Chapter 33

Ini adalah aliran musik extreme metal
Salah satu favorit saya dan Jayden tentunya

Suka banget sama ini karena ada vocalis ceweknya, the skill is perfect 👌

Kalo nggak kuat jangan di tonton

Nimphetamine by Cradle of Filth

______________________________________

Let's flip a coin
Heads, I'm yours
Tails, You're mine
Pure love
______________________________________

Jakarta, 19 Januari
05.50 a.m

Suara kicauan burung bersaut - sautan mulai terdengar. Cahaya matarahi yang mengintip dari balik gorden jendela kamar menerpa wajah. Aku yang masih tertidur sedikit terusik, memejamkan mata lebih rapat berusaha membendung sinarnya dengan tangan agar dapat membuka mata tanpa silau.

Aku terbangun sebelum alarm berbunyi. Mengucek mata sambil menguap berusaha duduk. Saat kurentangkan tangan hendak meregangkan otot - ototnya badanku rasanya remuk, kepalaku berat karena pusing, dan tidak berhenti bersin - bersin. Sepertinya aku terkena flue.

Tapi untuk memenuhi kado Jayden aku harus tetap sekolah. Menimba ilmu, menjadi anak rajin, masuk kelas akselerasi, masuk fakultas kedokteran Oxford, dan lulus menjadi dokter tentunya. Jadi flue seperti ini harusnya tidak akan menjadi masalah.

Kuseret langkah kakiku menuju kamar mandi dan bersiap sekolah dalam waktu tiga puluh menit. Sepuluh menit lainnya kugunakan untuk sarapan bersama duo jahilun.

"Dad aku berangkat ya," pamitku.

"Kalo sakit nggak usah sekolah dulu sweety." tukas daddy. Beliau yang sudah rapi akan berangkat kerja masih menyeruput kopi. Ketika melihat anak perempuannya sedang flue dan bersin - bersin, daddy khawatir. Beliau menyentuh keningku setelah meletakkan cangkir kopinya di atas meja. "Deman lho kamu."

"Kan daddy abis pegang kopi panas, wajar kalo panas."

Daddy sedikit terkekeh menyadarinya. "aku kan wonder women. Kalo cuma flue begini mah kecil." Tambahku berusaha menenangkannya. Akhirnya daddy mengijinkan aku sekolah.

Setelah pamit daddy, aku memakai jaket hitam Jayden melapisi seragam agar tidak kedinginan karena tiba - tiba matahari yang tadi membangunkanku sudah berganti menjadi awan kelabu dan berangin. Mungkin nanti akan turun hujan, aku juga tidak lupa mengambil payung lipat dan memasukkannya dalam tas untuk berjaga - jaga.

Aku meminta kakak mengantarku ke sekolah. Ia sudah mandi, tumben padahal masih liburan kuliah. Biasanya ia pasti masih memakai boxer gambar kartun sambil menggaruk kepalanya dan menguap, membagi baunya ke seluruh penjuru ruangan. Aku yang tidak sengaja lewat otomatis langsung membekap hidung dengan tangan mengibas - ngibas di depannya. Lalu ia berjalan ke meja makan, mencomot sarapan seperti tanpa dosa.

Pagi ini Ia juga lumayan wangi. Aku menelitinya dari atas hingga bawah. Kalau di perhatikan secara detail kakakku  lumayan tampan jika tidak sedang cengengesan atau jahil. Dulu saja teman SMPku banyak yang menyukainya, tapi jelas tidak akan kukasih tahu pada kak Brian. Bisa - bisa ia besar kepala.

"Dek, lo keknya nggak usah masuk, tuh idung ampe merah gitu." Kata kakak sebelum masuk mobil. Ini pernyataannya yang ke sembilan kali.

"Kak, ini cuma flue, nggak usah lebay," Ini juga pernyataanku yang kesembilan kalinya. "Hatching."

"Nah lo bersin mulu dari tadi." Kata kak Brian. Ia mengambilkan tisyu kering dalam mobil dan memberikannya padaku.

"Thanks, but I have to go to school. Adek lo ini oon gimana tar kalo nggak masuk sekolah? Nambah dah oonnya." Jawabku setelah sneeze. Aku yakin sekarang suaraku bindeng.

"Kalo ntar ngerasa nggak enak badan banget, langsung ke UKS ya?" Usul kak Brian saat perjalanan ke sekolah. Kali ini ia tidak menurunkanku sepuluh meter dari gerbang.

"Oke, makasih kak, lo ganteng banget hari ini." Ucapku melepas savety belt sebelum turun dari mobil.

"Dari dulu kali."

Aku hanya mencibir sambil memutar mata malas dan turun dari mobil berjalan masuk kelas. Karina sudah duduk di bangkunya. Ia sedang mengaca, kegiatan rutin paginya sebelum mulai pelajaran, maksudku sepanjang waktu sih ia mengaca seperti itu.

Ketika melihat hidung merahku dan bersin - bersin, ia juga khawatir, menyarankanku pergi ke UKS sama seperti usul kak Brian. Tapi aku meyakinkannya bahwa aku baik - baik saja. Aku masih sanggup mengikuti pelajaran. Ya meski pun harus ekstra konsentrasi but I have to!

Aku memang sengaja tidak minum obat pereda flue. Kau pasti tahu efeknya akan mengantuk setelah meminumnya. Sedangkan aku harus berkonsentrasi pada pelajaran.

Mulai hari ini aku jadi rajin belajar, berkonsentrasi penuh dengan pelajaran saat guru menerangkan,  juga berusaha aktif bertanya. Karina di sebelahku sampai geleng - geleng.

