Kepo-er Squad
“Miya!”
Suara sok imut terdengar beberapa detik setelah pintu ruang rawat terbuka. Sesosok kepala biru menyembul dari sana.
Miya yang semula kaget—karena baru saja terduduk—kemudian menoleh dan memutar bola matanya. Ia mendapati Freya dengan wajah sok imutnya.
“Cabe!” Sahut Miya membenarkan duduknya di brangkar.
Freya terkekeh kemudian masuk diikuti Layla dan Zilong. Layla menaruh parcel buah di atas laci yang tinggiya sejajar dengan brangkar.
“Dua hari gak ada lo, gue duduk sama angin.” Kata Layla seraya duduk di brangkar. Freya duduk di kursi, sementara Zilong tetap berdiri.
Miya tersenyum mendengar pernyataan teman sebangkunya.
“Lo sakit apa?” Tanya Freya menggenggam tangan Miya yang diinfus.
“Cuma demam. Gak ada sakit yang serius kok.” Jawab Miya.
“Tapi itu kenapa pelipis lo sampe diperban gitu?” Tanya Layla seraya memegang pelipisnya, ikut merasa nyeri.
Miya terdiam sedikit gelagapan. Tidak mungkin kalau ia cerita tentang kejadian semalam. “Kemaren jatuh kesandung selimut, terusnya kena sudut meja.” Kilahnya. Beruntung, teman-temannya tak ada yang curiga.
“Ohya, kalian tau dari siapa kalo gue di sini?” Tanya Miya. Ia merasa tidak memberi tahu sahabat-sahabatnya kalau dia sedang dirawat.
“Kita tau dari bu Lesley. Tadi siang ketemu di kantin.” Jawab Freya. Miya mengangguk-angguk.
“Tapi lo udah mendingan, kan?” Tanya Freya memastikan.
“Iya, gue udah enggak apa-apa. Besok atau lusa juga udah sekolah lagi.” Jawab Miya.
“Lo harus istirahat dulu!” Pinta Freya.
“Tapi, Be, gue harus mentoring. Olimpiadenya kurang dari dua minggu lagi.” Sahut Miya.
Beberapa saat kemudian, Gusion keluar dari kamar mandi. Maklum, Gusion memilihkan kamar VVIP untuk Miya karena ia khawatir terjadi sesuatu yang serius di area kepala Miya. Untungnya, apa yang ia khawatirkan tidak terjadi sama sekali.
“Rame, nih.” Sapa Gusion membuat perkumpulan anak SMA itu menoleh ke arahnya. Ia berjalan ke brangkar Miya.
“Eh, abang ganteng!” Sapa Layla ramah ketika Gusion berdiri di sampingnya.
“Halo, Dora.” Balas Gusion. “Rambut lo masih kuncir dua?” Tanyanya iseng.
“Ini udah ciri khas gue, bang.” Sahut Layla, Gusion terkekeh.
Mata Gusion memperhatikan ke arah ketiga anak berseragam sekolah itu. “Kalian Cuma dateng bertiga, kan?” Tanya Gusion penuh selidik.
Freya menatap Gusion polos seraya mengangguk, begitu juga dengan Layla. Sementara Zilong berekspresi beda, namun tetap mengangguk.
“Oke.” Sahut Gusion. Kemudian ia menatap Miya yang sudah terlihat lebih segar itu. “Gue mau keluar sebentar. Ada yang mau nitip?” Tawar Gusion disambut antusias Layla.
“Gak usah, bang.” Jawaban Zilong membuat bahu Layla merosot. “Kebetulan, jam besuknya juga mau abis. Jadi mungkin kita sebentar di sini.” Lanjut cowok gondrong itu.
“Yaudah, gue cuma bentar kok perginya.” Pamit Gusion seraya menepuk kepala Miya. Kemudian ia keluar dari ruang rawat itu.
“So sweet banget gila!” Kata Freya sok-sok meleleh.
“Tuh, ndrong! Dia tuh ngode pengen di-so sweet-in sama lo.” Sahut Layla menunjuk Freya. Pemuda gondrong itu malah mendelik galak pada Layla.
“Lo ngomporin aja sih, Le!” Seru Miya menggelengkan kepala.
