Part. 9 - Indomie

Waktu aku mendapat mens pertamaku, pesan Mama cuma satu, yaitu nggak boleh deket-deket sama cowok. Katanya kalau sampai pegangan tangan aja, nanti aku bisa hamil.

Tadinya, aku percaya aja karena waktu dikasih wejangan saat itu, aku masih kelas tujuh. Tapi makin ke sini, rasanya itu bohong. Apa kabar dengan aku yang harus kasih salam sama Pak Guru? Atau kalau ada tamu yang datang dan itu cowok juga? Buktinya aku nggak hamil sampe sekarang. Amit-amit juga kalau sampai kayak gitu.

Intinya, aku jadi tahu kalau pesan Mama itu cuma nakut-nakutin aja, yang artinya aku nggak boleh sembarangan sama cowok. Mama nggak tahu aja kalau sebenarnya aku juga takut sama cowok, yang ada malah aku kabur kalau dideketin. Tapi kalau Jed, aku nggak takut, malah makin suka. Mungkin karena udah kenal dan temennya Om Will, aku jadi merasa nyaman.

Weekend getaway di Puncak kali ini menegangkan. Kayak main rollercoaster, perasaannya naik turun. Jed cium aku di mobil dan langsung menyudahi ciuman saat ada telepon dari Om Will yang mempertanyakan keberadaan kami. Untung aja, mereka nggak lihat kami ada di mobil, padahal mereka ada di sebrang.

Waktu semuanya masuk ke mobil, ekspresi mukanya bete banget sampai merah kayak menahan marah. Aku sampai nggak berani melihat ke arah Om Will, sedangkan Jed malah santai banget kayak nggak ada apa-apa.

Keluarga besar kami memiliki sebuah vila di Puncak, yang katanya buyutku, Opa-nya Papa dan Om Will, sengaja beli vila supaya keluarga bisa sering piknik dan cari pemandangan hijau dengan udara segar di sini.

Vila itu nyaman dan besar. Kalau liburan di Puncak, kita pasti nginep di situ. Ada penjaga yang dipekerjakan oleh Papa untuk bersih-bersih dan merawat vila. Sehingga saat kami tiba, kami nggak perlu repot untuk bersihin kamar karena udah bersih dan rapi.

Kamar di vila ada sekitar sepuluh kamar tidur, termasuk kamar pembantu. Aku punya satu kamar pribadi, begitu juga dengan Om Will. Tiba di sana, aku langsung menuju ke kamar dan menolak mentah-mentah soal ide tentang Lana yang mau sekamar sama aku.

"Gue takut banget kalau ada hantu," rengek Lana sok manja.

"Ada juga hantu yang takut sama lu," sewot Om Will judes. "Nggak usah banyak gaya, kayak nggak pernah dateng ke sini aja. Sana, tidur di kamar tamu paling depan yang biasa lu pake."

Aku cuma bisa mendengus mendengar percakapan Om Will dengan Lana. Kak Santo udah langsung ke kamar pilihannya, sedangkan Jed cuma bisa mendengus di sampingku.

Aku heran sama Lana yang semakin lebay untuk caper. Di sini, cowok masih ada dua selain Jed, kenapa nggak melirik salah satu dari Om Will atau Kak Santo aja? Kenapa harus Jed? Apa zaman sekarang dalam merebut pasangan orang harus menjadi tren? Rasanya hal kayak gitu bukan prestasi, melainkan sensasi.

Misalkan Jed udah jadi pacar orang, aku juga nggak bakalan mau rebut meski suka sama dia. Buat apa mendapat pacar dengan merebutnya dari orang lain? Nggak elegan deh. Rasanya lucu kalau cowok masih banyak tapi harus merebut satu cowok yang sama.

Aku nggak mau dengar rajukan Lana lebih banyak lagi dan segera ke kamarku. Menurutku, vila keluarga nggak seram, justru sangat homey sekali. Aku suka banget dengan suasananya yang tenang, suara jangkrik yang terdengar dari luar, juga udara dingin yang lembap. Pokoknya bener-bener bikin nyaman dan senang.

Aku langsung merapikan barang bawaan dan mandi setelahnya. Rasanya seger banget dan menyenangkan saat bisa pake piyama setelah seharian keluar. Aku baru aja selesai mengeringkan rambut saat pintu kamarku diketuk.

