Chapter 30
It's never too late be what you want to be...
Unless you want to be younger
Then you're screwed
•Anonim•
______________________________________
Jakarta, 18 Januari
06.58 a.m.
Gue minta maaf," katanya di luar dugaanku. Wajahnya kelihatan menyesal. "Waktu itu gue cuma sakit hati soalnya gue beneran suka sama lo."
"Dalam mimpi lo." Kataku tegas lalu berlari meninggalkannya menuju kelas.
Aku tidak peduli, mau si brengsek suka padaku atau sakit hati, aku tetap tidak akan melupakan dan memaafkan apa yang telah ia perbuat padaku dan Jayden. Harusnya kubiarkan saja Jayden membunuhnya waktu itu.
Mood pagi hariku anjlok gara - gara kawanan manusia bedebah itu. Demi neptunus! Ini hari ulang tahun Jayden tapi kenapa malah jadi begini?!
Just take a deep breath Mel, take a deep breath. Rapalku sendiri dalam hati sambil melakukannya. Lalu berjalan masuk ke kelas sebelum bel berbunyi atau pak Budi, guru matematika akan menghukumku karena terlambat. Aku tidak ingin menambah daftar hukumanku dalam minggu ini.
Sudah setengah jam bel berbunyi tapi beliau tidak kunjung datang. Semua teman - teman yang ramai dalam kelas terdiam ketika Umar, sang ketua kelas kami memberikan pengumuman penting.
Umar dengan wajah seriusnya berdiri di depan di perhatikan seisi kelas berkata, "ssssttttt dengerin guys, ada pengumuman penting. Pelajaran matematika kosong tiga jam!" Serunya di barengi dengan ricuh teman - teman sekelas karena kegirangan. "Eeeiitttssss jangan seneng dulu, ada tugas dari pak Budi."
"Hhuuuuuuuu!!!!!!!" Sorak semua teman - teman sekelas termasuk aku dan Karina. Sedangkan Umar hanya cengengesan lalu menuliskan tugas yang di diberikan pak Budi pada white board.
Aku dan Karina menghela napas dengan malas mengeluarkan buku matematika mulai mencoba memecahkan soal - soal yang di berikan pak Budi. Di saat itu pula ponselku bergetar.
Dddddrrrrrttttttt
From Kakak Laknat 💩 :
Chocolate Disaster cake lo ketinggalan oon!
Astaga!
Aku reflek memegangi keningku. Bagaimana aku bisa melupakan hal penting itu? Padahal aku sudah menyiapkan dry ice banyak - banyak untuk menyimpan kueku di mobil.
To Kakak Laknat 💩 :
Tolong bawain ke TKP tar ya plis plis plis
From Kakak Laknat 💩 :
Ogah 😛
Aku berdecak membaca balasan dari kak Brian. Karina yang dari tadi berpikir keras berusaha memecahkan soal matematika menoleh ke arahku.
"Napa lo?"
"Biasa," kataku malas. "Eh btw susah nggak sih soalnya ini?"
"Ya iyalah lo aja dari tadi sibuk main hp." Kata Karina di berengi ringisanku yang mulai mengerjakan soal - soal itu. Aku mencoba bertanya pada teman - teman lain rumus apa yang di pakai untuk mengerjakan soal - soal ini karena aku tidak terlalu pintar di kelas, jadi wajar saja melakukan hal itu bukan?
Sudah dua jam kami mengerjakan soal itu tapi tidak kunjung mendapat pencerahan. Pak Budi ini sangat luar biasa, memberikan tugas yang belum ia terangkan. Katanya siswa harusnya belajar dahulu sebelum mulai di terangkan BAB baru dengan latihan soalnya.
Aku tidak paham jalan pikiran guru itu, menurutku yang ada malah kami semakin pusing dengan tugas yang sama sekali tidak kami pahami walau sudah membaca langkah - langkah menyelesaikan soal matematika BAB ini. You know, matematika tidak hanya bisa di pelajari dengan membaca sendiri, harus ada yang menjelaskan bagaimana menyelesaikan satu soal dengan beragam rumus secara step by step.