Layla terkekeh. Kemudian teringat sesuatu, “Alu tau lo di—“
“LE!” Tegur Zilong memotong kalimat Layla.
“Apa sih lo dari tadi sensi sama gue?” Kesal Layla.
Cowok gondrong itu tidak menjawab, hanya melempar kode lewat mata pada Layla. Bola mata Zilong mengarah ke arah Miya—yang ekspresinya sudah terlihat murung.
“Plis, jangan ngomongin dia dulu.” Lirih Miya terlihat sedih.
“S-sorry.” Layla merasa bersalah.
Pintu ruang rawat terbuka. Seorang wanita paruh baya masuk dan langsung menuju brangkar Miya.
Kedatangan wanita itu membuat Freya dan Layla berdiri. Freya dan Zilong mundur sedikit untuk memberi akses wanita itu.
“Miya!” Seru wanita itu.
“Mama!” Balasnya seraya menyambut pelukan dari ibunya.
Layla, Freya, dan Zilong saling bertukar pandang.
“Aku kangen, Ma?” Tanya Miya dalam pelukan mamanya.
“Mama juga, Nak.” Sahut Carmilla seraya melepas pelukan mereka. Mata sayu wanita paruh baya itu menangkap wajah-wajah ramah teman-teman Miya.
“Oh iya, ini temen-temen aku, Mah, di Sekolah.” Miya mengenalkan mereka.
“Hallo, Tante.” Kata mereka bertiga dan mencium tangan Carmilla bergantian. Carmilla menyambut mereka dengan senyum hangat.
“Mama tau aku ada di sini?” Tanya Miya kemudian.
Perhatian Carmilla kembali pada Miya. “Tanpa sepengetahuan kamu dan Gusion, Mama ikutin kalian semalam. Tapi Papa memilih untuk kembali ke rumah setelah tahu kamu terluka.” Jelas Carmilla. Genangan air di mata wanita itu nampak jelas. “Sekarang Papa gak mau jenguk kamu ke sini.”
Miya terdiam ketika tangan Mamanya membelai wajah dan rambutnya. Carmilla memberikan satu kecupan lembut di kening anak gadisnya.
“Tapi kamu udah mendingan, kan?” Tanya Carmilla.
“Iya, mah.” Jawab Miya seraya mengangguk. Carmilla dibuat lega mendengarnya. “Semalem, aku tidur nyenyak karena pengaruh obat.” Lanjut Miya.
“Syukurlah.” Kata Carmilla.
Ditengah obrolan ibu dan anak itu, Zilong memberi kode ke kedua temannya untuk segera meninggalkan mereka berdua. Layla dan Freya mengerti dan segera membereskan barang-barang mereka.
“Tante, kayaknya udah sore. Kami pamit pulang dulu, ya.” Izin Layla pada Carmilla
“Gak usah buru-buru.” Carmilla mencoba menahan.
“Maunya sih, Tan. Cuma kami masih pakai seragam. Enggak enak kalau pulang terlalu sore.” Kata Freya memberi alasan.
“Baiklah. Terimakasih, ya udah jengukin Miya.” Kata Carmilla sebelum mereka bertiga meninggalkan ruangan itu.
“Miy, cepet sembuh, ya.” Tutup Zilong. Sementara kedua teman ceweknya melambai sedih pada Miya.
“Ohya guys.” Cegah Miya sebelum ketiganya meraih gagang pintu. Ketiganya menoleh. “Jangan kasih tau bang Gusion kalo Mama nemuin gue, ya.” Pesan Miya kemudian.
Ketiga temannya menjawab positif sambil mengacungkan ibu jari. Ketiganya berderap keluar ruangan beriringan.
Carmilla menangkap suasana yang sudah tenang. Kini ia bisa leluasa ngobrol dengan anak gadisnya itu. Ia duduk di kursi yang sebelumnya ditempati Freya. Ia menggenggam tangan Miya yang diinfus.
“Maafin Mama, Nak.” Sesal Carmilla. “Mama gak bisa tahan keinginan Papa. Mama gak menyangka kalau semuanya jadi begini.” Kata Carmilla mulai menitikkan air mata. Ia mengelus lembut punggung Miya.
Begitu banyak penyesalan yang menggenang di mata Carmilla. Hatinya terlalu sesak jika ia harus mengutarakan semuanya.