Sambil menyisir rambut, aku membuka pintu dan... cup! Aku kaget banget waktu tiba-tiba kepala Jed nongol dari balik pintu dan langsung cium keningku. Ih, bibirnya jadi nyosor mulu, heran!

"Kamu tuh yah, nyebelin!" sewotku protes sambil mundur untuk memberi Jed masuk ke dalam kamar dan menutup pintu.

"Aku cium pacarku karena gemes banget, kenapa nyebelin?" tanya Jed sambil berbalik dan nyengir.

Duh, hatiku gimana nggak lemah kalau dikasih serangan cengiran yang manis kayak gitu? Aku udah nggak bisa bedain mana yang senyuman iblis atau malaikat dari Jed, karena bawaannya terpana tiap kali senyum manis begitu.

"Kalau Om Will atau yang lainnya liat gimana? Trus ngapain kamu ke sini?" tanyaku sok galak, tapi sebenarnya deg-degan banget.

Jed mengacak rambutku yang masih setengah basah dan mengambil alih sisirku. "Kepengen samperin kamu, barangkali ada yang perlu dibantu."

"Bantuin apa?" tanyaku bingung.

"Copotin baju," jawab Jed ngakak, lalu aku memukul bahunya gemas.

"Kenapa sih jadi mesum banget?" sewotku.

"Cowok kalau nggak mesum, itu malah perlu dicurigain, Nau," jawabnya sambil menyisir rambutku dengan pelan.

"Jadi, kamu sering mesum sama cewek-cewek?"

"Ya nggak lah, sama kamu aja."

"Seriusan?"

"Iya."

"Kenapa gitu?"

"Karena kamu pacarku, dan kamu bikin nagih."

"Hah?"

Aku menoleh kaget dan Jed langsung nunduk untuk mencium bibirku yang terbuka. Aduh, Mama, ini kalau bibirnya nempel terus sama bibir cowok nggak bakalan hamil, kan? Soalnya aku jadi oleng nih. Ini beneran nagih.

"Kamu wangi banget," bisik Jed setelah menyudahi ciumannya.

"Kan abis mandi," balasku dengan serak.

"Nggak mandi juga tetep aja wangi. Aku suka," sahut Jed sambil membelai pipiku dengan jempolnya.

Aku bisa kehabisan napas kalau kelamaan kayak gini. Jed deket banget, dan aku jadi gerah. Kami masih dalam posisi dimana aku yang sudah berada dalam dekapan erat Jed, dengan kening yang saling beradu dan hidung yang bersentuhan.

Jed seperti ingin mencium kembali saat pintu kamarku tiba-tiba terbuka dengan kasar, yang membuat kami langsung menjauhkan diri dan melihat Om Will yang datang.

"Eh, Bangke! Gue suruh lu manggil Naura buat bikin Indomie, anjir! Kenapa malah congor lu minta yang lain?" omel Om Will kencang, disusul kedatangan Kak Santo dan Lana di belakang.

Ugh, malu banget!

Berbanding terbalik sama aku yang malu, Jed malah merangkul bahuku dengan santai sambil menatap Om Will dengan lantang.

"Cara manggil orang kan beda-beda," jawab Jed tenang.

"Gitu cara lu manggil Naura?" desis Om Will yang kini sedang melotot ke arahku. "Lu jangan mau dipegang sembarangan! Jed itu buaya, tangannya suka bongkar pasang. Jangan sampe nanti putus, lu nangis dan bilang mau mati! Awas aja sih kalau kayak gitu."

Astaga, Om Will! Doain ponakannya kok jelek banget? Lagian aku nggak bakal kayak gitu juga lah. Yah mudah-mudahan jangan sampe karena harus mikir pake otak juga kalau jalanin hidup, apalagi hubungan. Meski emosi dan mood masih labil, menurutku pendirian harus stabil.

"Naura bukan orang yang kayak gitu, Will. Dia akan jadi dirinya sendiri tanpa perlu lu rapalin masa depan jelek kayak gitu," celetuk Jed dengan nada nggak senang.

Aku sampai mendongak untuk melihat Jed karena terharu dengan penilaiannya yang begitu baik hati. Jed masih menatap Om Will dengan judes, dan rangkulannya di bahuku mengerat.

"Lebay banget sih baru pacaran aja," sewot Lana.

"Bilang aja sirik," sahutku ketus.

