Chapter 37

Ada yang pernah dengerin lagu galm metal romantis ini?

Lagu ini pernah di nyanyiin sama Judika lhooo

Tau kan suaranya Judika kek apa?

Kalo uda Judika yang nyanyi, pasti lagu gini butuh skill tinggi ya, g'cuma asal jerit jerit doang

Judulnya

Always by Bon Jovi

Ini yang versi Judika

______________________________________

You can't treat poeple like shit and expect them to love you
Anonim

______________________________________

Jakarta, 27 Januari
12.00 p.m.

"Iya, uda istirahat, nih mau ke kantin sama Karina."

"..."

"Jangan lupa makan siang! Selamat balapan! Bye!"

Sebelum mengakhiri video call, Jayden memberikan kiss bye. Kulepas headset dan melirik Karina yang dari tadi berdiri di depanku berkacak pinggang. "Lebay, tuh pipi ngapain dari tadi naik mulu? Heran gue!" Komentarnya.

Aku hanya menanggapi dengan senyum, beralih menatap layar ponsel berlatar belakang photo Jayden full face, lalu mengusap benda itu.

"Woi, buset dah nih anak, di panggil Onta tuh, suruh ngumpulin makalah akuntasi!" Towel Karina, ia menunjuk Umar di sebelahnya dengan dagu. Sejak kapan Umar Onta ada di sebelah Karina?

"Makalah lo di tanyain bu Shinta," kata Umar.

"Eh iya sampe lupa mau ngumpulin." Aku segera membuka tas mencari makalah itu.

"Tau deh nih anak, abis video call ama lakinya malah jadi nggak waras gini," Keluh Karina, seolah itu adalah hal paling membebani dalam hidupnya.

"Yang kek preman?" Tanya Umar ingin memastikan.

"Kok lo tau?"

"Kemaren ketemu," Umar menunjukku dengan dagu lalu melanjutkan kalimatnya. "Serem anjir mukanya. Ngliatin gue kayak mau ngajak berantem," Ucap Umar menyadarkanku tentang ketakutannya kemarin karena apa. Ternyata karena wajah Jayden. Memang wajahnya seram sih.

"Btw gue denger lo kawan - kawan!" Sahutku sudah berdiri dengan tangan membawa makalah hendak ke ruang guru.

"Jangan sampe lo disenyumin ama lakinya Mel, belok lo, yang berandalan aja ampir belok!" Karina terkekeh, ia mengambil sisir kecil dan cermin dalam tas.

"Amit -mait dah! Gini - gini gue lurus terus anjir!" Kata Umar berlalu pergi. Sedangkan aku dan Karina malah mengencangkan tawa sepanjang jalan ke ruang guru.

Beberapa minggu berlalu sejak saat itu. Aku sibuk belajar, sekolah, dan mulai ikut kursus mata pelajaran tambahan. Sedangkan Jayden sudah mulai masuk kuliah sibuk dengan tugas - tugasnya. Ia juga kadang masih sering futsal, ikut balapan, atau mengurus segala keperluan untuk kepindahannya ke Inggris yang kurang tiga bulan lagi. Tapi kami tetap menjaga komunikasi, minimal chat atau video call, kadang bahkan kencan di akhir pekan.

Tidak terasa ujian semester pertengahan Maret sudah selesai, semua dapat kukerjakan dengan baik. Nilaiku meningkat drastis. Pak Damar, guru bahasa Indonesia sekaligus wali kelas sampai tidak percaya pada peningkatan nilaiku dan memanggil ke ruang guru.

"Berlian Melody, nilaimu semester ini meningkat pesat, sangat bagus, kamu bisa ikut tes akselerasi kalo mau," Kata Pak Damar yang membuatku mengangguk cepat.

"Tentu saja saya mau pak, itu memang tujuan saya belajar giat." Kataku riang.

