lukanya tidak terlihat, tertutup sempurna. Aku terpana, hasil karya Gibran benar - benar patut di acungi jempol. Terlebih, punggung lebar Jayden sangat cocok dengan tato itu. Aku menyukainya.
"Keren banget, aku juga mau!" Tukasku semangat melirik ke arah Fani. Jayden malah mendesis, "tar aku yang bikin, di leher!" Sontak saja lengannya kupukul pelan karena jelas dalam pikirannya itu bukan tato, tapi kissmark yang maha banyak, mungkin saja tidak hanya di leher tapi di mana - mana. Serius aku sudah hafal gelagatnya.
Gibran membuka maskernya dan berbisik dari jarak jauh, "posessive ya?" sambil tersenyum dan geleng - geleng. Aku yang bermuka masam hanya membalas dengan anggukan.
Aku sedikit bernegosiasi dengan Jayden, ingin membuat tato juga. Akhirnya setelah melangalah, ia memperbolehkanku membaut tato, dengan syarat ia sendiri yang harus menatonya.
"Emangnya kenapa sih kalo kak Fani yang nato, kan lebih pro!" Protesku ketika Jayden sudah memakai kaosnya, masih mencoba alat tato pada sebuah kain. Gibran sedang mengajarinya.
Jayden berbalik badan menatapku. "Kamu ngeraguin aku?" Tanyanya seperti tersinggung.
"Ya enggak gitu."
"Terus?"
"Ya uda deh terserah," kataku akhirnya mengalah. Sebenarnya ingin kujejalkan alat tato yang ia pegang pada mulutnya. Ribet!
"Pilih mana, aku yang nato, atau nggak usah tatoan?" Tanyanya masih ingin berdebat. Gibran dan Fani yang menonton kami hanya tersenyum sambil geleng - geleng kepala.
Ketika Jayden konsen kembali ke kain dengan posisi membelakangiku, tanganku membentuk sebuah kepalan hendak menjitak kepalanya tapi ia keburu menoleh, lalu cepat - cepat aku menurunkan tanganku lagi sambil bersiul melirik arah lain.
"Apa?" tanyanya masih sedikit tersinggung.
"Nggak papa, itu sana buruan belajar, keburu ada client," kataku sembari membalikkan badannya agar fokus lagi ke kain. Fani nyeletuk, "kalian cute banget." Lalu pergi karena ada client.
Setelah cukup lama, Jayden bisa menggunakan alat itu, ketika Gibran sudah menangani client di bilik tato lain sama seperti Fani, sedangkan aku dan Jayden masih dibilik itu. Ia menyuruhku duduk.
Aku bersiap membuka seragam karena ingin di tato sayap malaikat sama sepertinya di punggung. Lagi pula Jayden yang menato, ia juga sudah melihatku ehm, ya begitulah jadi tidak masalah membuka seragam, tapi ia dengan cepat menghentikanku. "Jangan di badan, sini, tangan kirimu! Tutup mata!" Perintahnya.
Karena lelah berdebat, aku hanya menuruti mahluk kasat mata ini, dari pada tenagaku habis untuk hal tidak penting.
Aku menyerahkan tangan kiriku padanya, lalu ia mulai menggerakkan alat tato pada jari manisku. Beberapa saat alat itu sudah tidak terasa di jariku tapi Jayden masih belum memperbolehkan membuka mata.
Setelah selesai ia mempersilahkanku membuka mata. Sontak saja membuatku spechless ketika melihat jari manis yang sudah tertato hasil karyanya.
"Liat, aku juga bikin," ucapnya sembari memperlihatkan tato tanda nada pada jari manis tangan kirinya.
"Jadi itu alasan kamu ngotot mau nato sendiri?"
Ia menunduk sambil mengangguk, seperti pencuri yang tertangkap basah ketika di tanyai polisi, bedanya telinga Jayden memerah, tanda ia blushing. He's cute.
Aku tersenyum lalu memeletakkan tangan yang sudah tertato di atas tangannya. Betapa ia sudah berusaha mempelajari cara menato karena ingin menyematkan cincin tato ini di jari manisku. Dan hasilnya lumayan bagus, aku suka.
