Bad Bey 3

Bola berwarna kuning-biru terpelanting ke udara bersama seruan heboh dari para penonton yang berada di sisi lapangan. Saat bola berhasil ditangkis lawan, diarahkan pada rekan sebelum kemudian dilemparkan kembali pada lawan, sorak sorai heboh menggema bersama tepuk tangan meriah. Termasuk di sana ada Bey yang juga ikut hanyut akan jalannya pertandingan.

Bukan benar-benar hanyut dalam pertandingan sebenarnya. Karena Bey hanya fokus memerhatikan Atqi yang menjadi salah satu pemain bola Voli di lapangan. Setiap gadis itu berhasil merebut bola, menguasainya, lalu memukul keras dengan telapak tangannya sambil meloncat cepat beberapa sentimeter di atas tanah, Bey heboh berteriak menyerukan nama gadis itu.

"Ayo, Atqi! Kamu bisa! Kamu hebat! Keluarkan smash-mu! Kalau kamu kalah tanding hari ini, maka kamu harus menjadi pacarku!"

Bola kuning-biru itu melesat cepat ke dada Bey tepat satu detik setelah Bey menuntaskan teriakannya. Dengan dua tangannya, Bey berhasil menangkap bola tersebut meski dadanya harus merasakan ngilu. Sambil memegangi bola sekaligus dadanya yang sakit, Bey paksakan diri untuk tetap tersenyum saat melihat Atqi berjalan menghampirinya.

"Nih ... bolanya," kata Bey terbata-bata saat menyerahkan bola tersebut itu pada Atqi yang tengah menatapnya tajam. "Kenapa? Kok ngeliatinnya gitu amat? Susah kedip yah lihat wajah ganteng Akang Bey?"

Satu pukulan keras mendarat di bahu Bey. Atqi membabi-buta lelaki itu dengan pukulan lain yang berasal dari bola Voli di tangannya juga. Jengkel.

"Ampun, Atqi! Ampun! Sakit! Ini kekerasan namanya!"

Teriakan Bey sama sekali tak membuat Atqi menghentikan pukulannya. Orang-orang di sekitar mereka yang melihat sama sekali tak ada yang berani membantu Bey, atau sekedar mengomentari tindakan Atqi. Mereka semua malah tertawa melihat si anak geng motor kembali harus merasakan penolakan cintanya.

Bey pasrah. Sengaja membiarkan dirinya jadi bulan-bulanan gadis berhijab itu. Semua mata dapat menerka dengan jeli maksud dari sikap pasrah Bey. Karena mana mungkin si anak geng motor yang doyan naik motor ugal-ugalan di jalanan mau-maunya jadi samsak seorang gadis? Kalau bukan karena jatuh cinta, lalu apa lagi?

"Berhenti ngomong pacaran-pacaran! Kamu gak bosen apa ngomong kayak gitu terus, Bey?" bentak Atqi yang sudah kelelahan melampiaskan emosinya.

Atqi melemparkan bola Voli kepada rekannya yang ada di lapangan. Ia melambai pada rekannya yang diballas dengan anggukan kepala. Bey yang melihat hal itu sampai lupa akan rasa sakit di dadanya, berganti dengan menatap Atqi yang sudah bercucuran keringat hingga membasahi pinggiran kerudung putihnya.

"Sampai kamu terima aku jadi pacarmu, aku gak bakalan bosen ngajakin kamu pacaran." Bey menyengir kuda. "Maka dari itu, mending jadi pacarku aja biar aku berhenti ngajakin kamu pacaran. Gimana? Setuju?"

Bey mengulurkan satu tangannya ke arah Atqi yang langsung di pukul gadis itu dengan keras. "Aku kan udah bilang dari awal, aku gak ada niat buat pacaran sama siapa pun!" tegas Atqi penuh nada penekanan. Dua tangannya sampai terkepal erat karena gemas ingin kembali melemparkan pukulan pada Bey.

"Kenapa kamu gak ada niat pacaran? Apa alasannya? Kalau jawaban kamu ambigu kayak gitu, aku gak akan berhenti ngajakin kamu pacaran."

"Karena di Islam itu gak ada yang namanya pacaran sebelum nikah, Bey."

Bey mendesah berat. "Itu lagi alasannya. Jangan bawa-bawa agama dulu deh. Aku nanyanya perasaan kamu, jangan disangkutpautin sama agama yang larang-larang pacaran. Kamu emang mau jadi jomblo seumur hidup?"

"Apa hubungannya pacaran sama jomblo seumur hidup? Ngaco!"

"Ada hubungannya dong! Kalau kamu gak pacaran, kamu gak akan nikah. Terus nanti kamu jadi jomblo seumur hidup. Jadi perawan tua! Mau?"

