Satu
Maaf banget janjikan kemarin mau update tetapi setelah saya update cerita bab 2 HUM LONGING itu tengkuk saya rasanya berat banget, jadi sekaranglah saatnya.
Kalau nggak suka dengan castnya, bisa bayangkan tokoh yang lain ya.
Cerita baru dan semoga kalian suka ...
oh ya yang nggak suka cerita pelakor jangan baca, tambah esmosi ntar.
enjoy reading and be safe.
Belinda yang berbaring miring seraya mengusap perutnya yang membuncit dengan sesekali meringis menahan kontraksi yang mulai sering terjadi. Ia menatap jam weker yang menunjukkan pukul tiga dini hari. Dengan beberapa kali mengatur napas, ia segera berusaha bangkit dari pembaringannya dan meraih tas yang sudah ia siapkan.
Belinda menoleh pada sisi ranjang yang selalu kosong. Mendengkus panjang ia segera menutup pintu kamarnya dan memastikan semuanya aman sebelum akhirnya pergi. Beruntung baginya, taksi daring sudah menunggu di depan tak lama kemudian.
Dalam perjalanan ke rumah sakit, ia mengirimkan pesan singkat kepada sang suami yang saat ini entah berada di mana.
Belinda:
"Mas, aku sudah menuju rumah sakit. Kemungkinan hari ini aku akan melahirkan. Jenguk anakmu jika kamu sudah ada waktu."
Belinda melirik layar ponselnya sekali lagi sebelum menghubungi orang tuanya. Centang satu, bisa berarti banyak hal bukan? Belinda tidak ingin suudzon apa pun yang terjadi kedepannya ia harus siap dengan segala konsekuensinya. Bagi keluarga suaminya yang utama adalah keturunan yang ia hasilkan bagi mereka.
Belinda tidak jadi menghubungi ibunya melalui panggilan telepon saat kontraksinya semakin menjadi dan hampir sampai di rumah sakit. Semuanya terlupakan karena fokusnya kepada sang janin. Belinda sudah merasakan basah pada bawah pantatnya. Ia panik melirik padan sopir taksi yang tampak sigap membawakan kemudi.
"Pak, maaf. Jok Bapak basah, sepertinya ketuban saya pecah Pak," kata Belinda dengan raut penuh penyesalan dan permintaan maaf.
Si sopir hanya melirik sekilas sebelum semakin cepat melajukan kendaraannya.
"Tidak apa Bu. Wajarkan kalau ketuban pecah. Jok yang kotor masih bisa dibersihkan," ucap sang sopir maklum.
Dalam hati Oza Parama, ia cukup geram. Suami mana yang begitu tega tidak ada bersama dengan sang istri hendak melahirkan terlebih tidak ada seorang pun yang menemani. Padahal jika dilihat dari rumah yang mereka tinggali cukup berada. Sungguh ia sangat simpati kepada wanita muda ini, cantik tentu saja dan terlihat sangat sederhana. Wanita tegar, terlihat dari upayanya yang tidak mengeluh sedikitpun sedari tadi.
Oza membantu penumpangnya untuk duduk di kursi roda dan bersikeras membantunya sampai mendapatkan kamar.
"Anda tidak perlu melakukan ini, saya bisa melakukan sendiri. Saya bahkan belum membayar Anda. Saya tidak ingin berhutang Budi," kata Belinda seraya mengaduk isi tas mencari dompetnya.
Lengannya lantas ditahan oleh Oza. "Tidak apa, anggap saja ini bantuan dari sesama makhluk sosial."
Belinda menggeleng. "Saya bahkan tidak mengenal Anda."
"Kita tidak perlu saling mengenal dekat, untuk membantu sesama. Sudahlah sekarang lebih baik Anda berkonsentrasi dengan bayi dan diri Anda. Saya akan membantu semampu saya," kata Oza seraya meremas bahu Belinda menyalurkan dukungan.
"Tapi Pak?" protes Belinda.
"Adakah anggota keluarga yang bisa saya hubungi?" tanya Oza.
Belinda menggeleng saat Perawat membantunya berbaring di ranjang UGD.
"Kalau begitu saya akan temani Anda sampai melahirkan."