"Oh bagus kalo begitu. Tesnya di adakan bulan Mei, saya harap kamu persiapkan itu dengan baik kalo mau masuk akselerasi."

"Baik pak, saya akan berusaha."

"Oke, kamu boleh kembali."

Malam sabtu karena libur belajar, aku duduk di ruang tengah bersantai bersama daddy, perlahan menempel seperti anak kucing karena sudah lama tidak bermanja - manja dengannya. Rencananya aku akan menceritakan tentang tes akselerasi pada daddy.

"Tumben g'keluar sama Jay sweety?" Tanya daddy, ia mengotak atik tabletnya.

"Jayden lagi ke Ingrris dad, masih ngurusin keperluan beasiswanya," ucapku sambil melirik tablet yang dari tadi asyik di mainkan baliau.

"Ckckck kasian, bentar lagi ldr," kata daddy, entah mengejek atau serius kasihan padaku.

"Daddy nggak kencan?"

"Amanda lagi ke Jepang ada proyek di sana," Tukas daddy masih tidak beralih dari tablet yang memperlihatkan grafik - grafik rumit, tidak kupahami.

"Gitu ngatain aku, btw dad, tadi aku di panggil waki kelas."

"Bikin ulah apa kamu?" Tanya daddy kaget, wajahnya menegang.

"Tenang, pak Damar cuma nyaranin ikut tes akselerasi karena nilaiku bagus." Ucapku, wajah daddy berubah tersenyum bangga, aku jadi bahagia.

"Anak daddy uda nggak oon ternyata, ikutan aja sweety," Tukas daddy sambil mengacak - acak rambutku, memang sih itu pujian, tapi kok kesal ya mendengarnya?

"Ya emang dad, kalo gitu aku boleh nagih janji daddy dong buat hadiahku dapet nilai bagus?!"

Daddy mengernyitkan dahi, berusha mengingat apa yang pernah ia janjikan padaku dulu, setelah beberapa detik menyerah dan bertanya, "emang daddy pernah bikin janji apa sama kamu?"

Aku mengehela napas mencoba sabar dan paham jika daddyku sudah tua dan mulai pikun. "Sapa yang dulu pernah nyogok mobil biar aku nggak ngambek waktu di pesta topeng?"

Daddy yang mendengarnya langsung tertawa terpingkal - pingkal sampai terbatuk. Aku reflek menyambar gelas kaca berisi air putih di atas meja, mengulurkan benda itu pada beliau. Setelah meneguk beberapa kali daddy melihat wajah seriusku. "Emang mobil kamu uda rusak apa?"

Aku semakin cemberut. "Oke, oke, jangan ngambek, besok daddy beliin."

"Seriusan dad? Aku mau ranger rover warna putih!" Tukasku berwajah bahagia sejahtera beda dengan wajah daddy yang menahan tawa.

"Ngapain ranger rover, kamu tuh pantesnya nyetir VW beetle, tar daddy beliin yang convertible," tawanya bahagia. Sekarang gantian aku yang cengo.

"Dad, please kita ini di Jakarta ngapain beli convertible, banyak maling juga, atapnya gampang di sobek pake pisau, bebas eksplore tuh malingnya ih!"

"Nah kamu ngapain minta mobil gedhe, orang badan kecil gitu? VW beetle aja cocok."

Aku berdecak ketika daddy mengatakan "badan kecil."

"Abisnya lucu liat Jayden naik mobil mini cooper kuningku, kakinya ampe bentur dashboard saking panjangnya." Aku masih berusaha tidak cemberut tapi gagal, daddy selalu sukses menjahiliku dan membuatku cemberut.

"Ngapain Jay naik mobil kamu? Orang dia juga punya mobil, garang malah."

"Ya uda, VW beetle," kataku akhirnya menyerah. "Dari pada nggak sama sekali, lagian mini cooperku uda ketinggalan jaman." Gerutku. Daddy yang melihatku malah semakin terpingkal.

