Chapter 20
I give you my heart
I just don't expect to get it back in pieces
•Anonim•
______________________________________
Jakarta, 10 Januari
08.55 p.m.
Umurku baru enam belas tahun, badanku bahkan kecil, tapi kenapa masalah datang bertubi - tubi? Pertama soal perempuan sexy yang memeluknya di basecamp, lalu daddy yang berusaha menggantikan posisi mommy, lalu perempuan sexy yang sama di aprtement Jayden hanya memakai handuk, lalu karena itu aku pulang malam dan di bentak kak Brian, dan sekarang ini. Jayden benar - benar pergi karena ini.
Rasanya otakku panas, menguap dan tegang. Hatiku rasanya sudah tidak karu - karuan lagi. Aku sampai lelah menangis, lelah sakit hati dan mencapai titik di mana tidak dapat menangis lagi. Hatiku masih sakit, bahkan sangat, tapi rasanya seperti mati rasa.
"Sorry Kar, gue ngerusak pesta lo." Kataku sendu saat sudah tenang ketika duduk di ruang pesta yang sudah sepi. Hanya ada aku, Karina, kak Rico dan kak Bella. Sedangkan kak Jordan, setelah babak belur di hajar Jayden, ia di antar kak Henry pulang.
"Gue bisa ngadain sepuluh pesta lagi," tukasnya menggebu - gebu. "Harusnya gue yang minta maaf ke lo, gara - gara gue, lo jadi kayak gini." Kali ini suaranya pelan, kak Rico berusaha menengakannya.
"Ya ampun," kata Karina lagi, matanya berkaca - kaca sambil memegang dahi. "Nangis kejer, mata bengkak, idung merah, kaki lecet semua kena krikil, rambut kusut, gue nggak bisa liat lo kayak gini Mel." Isaknya sambil memelukku.
"Kar, kenapa malah lo yang nangis?" Tanyaku.
"Pasti, pasti lo sayang banget sama kak Jayden, ya ampun mulut gue ini emang g'ada kampas remnya, harusnya tadi gue nggak perlu bahas masalah salah nembak di pesta." Karina tampaknya masih ingin bicara banyak. Dan apa kata Karina? Aku sayang Jayden? Harus kah aku mengatakannya? Tidak, aku akan diam saja.
"Bukan salah kamu beb, lagian, mana kita tau dia ke sini, kan nggak di undang." Kata kak Rico berusaha menenangkan pacarnya agar tidak menyalahkan diri sendiri.
"Mel, sebenernya Jayden tanya di mana kamu berada ke Brian," timpal kak Bella.
Itu menjelaskan semuanya. Tapi apa sekarang itu penting? Aku sudah kehilangan Jayden.
"Maaf Mel," lanjut kak Bella, wajahnya juga sedih.
Awalnya kak Bela tidak paham apa yang sedang terjadi karena ia kira selama ini yang berusaha aku dekati adalah Jayden. Lalu di Paris beberapa hari yang lalu juga aku tidak cerita padanya jika aku salah nembak Jayden. Karena dulu aku sudah jatuh cinta pada Jayden, dan sudah berniat untuk tidak mengungkap hal itu, maka dari itu aku tidak menceritakannya pada kak Bella. Aku menganggap hubunganku dengan Jayden akan baik - baik saja, tapi ternyata salah. Untuk itu aku hanya bisa minta maaf karena tidak menceritakan secara detail tentang hal ini. Tapi memang dasar kak Bella yang baik hati dan tidak pernah memandang permasalahan dari satu sisi saja, ia mengerti keadaanku.
"Brian lagi otw ke sini," Tambahnya.
Aku tidak ingin memikirkan reaksi kakakku ketika melihat keadaan kacauku sekarang. Aku hanya akan menjalaninya saja jika seandainya kakak akan membentak atau bahkan memarahiku seperti tadi malam, aku tidak akan berusaha membantah, atau menangis, aku hanya akan diam saja mendengarkan segala macam omelannya. Tapi yang ada ketika kakakku datang, ia malah memelukku sangat erat, wajahnya sedih melebihi semalam saat minta maaf padaku. Kak Brian juga tidak berusaha menanyaiku tentang apa yang sedang terjadi. Mungkin saja Kak Bella sudah menceritakannya ketika mereka sempat berduaan sebentar di depan rumah kak Bella tadi saat mengantarnya pulang.