Atqi tahu perdebatannya dengan Bey tak akan ada habisnya. Cowok berlesung pipi itu tak pernah mau mengakhiri percakapan dengannya kecuali kalau Atqi sendiri yang mengabaikan Bey atau mengalah. Kotak pesannya bahkan dipenuhi oleh deretan SMS gak jelas dari Bey. Daftar panggilan masuk dari yang terjawab sampai tak terjawab pun didominasi nama kontak "Bey XII IPS 3".

Atqi balik badan. Ia kembali ke area lapangan untuk bergabung dengan rekan timnya yang lain. Namun tepat saat itu bel berbunyi nyaring, pertanda jam istirahat telah usai. Pertandingan dadakan yang biasa dilakukan Atqi disela-sela jam istirahatnya harus usai. Para penonton juga merangsek membubarkan diri, tak terkecuali Bey yang langsung menghampiri Atqi. Ia berjalan tepat di samping Atqi yang tengah memeluk bola Voli tadi.

"Lihat tuh si Icha!" Jari telunjuk Bey terulur lurus ke arah depan. Mata Atqi spontan mengikuti gerakannya. "Tiap hari dia dianter jemput sama pacarnya ke Sekolah."

"Terus?"

"Kamu gak mau kayak dia? Ada yang anter jemput ke Sekolah gitu."

"Aku punya motor dan bisa pergi sendiri ke Sekolah. Gak perlu tuh dianter jemput!"

Bey berdecak sebal. "Mau sampe kapan sendirian terus? Enakan ditemenin biar ada temen ngobrol pas di jalan pulang-pergi ke Sekolah. Asyik! Gak bete. Gak kesepian. Gak sendirian."

"Aku gak sendirian kok. Kan ke sekolahnya bareng Hanan. Aku jemput dia ke rumahnya."

"Ampun deh, Qi!" Bey menepuk jidatnya keras. "Segitu betahnya hidup ngejomblo? Kamu gak pernah jatuh cinta atau suka lawan jenis apa?"

"Pernah."

"Sama siapa?" Bey mendadak semringah. "Aku, yah?" Bey terkekeh kecil. Siap menunggu pembenaran Atqi atas terkaannya.

"Ayahku," jawab Atqi singkat.

Bey membuang napas singkat sebelum mengambil bola Voli yang ada di tangan Atqi. Ia melemparkan bola itu ke udara, menangkapnya, melemparkannya lagi, lalu menangkapnya lagi.

"Kenapa kamu susah digapai kayak bola ini, Qi?" Bey melirik Atqi yang ternyata tengah tersenyum. "Apa sih hebatnya aturan agama yang larang-larang pacaran?"

"Karena aku bukan benda mati kayak bola itu yang bisa kamu rebut, tangkap, sama lempar sesuka hati. Aku makhluk hidup yang bebas memutuskan apa pun sesuai kemauanku, termasuk nolak pacaran sama kamu. Bukan hanya karena agama yang larang, tapi karena akunya juga gak mau."

Ditolak lagi, batin Bey menggerutu. Saking seringnya kena penolakan dari Atqi, Bey tak pernah sekali pun mencoba menutup telinganya untuk mendengar penjelasan Atqi perihal penolakan cintanya itu. Bey malah kecanduan, senang ketika Atqi bisa berbicara panjang lebar dengannya meski percakapan mereka selalu saja hal yang sama; menolak pacaran.

"Dan Bey ...," suara Atqi membuyarkaan lamunan Bey, "kenapa juga kamu ngajakin aku pacaran?"

"Karena aku suka kamu."

"Kenapa kamu suka sama aku? Kenapa gak cewek yang lain aja? Kayak si Mei misalnya, Ratu seantero SMAN 1 X yang cantik bukan main. Atau si Putri, anak anggota DPR yang kaya raya itu. Sukai mereka yang mau pacaran sama kamu aja sana!"

"Karena aku udah sukanya sama kamu, jadi gak bisa suka sama cewek lain."

"Iya. Alasannya apa? Pasti kamu punya alasan dong kenapa bisa suka sama aku bukannya cewek lain?"

Bey tersenyum miring. Ia berjalan beberapa langkah lebih cepat dari Atqi lalu membalik badannya. Secara tiba-tiba ia melemparkan bola Voli itu yang dengan tangkas dapat ditangkap oleh Atqi.

"Kalau kamu mau tahu alasannya, kamu harus jadi pacarku dulu. Gimana? Mau?"

Atqi melempar bola Voli itu pada Bey lagi dengan sekuat tenaga. "Enggak usah! Nih! Pacaran aja sama bola!"

Atqi berlari mendahului Bey untuk segera mengakhiri percakapan dengan lelaki itu. Bey sendiri tak mencoba menyusul, ia memilih memain-mainkan bola ditanggannya sambil tersenyum lebar. Melihat Atqi semakin melangkah jauh darinya, ingatan Bey juga ikut melangkah jauh ke dua tahun silam.

Awal mula ia 'berurusan' dengan Atqi. 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top