Belinda menggeleng panik dan merasa tidak enak hati dengan perhatian berlebih orang asing di depannya itu. Namun Belinda juga tidak kuasa mengalihkan perhatiannya dari pria yang ada di depannya itu, walau sedikit terhalang tirai dan lalu lalang para petugas medis, pria itu dengan santainya duduk di sana dan memberikan senyum tipis ke arah Belinda. Belinda yang kepergok memperhatian pria itu lantas memalingkan wajahnya yang tersipu. Rasanya ia tidak asing jika diamati lebih lama. Namun Belinda tidak kunjung mengingat. Mungkin juga ia pernah bertatap muka di jalan.
♥
Oza bersedekap seraya duduk tenang di bangku tunggu. Kedua tangannya mengepal erat di balik raut wajahnya yang tampak sangat bersahabat. Ia sangat bersyukur bahwa dirinya yang mendapatkan penumpang dini hari ini. Padahal sejatinya ia hanya iseng membuang waktunya yang tak kunjung mengantuk dan menghilangkan kepenatan. Geram yang dirasakannya mendapati wanita itu tidak ada yang menemani dihari pentingnya ini. Bagaimana jika sampai banyak hal buruk terjadi dan tidak ada satu orang pun yang tahu? Di mana para pekerja di rumahnya. Oza menggeleng-gelengkan kepala seraya memijit pelan tengkuknya mengenyahkan segala pertanyaan itu. Ia akan mencari tahunya nanti.
Oza masih menemani Belinda sampai wanita itu selesai diperiksa dan akhirnya bisa melahirkan dengan selamat dan di tempatkan di kamar.
Oza menengok Belinda yang sedang tertidur nyenyak dan mengusap puncak kepalannya dengan lembut. Andaikan ia tidak ada jadwal mengajar pagi ini, akan dengan senang hati ia menemani Belinda dan anaknya. Namun Oza akan mengirim orang untuk memantau keadaan Belinda wanita cantik ini jelas tidak baik-baik saja, begitu juga dengan rumah tangganya.
Oza melangkahkan kaki keluar dari lobby rumah sakit saat menangkap bayangan Geo yang menuju meja informasi. Ia lantas menggapai gawainya dan menghubungi sang ayah, Felix.
"Pa, aku sudah menemukan dia."
"Kamu yakin itu dia?"
"Sangat yakin, wajah dan postur tubuhnya sama dengan mama waktu masih muda ditambah lagi dengan tanda lahir di lehernya. Mereka bagaikan pinang dibelah dua."
"Akhirnya ... bagus Nak. Bagaimana keadaaannya?" tanya Felix dengan suara khas orang bangun tidur.
"Tidak terlalu bagus, Yah. Satu yang pasti, ia sudah menikah dan pernikahannya tidak bahagia. Ngomong-ngomong selamat Yah baru saja mendapatkan cucu perempuan."
"Terima kasih Tuhan. Oh anakku yang malang. Bawa dia kembali Nak. Bagaimanapun caranya."
"Oh ya yah, dia menikah dengan Gio Zaron."
"Bocah tengik itu? Pantas saja dia tidak bahagia," geram Felix Alfredo.
"Aku akan membuat perhitungan dengannya," tambah Felix.
"Jangan gegabah, Yah. Kita lakukan secara perlahan, yang terpenting saat ini sang putri akan kembali ke pelukan kita lagi."
Oza menghela napas lega. Setidaknya proses persalinan Belinda lancar dan wanita yang dirinya cari sejak dua puluh tahun ini sudah diketemukan. Tugasnya sekarang adalah mencari orang yang dulu pernah menculik wanita itu. Ia sangat yakin jika Belinda masih berhubungan dengan mereka. Seorang Zaron tidak mungkin mempersunting wanita dari kalangan biasa saja. Hanya saja mendapati Belinda yang seorang diri di rumah tanpa terlihat satu orang pun yang menemani tak urung kembali membuat Oza berpikir. Sangat jelas Gio tidak mengurus adik angkatnya itu dengan baik.
♥
Gio terbangun dan mematikan alarm pada gawainya. Menyingkirkan tangan lentik yang mendekap dadanya dengan erat dan kemudian bangkit berjalan menuju kamar mandi.
"Masih sangat pagi, kamu akan kembali?"
"Iya, perasaanku tidak enak."
"Kalau begitu kembalilah berbaring dan aku akan melakukan sesuatu yang enak pada tubuhmu?" goda wanita bertubuh seksi tersebut.
"Tidak bisa, aku harus kembali."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top