"Istirahat ya dek," kata kak Brian sambil tersenyum ketika sudah sampai di rumah.
Aku mengangguk sambil berkata, "jangan ceritain ke daddy ya kak, gue cuma nggak mau daddy khawatir."
"Asal lo janji nggak nangis dan nggak galau," kata Kak Brian tersenyum sambil mengangguk dan kembali ke kamarnya.
Aku baru akan naik ke kamarku, namun langkahku terhenti di depan dapur, sejenak melihat daddy dan Amanda yang ada di sana. Amanda sedang memasak sesuatu sedangkan daddy berusaha menjahilinya. Wajah daddy sangat bahagia. Aku malah semakin tersenyum hambar. Malu pada diriku sendiri. Bagaimana bisa aku hanya memikirkan diriku sendiri saat wajah mereka berdua sama - sama bahagia seperti ini? Mel, just accept her. Maybe she doesn't like Gamelita. Batinku.
Beberapa hari berlalu semenjak insident ulang tahun Karina. Aku menepati janji kak Brian untuk tidak menangis lagi sejak saat itu, walau pun hatiku masih sangat sakit dan galau, aku hanya berusaha untuk tidak memperlihatkannya seperti yang selalu laki - laki itu lakukan. Aku hanya berusaha menjalani hidup dengan hati yang kosong seperti mayat hidup. Melakukan hal yang sepatutnya kulakukan layaknya orang normal lainnya.
Dan kau tahu, Daddy selalu mengajak Amanda ke rumah ini. Beliau selalu berusaha mendekatkan kami. Beliau bahkan melamarnya terang - terangan di depan kami saat makan malam di La Vue at the Hermitage langganan kami. Aku dan kak Brian hanya diam saat akan mendengar jawaban Amanda.
"Aku tidak bisa memutuskan jawabannya jika Brian dan Melody tidak ikut melamarku sebagai ibu mereka," kata Amanda kepada aku dan kakak.
Aku dan kakak saling berpandangan, kakak menggenggam tanganku, mungkin khawatir aku akan menolaknya mentah - mentah dan mengacaukan lamaran romantis daddy. Lalu aku menjawabnya dengan senyuman, "tentu saya akan senang jika anda mendampingi daddy."
Saat itulah semua lega mendengar ucapanku. Apa lagi yang bisa kulakukan selain menerima Amanda agar daddy tidak kesepian saat tidur? Aku bahkan kadang sering tidak sengaja melihat daddy memandangi potret mommy di ruang keluarga dalam diam, wajahnya sangat sedih. Tapi sejak ada Amanda aku sudah tidak pernah melihatnya begitu lagi.
Jadi saat ini hanya itulah yang dapat kulakukan.
Beberapa menit kemudian semuanya sudah selesai makan sambil bercanda dan tertawa, aku lebih banyak diam sambil menanggapi seperlunya. Rasanya akhir - akhir ini aku jadi pendiam. Aku bahkan tidak sadar jika hanya berdua dengan Amanda di meja makan. Daddy dan kakak tidak tahu pergi kemana.
"Melody, " sapanya membuyarkan lamunanku.
"Ya?"
"Aku paham perasaanmu, kamu pasti takut daddymu tidak perhatian lagi, kalau kamu pikir aku akan merebut perhatian daddymu padamu, kamu salah sangka Mel, aku hanya ingin bangun keluarga baru sama kalian. Aku tidak akan berusaha menggantikan posisi mommymu, itu pasti tidak akan bisa. Aku juga tidak akan memaksamu memanggilku dengan sebutan ibu. Tapi aku akan berusaha sebaik mungkin, karena aku juga ingin punya anak," jelas Amanda panjang lebar yang membuatku sangat terkejut karena berhasil membaca pikiranku.
"Ingin punya anak? Maksudnya?" Tanyaku tidak paham.