Lana memeletkan lidah dan membuang muka sambil meloyor pergi. Aku bener-bener nggak suka keadaan kayak gini. Kenapa sih harus ada pihak ketiga yang berusaha mengganggu dalam sebuah hubungan? Kenapa nggak damai aja gitu?

"Berisik! Sana bikinin Indomie!" cetus Om Will galak.

"Kenapa harus aku?" tanyaku kesal.

Om Will tersenyum miring sambil menyilangkan tangan. "Karena Indomie telor bikinan lu paling enak. Apalagi telor setengah matang lu yang sempurna."

"Gue juga mau ya, Nau. Indomie tiga bungkus, pake telor tiga," seru Kak Santo yang sedaritadi jadi penonton.

"Gue mau tiga bungkus juga," tambah Om Will yang segera berbalik untuk keluar dari kamar, disusul Kak Santo.

"Tapi... kenapa jadi aku yang hatus bikin Indomie? Jed, aku..."

Suaraku terhenti saat melihat Jed yang sedang nyengir sambil menepuk punggungku. "Aku mau lima bungkus ya, Sayang. Telornya juga lima."

"Hah?"

"Aku pesen lima supaya kita bisa sharing. Kamu pasti laper kalau habis bikin Indomie sebanyak itu. Nanti aku suapin deh."

"Jed!"

"Kalau soal Indomie telor, aku juga nggak bisa ngapa-ngapain selain ngarepin kamu yang bikin. Jadi, tolong bikinin ya."

Aku cuma bisa menghela napas dan segera menyisir rambutku yang sudah kering. Setelah selesai, aku dan Jed keluar dari kamar, dimana yang lainnya sedang bersiap untuk bermain poker.

Jed bergabung dengan mereka setelah mengantarku ke dapur. Aku mulai membuat Indomie sesuai pesanan diperbantu Mbak Jum, istri penjaga vila yang juga bekerja sebagai pembantu selama kami menginap di sini.

Berhubung permintaan yang diluar dari standart, juga nggak ada mangkok ukuran besar, jadi aku membuat Indomie telor dengan tiga panci. Dua panci ukuran sedang adalah untuk Om Will dan Kak Santo, sedangkan panci besar berisi lima bungkus Indomie untuk Jed.

Setelah selesai membuat Indomie, aku malah nggak kepengen makan, bawaannya udah kenyang dan cuma melihat mereka makan. Entah karena gengsi, Lana sama sekali nggak mau makan Indomie tapi terus melirik pancinya Kak Santo.

"Makan dikit, lah. Masa aku makan sendirian? Kan niatnya minta bikin lima bungkus supaya bisa makan bareng sama kamu," bujuk Jed untuk kesekian kalinya.

"Naura nggak mau, sini bagi gue. Tiga bungkus nggak nendang," ucap Om Will yang langsung mencapit mie dari panci Jed ke pancinya.

Jed langsung berseru protes dan segera menarik pancinya menjauh dari jangkauan Om Will. Aku jadi bingung sama orang dewasa sekarang karena sikap mereka lebih kekanakan daripada aku yang masih anak SMA.

"Udah deh, kamu makan aja. Aku tahu kalau porsi kamu harus makan sebanyak itu, dengan atau tanpa sharing sama aku," ujarku akhirnya.

"Ya tapi cobain dulu aja'" sahut Jed bersikeras.

"Nggak mau, kenyang," ucapku sambil memeluk lengan Jed dan merebahkan kepala di sana. "Aku tiduran aja sambil kamu makan dan lanjut main."

Jed tersenyum dan mengangguk. Om Will cuma berdecak jijik dan Kak Santo masih khusyuk menikmati Indomie-nya. Sedangkan Lana cuma menatap iri pada kami dari sebrang.

Karena capek, aku mengantuk dan hampir terlelap, tapi bisikan Jed di sela-sela kesibukannya bermain poker langsung membuat mataku terbuka sepenuhnya.

"Thanks buat Indomie-nya. Seperti biasa, enak banget dan bikin nagih. Nanti malam, aku balas budi dengan kasih hal yang lebih nagih dari Indomie. Jadi, jangan kunci pintu kamar, ya."




🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷




Hayo ngaku, siapa yang kalau pergi liburan bareng2, dikasih pesen kayak gini sama cowoknya? 🤣

Sini bisikin aku.
Tenang aja, gak bakal bocor kok.
Palingan... kamu ketahuan 🙈

Semakin lama, Jed ini agak meresahkan ya, Bun. 😌



17.12.2020 (19.15 PM)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top