***
“Guys, gue penasaran tau. Kenapa ya, Miya jadi males lagi ngomongin Alu? Padahal kemaren-kemaren gue liat sendiri mereka udah akur.” Kata Layla ketika mereka sampai di parkiran rumah sakit.
Saat itu, Layla sedang menunggu supirnya menjemput. Sementara Freya akan pulang dengan Zilong menggunakan motor.
“Mungkin mereka lagi berantem.” Freya berasumsi.
Raut wajah Zilong berubah drastis. Freya yang menangkap ekspresi itu langsung menebak-nebak.
“Kenapa? Ada sesuatu yang kamu tutupin?” Tanya Freya.
Zilong gelagapan dan mencari alasan. Terlambat, Freya keburu mendesaknya untuk bercerita.
“Kenapa?!” Sahutnya dengan nada dan tampang selidik.
Zilong yang mendapat tatapan selidik dari dua gadis di depannya, merasa tertindas dan terpojok. Ia tidak bisa mengelak lagi. ‘Maafin gue, pirang!’ batinnya.
“Tadi pagi, Alucard cerita ke gue soal kejadian semalem. Ini mengenai Miya, Gusion, dan Lunox.” Kata Zilong memulai cerita.
“Lunox?” Layla keheranan. “Dia siapa?”
“Anak pelatih karate yang terobsesi sama Alucard. Tanpa sadar, dia yang jadi alasan hubungan Miya sama Alucard putus beberapa waktu yang lalu.” Jelas Zilong.
Akhirnya, Zilong menceritakan soal hubungan Alucard dengan Miya, awal kedatangan Lunox, hingga kejadian tadi malam. Layla dan Freya tidak menyangka kalau hubungan mereka akan serumit ini.
“Gue jadi penasaran, kayak gimana sih cewek karate yang katanya deket sama Alucard!” Kata Layla dibumbui dengan rasa kesal.
“Gue juga!” Timpal Freya. “Gue gak terima hubungan sahabat gue dirusak gitu aja sama orang asing!”
Zilong segera menenangkan kedua gadis itu. “Gini, ya. Gue tau kalian jadi kepo soal masalah ini. Dan gue sebagai sahabat Alucard, mau bantu dia.” Kata Zilong.
“Oke! Jiwa kepo gue sudah meronta-ronta! Gue bakal cari tahu informasi tentang cewek karate itu.” Tekad Layla seraya melipat tangannya di dada.
“Oke, Le. Gue ikut penyelidikan lo.” Sahut Freya.
Zilong tidak berkata apa-apa. Ia hanya takut aksi kedua cewek itu akan berdampak besar. Pasalnya, jika mereka sudah tahu fakta dan si target bersalah, mereka gak segan-segan untuk melabrak sasarannya. Semoga itu tidak terjadi!
***
Keesokan harinya sepulang sekolah, Layla dan Freya sudah bersiap di balik sebuah tanaman untuk mengintai aktivitas anak-anak karate di lapangan. Freya sudah menyiapkan kipas tangan, tahu kalau akan banyak adegan 'memanaskan' selama pengintaian ini. Sementara Layla membungkuk di depan Freya dengan teropongnya.
Keduanya masih melihat Alucard bersikap normal pada semua anak-anak karate di sana. Namun setelah beberapa menit, seorang gadis datang dengan pakaian karate lengkap. Gadis itu memposisikan diri di samping Alucard, ikut pemanasan.
Layla heboh sendiri melihat kedatangan cewek itu. “Cabee!! Lo liat itu yang baru dateng!” Sahut Layla hati-hati sambil menunjuk ke arah lapangan. “Cewek itukah yang dimaksud si Gondrong?” Tanya Layla penasaran.
Gadis bersurai biru itu sontak kaget melihat cewek itu. “Gila! Cakep banget! Bule ternyata!” Serunya bertubi-tubi. Layla tambah gregetan dan langsung meminta Freya diam.
Mereka mendapati perilaku cewek itu yang terkesan berlebihan pada Alucard. Pasalnya, ketika para junior karate mereka melakukan latihan jurus berkelompok, cewek yang bernama Lunox itu malah duduk berdua sambil menggandeng tangan Alucard, meskipun mata keduanya sedang memperhatikan para juniornya. Parahnya, Alucard tidak protes atau bereaksi apa-apa.