Mungkin karena terbawa suasana, aku mendekatkan diri untuk mencium bibirnya kilat. Tapi mana cukup ciuman kilat untuk Jayden. Ia menepuk paha agar aku duduk di pangkuannya.
"Jayden jangan aneh - aneh, kita lagi di bilik tato," Ucapku sambil berbisik. Tapi mana bisa manusia satu ini diingatkan, jika nafsunya sudah sampai ubun - ubun, mau di dasar laut, di bulan sekalian juga ia tidak peduli.
Jayden menarikku ke pangkuannya, aku berontak, tapi percuma tenaganya jauh lebih besar. Ia menarik wajahku agar bisa menciuku.
Lalu perlahan menciumannya turun ke leher sambil berbisik, "mendesahlah, aku kangen."
"Dasar mes... aaahhh," Aku otomatis membekap mulutku sendiri dengan tangan karena mendesah ketika Jayden sudah meremas dadaku pelan. Aku juga berusaha menepis tangannya tapi percuma.
"Jay...den, kita... huh... lagi di bilik ta..too huuhhh..."
"Sekali aja," bisiknya sambil menoleh ke arah pintu memastikan tidak ada orang masuk atau melihat. "I'll making it fast." Lalu ia melepas dua kancing seragamku bagian atas, menyusupkan tangan dalam bra.
"No..." Aku menggigit bibirku ketika satu tangan Jayden yang lain menyusup ke rok seragamku, menyelipkan jari tengahnya ke celana dalam.
"Uda basah," bisiknya sambil tersenyum. Aku tidak tahan, membekap mulutku rapat - rapat dengan tangan agar tidak mendesah keras semetara semua tangan Jayden bekerja. Tidak hanya itu, ia juga menciumi leherku, membuatku benar - benar kalah. Beberapa saat kemudian aku memejamkan mata, menegang dan melemas dalam diam, Jayden tahu.
"Makasih," ucapnya sambil menciumiku setelah menjilati jari tengahnya yang berlendir kemudian mengancingkan kembali seragam sekolahku. "Tunggu di sini aku bayar dulu," tambahnya berlalu keluar.
Ataga! Betapa aku jadi anak nakal ketika dengannya. Dasar bad boy! Lihat saja sekarang akibat ulahnya kakiku lemas tidak bisa berjalan normal.
"Kaki aku lemes gara - gara kamu nih!" Omelku masih berbisik. Beruntungnya ia cukup tahu diri untung menggendongku sampai motornya, mengabaikan tatapan orang - orang yang melihat kami horor. Atau melihat wajah Jayden yang seram itu aku tidak tahu.
"Gara - gara kamu aku jadi ikutan mesum!" Protesku ketika di atas motor dalam perjalanan pulang.
Aku masih bisa melihat matanya yang menyipit dari spion, punggungnya juga naik turun karena tertawa, aku yakin.
"Say something!" Pekikku. "Anything!"
"Seru kan? Kamu juga suka aja lho," katanya malah tertawa.
Aku memukuli punggungnya. "Aduh stop!" gaduh Jayden. "Sakit."
"Apaan, kena tusuk pisau aja nggak sakit masa kupukul gini aja sakit?"
"Kamu mukulnya pake hati sih, jadi sakit tau."
"Ih! Aku nggak mau meluk kamu!"
"Yakin?" Lalu Jayden melajukan motornya lebih kencang membuatku hampir terhempas dan reflek memeluknya sambil berteriak, "kkkkyyaaaa dasar bad boy!"
______________________________________
Thanks for reading this chapter
Don't forget to vote, comment, share, and recomendation if you like this story
Cerita di atas hanyalah fiktif belaka, hanya untuk hiburan, jangan di anggap serius apa lagi di praktekin 😆😆v
Bonus kecintaan saya lagi mesum mode on wkwkwk #canda
See you next chapter teman temin
With Love
Chacha Prima
👻👻👻
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top