"Lo di apain sih sama kak Jay? Sampe jadi rajin gini?" Tanyanya ketika kami berjalan ke perpusatakaan. Aku hanya tersenyum tipis.

Rencananya aku akan menggali info tentang Oxford University dan segala macam seluk beluknya. "Lo pucet tau nggak? Ke UKS aja Mel!" Tambahnya mulai khawatir.

Well, jangan meremehkan awal masa inkubasi virus influenza. Itu bisa sangat mengganggu. Buktinya aku yang semula berpikir baik - baik saja malah pingsan sebelum masuk perpustakaan.

Begitu terbangun, sudah ada di UKS. Karina yang duduk di sebelah kasur tempat aku berbaring sudah siap mengomel.

"Lo tuh dibilangin bebel banget sih?!!" Omel Karina berusaha marah, padahal wajahnya cemas.

Aku yang masih lemas hanya tersenyum tipis melihat rambutnya yang sedikit tidak rapi. Ada beberapa anak rambut yang berkibar di telinganya. Bukan Karina sekali. Secemas itu kah dia?

Alih - alih membalas omelannya aku malah bertanya, "uda berapa lama gue pingsan Kar?"

"Lumayan lama oon! Gue sampe khawatir!" Ia masih setia dengan omelannya.

"Terus sapa yang bawa gue ke UKS?" Tanyaku lemas dan pelan. Membuat Karina menoleh ke arah lain, seperti tidak ingin memberitahuku. Tapi itu justru semakin menambah penasaranku. Tidak ingin berakhir dengan menggigiti kuku, aku menanyakan sekali lagi padanya.

"Yakin lo pengen tau?" Tanyanya ragu.

"Ya seenggaknya pengen ngucapin terima kasih." Akuku jujur.

Karina menimbang sebentar lalu berkata, "Kak Jor em maksud gue si brengsek."

Aku sangat kaget, membelalakan mata dan mengernyitkan dahi. Karina yang membaca getstur wajahku langsung menambahi kalimatnya. "Sorry Mel, harusnya gue..."

"Nggak papa Kar, nggak papa." potongku cepat. "Gue cuman kaget aja."

Melihatku tidak bereaksi berlebihan Karina malah meneruskan ceritanya. "Dia nggak sengaja lewat waktu liat lo pingsan tadi, mukanya panik parah terus langsung gendong lo ke sini." Terang Karina panjang lebar. Aku hanya mendengarkan, tidak tahu harus bereaksi apa.

Sekali lagi Karina mengamati getstur wajahku yang diam saja memandangi langit - langit ruang UKS lalu menambah ceritanya. "Sebenernya Mel, dia tuh beneran suka sama lo. Waktu taun baru aja dia nanya - nanya tentang lo ke gue. Orang buta aja tau Mel kalo dia suka sama lo. Pandangannya ke lo tuh beneran  kayak orang kasmaran gitu. Mungkin aja insident waktu itu dia beneran khilaf."

Kalimat terakhir Karina membuatku menoleh padanya. "Kar, pelajaran uda di mulai tuh, balik ke kelas gih. Gue pengen tidur bentar."

Sepertinya Karina tidak enak hati. "Gue cuma nyampein ini Mel, selanjutnya terserah lo kayak gimana, ya uda lo istirahat aja gue balik kelas, cepet sembuh Mel." Ucapnya seraya keluar dari UKS.

Sebenarnya aku tidak ingin tidur. Perkataan Karina jelas mengusikku. Aku hanya ingin menyendiri, hal yang selalu kulakukan jika sedang memikirkan sesuatu atau ada masalah.

Aku tidak ingin memaki Karina karena menyampaikan hal tersebut. Bagaimana pun Karina tidak dalam posisisku saat menyaksikan Jayden di tusuk dengan pisau algojonya, atau wajah mengerikan si brengsek itu ketika akan memperkosaku. Karina hanya menyampaikan apa yang menjadi pendapatnya.

Sibuk berkutat dengan pikiranku sendiri pintu UKS terbuka. Mungkin ada teman lain yang sakit, pikirku. Tapi salah, orang yang baru saja Karina omongkan muncul di sebelah kasurku. Aku tercekat kaget.

"Gimana keadaan lo?" Tanyanya. Ia memasukkan tangannya dalam kantung celana seragam. Wajahnya juga tampak khawatir. Apa memang benar kata Karina?

Ia menghembuskan napas sebenar dan memejamkan mata kemudian berkata, "Wajar lo diem, nggak mau jawab pertanyaan dan benci sama gue. Soal dulu itu gue beneran khilaf dan nyesel, gue juga pengen minta maaf."

Aku tidak menjawab. Hanya tidak tahu harus menjawab apa. Ia juga masih melanjutkan kalimatnya. "Jangankan lo, gue juga kaget sama kelakuan gue sendiri, ternyata suka sekaligus sakit hati sama cewek bisa jadi kayak gitu."

Ia memandang ke arah jendela yang mulai hujan. Merasa tidak akan ada jawaban dariku sama sekali ia menyerah. "Ya uda, gue cuma mau mastiin lo uda siuman. Get well soon Mel."

Kenapa aku tidak dapat bereaksi apa pun terhadapnya? Wajah khawatirnya tampak tulus. Tidak di buat - buat. Apa benar ia menyukaiku? Apa benar ia hanya khilaf waktu itu? Apa aku harus  memaafkannya?

______________________________________

Thanks for reading teman teman

jangan lupa vote, makasih juga yang uda komen di chapter ini

btw gimana menurut teman teman? Jordan ini sebenernya baik atau jahat sih?

Mel harus maafin dia nggak?

Ada yang kangen sama Jordan?

Nih saya bonusin photonya

See you next chapter teman teman

With love
ChachaPrima
👻👻👻

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top