Seisi kelas ramai lagi karena waktu tiga jam nyatanya tidak cukup untuk memecahkan soal - soal itu. Umar segera berdiri lagi di depan kelas, mencoba menenangkan kami.
"Guys tenang guys, jawabannya nggak di kumpulin kok, kalo belum kelar bisa di kerjain di rumah, gitu sih kata pak Budi tadi." Katanya sambil tersenyum puas seperti berhasil nge-prank kami.
Sontak saja seisi kelas jadi lebih ramai melempar gumpalan kertas ke arah Umar. Ada yang memaki - makinya. Bahkan banyak yang bilang, "nggak bilang dari tadi onta!!"
"Tau gitu gue ke kantin!"
"Onta arab, pulang aja ke negara lo!!"
"Terlalu bagus tuh onta arab yang ada mah onta sarap, nyesel gue pernah suka sama lo.!!"
Itu semua teriakan dari teman - teman kelas, baik laki - laki atau perempuan. Aku bahkan mendengar Karina nyeletuk, "ganteng sih tapi sayang sarap!"
Aku hanya nyengir kuda. Kasihan juga si Umar, sampai negaranya di bawa - bawa karena ia keturunan Arab. Itulah kenapa teman - teman dengan mulut ajaibnya memanggil dirinya "Onta"
Beberapa jam kemudian akhirnya pulang sekolah. Aku segera pulang, menyempatkan diri ganti baju hendak mengambil kue di kulkas tiba - tiba Jayden video call.
"Hai." sapaku sambil meringis.
"Uda di rumah? Mau kemana? Kok bajunya gitu?" Tanya Jayden kaget ketika melihat bajuku. Ia bertanya sambil makan, rambutnya sedikit berantakan kelihatan baru bangun tidur. Btw suatu keajaiban ia memakai baju warna putih hari ini.
"Em, ya. Tumben pake baju warna putih?"
"Nemu satu nyempil di lemari." Ia lanjut melahap makanannya. "Kenapa bajunya gitu? Mau pergi?" Tanyanya sekali lagi, masih dengan nada datar seperti biasanya tapi aku merasa seperti di hakimi.
Aku gelagapan berusaha mencari alasan. "Em, asal ngambil aja dari lemari, btw kamu ganteng pake baju warna lain selain item." Eh kok aku bilang...?
Jayden tersenyum lalu berkata, "uda pinter ngeles ya?"
"Kak Brian manggil aku, uda dulu ya, bye." Ucapku secepatnya menutup telpon dan segera ganti baju lagi. Kali ini aku pakai kaos kuning dan jampernya.
Aku segera memasukkan kue dalam kotaknya yang sudah berisi dry ice lalu masuk mobil, mengomando semua teman - teman agar bersiap menuju apartement Jayden.
Ketika aku sampai teman - teman sudah stand by di basement apartment Jayden. Ada kakakku yang cengingisan, kak Bella, kak Jameka yang pakai baju kantoran, Tito, Lih, dan ada juga Karina yang katanya ingin ikut memeberi kejutan pada Jayden. Ia juga sudah ganti baju.
Aku melihat Kak Jameka membawa kotak kue dan aku langsung melihat kue buatanku yang masih di kotaknya, seketika nyaliku ciut. Pikirku kue yang di bawanya pasti bentuknya sangat bagus dan pasti sangat enak, beda dengan kueku. Jadi aku memutuskan untuk menyimpan kue buatanku di mobil.
"Kok nggak dibawa chocolate disaster lo?" Tanya kak Brian. Coba kau lihat sendiri bagaimana kakakku ini bilang chocolat disaster. Pasti kau akan dengan rela memplester mulutnya double sebelas.
Kuhiraukan saja pertanyaannya sambil terus berjalan mengikuti yang lain ke koridor apartment Jayden. Sebelum menekan bel aku memberi arahan dulu.