"Aku tidak bisa punya anak, karena itu suamiku dulu menceraikanku, tapi daddymu mau nerima aku apa adanya," tukasnya yang malah membuat hatiku tidak enak. Ada perasaan menyesal telah bertanya.
"M-maaf saya harusnya tidak menanyakan hal itu pada anda," kataku.
"Tidak apa - apa, jadi bisa kita mulai berteman?"
Aku tersenyum lemah dan mengangguk. Mungkin aku hanya paranoid, mungkin kakak Benar, Amanda orang yang baik.
Tidak lama kemudian kakak kembali ke kursi kami dan mengajakku pulang dahulu untuk memberi ruang daddy dan Amanda berdua saja.
"Dek,?" Sapa kak Brian saat kami perjalanan pulang.
"Hm?"
"Gue nggak yangka lo bakal nerima Amanda, kirain lo bakalan teriak - teriak sambil mencak - mencak di atas meja kek orang kesurupan hahaha,"
Aku tidak merespon lawakan kakakku. Saat ia merasa aku diam saja, kak Brian menghembuskan nafas beratnya.
"Mel, kalo lo emang cinta Jayden, ngomong gih ke Jayden."
"Kenapa kakak malah bahas yang lain?"
"Gue beneran nggak tega liat lo kayak mayat hidup."
"Lo ngomong apaan sih kak,? Mending fokus nyetir deh," kataku mulai kesal. Bisakah kakak tidak membahas laki - laki itu?
"Sebulan lagi Jayden pindah kuliah di Cambridge University, dia ketrima beasiswa di sana. Mending lo ngomong sebelum telat."
Aku tercekat mendengarnya, lalu menghembuskan nafas berat dan berkata,"dia uda punya cewek kak,"
"Ha? Nggak mungkinlah dek."
Aku berdecak dan menghembuskan nafas berat pelan sekali lagi lalu mulai menceritakan perempuan itu pada kakak tapi apa responnya?"
"Nggak mungkinlah, lo salah kali. Nggak mungkin Jayden kek gitu, gue kenal dia."
"Jadi lo lebih percaya temen dari pada adek kandung lo sendiri?" Tukasku tidak terima. Aku yakin tidak salah lihat, bahkan aku melihat perempuan sexy itu dua kali.
"Ya nggak gitu maksudnya."
Aku hanya melirik kak Brian mengambil ponsel dan menelpon seseorang.
"Halo, di mane lo?"
"..."
"Oke." Kata kakak seraya menutup teleponnya lalu beralih melirikku sebentar.
Beberapa menit kemudian kami saling diam, aku kira kakak sudah tidak akan membahas masalah laki - laki itu lagi tapi mataku terbelalak ketika mobil kakak malah terparkir di basement apartment laki - laki itu.
"Ngapain ke sini kak?" Aku protes.
"Ayo ikut aja, kelarin masalah lo sama Jayden."
"Apa yang kakak lakuin, gue nggak mau, kami uda kelar kok." Protesku sekali lagi saat kakak menarik tanganku untuk turun.
"Ck, Mel dengerin kakak sekali ini aja, silahkan lo ngomong ke Jayden yang sebenernya terjadi, kelarin apa yang di rasa kurang clear. Gimana hasilnya tar, itu urusan belakang, yang penting kelarin dulu."
"Tapi kami uda kelar kak, nggak ada yang perlu di jelasin lagi," kataku sekali lagi.
"Jangan bikin gue nyesel seumur hidup karena nggak ngelakuin hal ini." Kata kak Brian tegas.
Setelah meyakinkanku cukup lama akhirnya aku menuruti kakak untuk melangkahkan kaki sampai depan apartement laki - laki itu.
"Kelarin urusan lo, kakak tunggu di mobil, kalo ada apa - apa telpon aja, dan Mel, good luck" Aku hanya diam seperti idiot tidak tahu harus melakukan dan berbicara apa ketika kak Brian memencet bel apartement laki - laki itu dan meninggalkanku sendirian.
Mulai dari minta maaf Mel, mulai dari minta maaf, rapalku untuk menyemangati diri sendiri. Tapi ketika pintu apartementnya terbuka, perempuan sexy itu lagi yang muncul, semangatku luntur seketika.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top