Perlu kau ketahaui, daddy tidak pernah main - main dengan ucapannya. Jika beliau berkata VW beetle convertible, maka sim salabim, keesokan harinya mobil warna kuning itu sudah terparkir di depan rumah. Kak Brian yang melihatnya mengejekku dan tertawa hingga perutnya sakit karena ia tahu aku sudah berkali - kali merengek padanya, mengeluh minta di belikan ranger rover putih, tapi yang datang malah VW beetle convertible kuning, hampir mirip seperti mini cooper kuningku. Astaga!

Kau tahu, punya daddy super tajir tidak selalu mudah beli ini itu asal tunjuk, terlebih punya daddy seperti Mr. Baldwin ini, kerjaannya selalu menjahilku. Kata Amanda, "itu buat pembelajaran kamu Mel, biar kamu tahu, kadang sesuatu yang kamu inginkan tidak selalu kamu dapatkan dengan mudah, atau kadang tidak bisa kamu dapatkan."

Oke terserahlah, jika sudah jadi dokter nanti aku akan beli sendiri mobil sesuai keinginanku. Well, bagaimana pun terima kasih kepada daddy karena sudah berbaik hati mau memenuhi janjinya membelikanku mobil baru, ya meski pun tidak sesuai harapanku. Tapi aku hargai dan syukuri itu.

Menghiraukan itu semua aku sibuk kembali dengan belajar hingga bulan Mei. Aku bahkan tidak sadar sudah lama tidak bertemu dengan Jayden kerana terlalu fokus padahal waktu kami semakin menipis untuk bersama. Tapi apa boleh buat, aku juga berusaha memenuhi kadonya.

Akhirnya tes akselerasi di adakan hari minggu agar tidak mengganggu jadwal pelajaran lain di mulai. Aku sudah siap, duduk rapi dengan kertas ujian yang segera kukerjakan.

Eman puluh menit kemudian waktu habis, semua siswa mengumpulkan lembar jawaban dan berhamburan keluar, tidak terkecuali aku.

Aku meregangkan tangan ke atas sambil berjalan ke arah gerbang melewati lapangan basket untuk menunggu Jayden yang akan menjemputku siang ini. Tapi suara seseorang membuatku berhenti.

"Uda lama kita nggak ketemu, Mel."

Aku menoleh ke sumber suara itu mendapati ia berjalan ke arahku dengan penuh keringat setelah latihan basket.

"Mumpung ketemu, boleh ngobrol bentar? Ini penting," tambahnya setelah jarak kami cukup dekat saling berhadapan. Aku reflek mundur sambil bertanya, "hal penting apa?"

"Hati - hati Mel, lo sama Jayden, terlebih Jayden."

"Maksud lo? Lo mau nyuruh algojo hajar dia lagi kayak waktu itu?" Alisku sudah berkerut tanda mulai serius.

"Bukan, ini soal mama gue, dia tau gue nggak kecelakaan tapi di hajar Jayden, lo nggak tau gimana seremnya mama gue, jadi gue cuma peringatin lo sama Jayden biar hati - hati." Ucapnya dengan nada serius, aku yang mendengar pernyataannya langsung berdebar tidak karuan karena takut, tapi juga masih sulit percaya.

"Apa manfaat lo ngasih tau gue soal ini bukannya lo benci sama Jayden? Seharusnya lo seneng dong!"

"Terserah lo percaya atau enggak, yang jelas gue uda ingetin lo buat hati - hati, gue ngelakuin ini karena gue sayang lo, dan gue uda ikhlas lo sama jayden, jadi gue nggak mau orang yang lo sayang kena masalah ini karena secara nggak langsung dampaknya juga bakalan ke lo."

______________________________________

Thanks for reading this chapter

Thanks juga yang uda vote dan komen

Btw saya kangen banget sama Jayden, apa kalian juga kangen?

See you next chapter teman temin

With Love
Chacha Prima
👻👻👻

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top