"Tar kalo alarmnya bunyi, semuanya masuk ya?" Kataku sambil menunjuk wireless calling system berbentuk jam tangan yang di pakai kak Jameka, sedangkan call button-nya kumasukkan dalam tas.
"Siap Mel, hari ini lo komandannya!" Kata Kak Jameka paling semangat mengacungkan jempolnya.
Kami bertos ria dulu, setelahnya aku menenkan bel apartement Jayden, menunggu sang pemilik membukanya.
"Hai," sapaku riang, Jayden sedikit terkejut melihat kedatanganku. Seperti biasa, ia sambil memegang rokok.
"Tumben kesini sendirian? Masuk." Tanya Jayden seraya membuka pintu mempersilahkan masuk dan berjalan dulu. "Ngapain kesini?"
"Nggak boleh kah?" Tanyaku mengikutinya masuk. Aku sudah bersiap mengambil call button, kugenggam hati - hati agar tidak terpencet, kusembunyikan di belakang punggung.
"Sering - sering aja kalo bisa," katanya sambil senyum lalu melihat melihatku. "Kok ganti baju?" Ia berjalan ke pantry, menyelipkan rokok di antara bibirnya, mengambil sekotak jus jeruk dalam kulkas, membuka lalu menuangkan pada gelas kaca dan memberikannya padaku.
Sedangkan aku tidak membalas pertanyaan Jayden, hanya mengamati gerakannya dengan satu tangan di belakang punggung. "Makasih," kataku saat menerima jus. "Kamu kan nggak suka, pundaknya keliatan." lalu meneguk jus itu dengan tangan satu.
Rokok Jayden tinggal sedikit, ia menghisapnya sekali dan mematikan benda itu pada asbak di atas pantry. Ia mendekat dengan senyum menyeringai, berbisik, "Aku suka. Kalo cuma buatku."
Setelah bisikannya ia beralih menatapku kemudian mengangkatku duduk di atas pantry, tangan hangatnya meraih pipi kiriku. Jayden akan mencium bibirku. Aku terkesiap, menahan dengan satu tangan yang memegang call button dan tidak sengaja mememcetnya.
Jayden sudah menempelkan bibirnya ketika...
"Surprise...."
Aku reflek mendorong dada Jayden agar menjauh. Kaget dengan suara teman - teman yang memberi kejutan. Aku berusaha turun dari pantry sambil menutup wajah dengan tas karena malu. Sedangkan Jayden malah tampak geram.
Suara mereka semangat lalu pelan, tertegun karena melihat kami berciuman.
"Ck, harusnya kalian masuk ntar aja! Ganggu!" Kata Jayden bukannya senang karena mendapat surprise dari kami, malah geram karena gagal ciuman.
"Lo apain adek gue!!" Kak Brian sudah tersulut emosi bersiap melempar tasnya ke arah Jayden tapi di pegangi Tito dan Lih.
"Sabar yang, anggep aja itu kado ultahnya Jay dari Mel." Ujar kak Bella berusaha menenangkan kakak.
Seketika semua jadi ricuh. Oke kejutan buat Jayden gagal total. Mission failed!
______________________________________
Duh gimana dong kejutan buat bang Jay gagal?
Bang Jay sih nyosor nyosor terus kalo sama Mel
Gimana ya lanjutan ulang tahun bang Jay?
Masak cuma sampe sini aja?
Btw ada nggak yang temen di kelas kayak Umar reseknya?
Ada juga nggak yang punya guru kayak pak Budi?
Ada juga nggak yang punya abang super ngeselin tapi sayang kayak kak Brian?
Makasih yang uda baca chapter gaje ini
Jangan lupa vote, comment, shared, rekomendasi jika kalian suka ceritanya
Maap kalo ada typo, harap di jadiin maklum, jarinya jempol semua 😂
See you next chapter teman - teman
Love you all
👻👻👻
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top