Layla berkali-kali memastikan adegan itu dengan teropongnya. “Apaan sih! Itu si Alupret malah diem aja?!” Kesal Layla setelah memastikan kalau adegan itu benar adanya. “Ini gak bisa gue biarin!”
“Emang lo punya rencana apa, Le?” Tanya Freya.
“Gue mau kasih foto cewek itu ke Clint. Dia jago ngintai orang dari internet.” Sahut Layla sambil merogoh tasnya mencari sebuah handphone.
Layla menyalakan kamera belakang ponsel canggihnya, men-zoom target jepretan hingga terlihat jelas. Satu foto Lunox berhasil didapatkan Layla. Cewek kuncir dua itu mengangkat kedua ujung hidungnya saat melihat hasil foto itu, jijik.
“Kita tunggu kabar dari Clint, paling lambat besok.” Kata Layla seraya mengirim foto itu pada Clint.
“Yaudah, ayo pulang!” Ajak Freya seraya meninggalkan persembunyiannya.
“Tunggu! Kita intai mereka sampe selesai latihan.” Sahut Layla sambil menarik Freya untuk tetap di persembunyiannya.
“Hah?!” Freya terkejut. “Eh, mereka latihan sampe jam 6 sore.” Infonya, mungkin saja Layla tidak tahu.
“Gue masih penasaran. Apa yang akan mereka lakuin setelah ini!” Kata Layla keukeuh membuat Freya segera menepuk wajahnya.
Tak ada yang bisa menghalangi ke-kepo-an cewek satu itu.
***
Hari mulai semakin gelap, namun sesi latihan karate hari itu belum juga berakhir. Begitu juga dengan aktivitas pengintaian Layla dan Freya. Kedua cewek itu masih setia di tempat sebelumnya meskipun sudah banyak nyamuk yang menyerang mereka.
“Le, mau sampe kapan?” Keluh Freya seraya menepuk lengan untuk kesekian kalinya karena ulah nyamuk yang menjengkelkan. Setelah itu, tinggal pipinya yang jadi sasaran serangan nyamuk.
“Sttt.. Sabar!” Pinta Layla.
Beberapa saat kemudian, jajaran para junior karate membungkuk salam pada Alucard dan Lunox, tanda sesi latihan sudah berakhir. Layla menangkap moment itu dan langsung menepuk Freya di sebelahnya.
“Mereka udah selesai. Ayo!” Layla membereskan barang-barangnya dan mengikuti arah langkah kaki target intaiannya.
Saat itu, Alucard sedang mengambil motor di parkiran, sedangkan cewek karate itu menunggunya di depan gerbang.
Dengan sigap, Layla menyuruh Freya masuk ke dalam mobilnya. Mereka ingin membuntuti kemana perginya Alucard dan cewek karate itu.
Semua rencana pengintaian sudah tersusun rapi di otak Layla sejak pulang menjenguk Miya kemarin. Makanya, hari ini Layla sengaja membawa mobil untuk melancarkan aksi pengintaiannya.
.
“Gemes banget liat cewek itu, deh!” umpat Layla ketika melihat Lunox dengan nyamannya memeluk Alucard di boncengan motor.
Saat itu, kebetulan mereka sama-sama berhenti di sebuah lampu merah. Motor Alucard berhenti di depan mobil Layla agak ke kiri, sehingga Layla bisa melihat pelukan mesra yang dilakukan Lunox pada cowok pirang itu.
Beberapa saat kemudian, lampu lalu lintas kembali hijau dan Layla pun sudah siap menginjak gas kembali.
Mereka tiba di sebuah perumahan mewah di tengah kota. Alucard memberhentikan motornya tepat di sebuah rumah berpagar tinggi, yang diduga sebagai rumah cewek karate itu. Layla pun menghentikan mobilnya pada jarak pandang yang tidak mencurigakan.
Cewek karate itu turun dari boncengan motor Alucard. Cowok itu membuka helmnya dan mereka mengobrol sejenak, entah apa yang menjadi topik pembicaraan mereka.
“Gimana jadi Miya, ya, kalo liat cowoknya begitu?” Ucap Layla gregetan, kesal sendiri melihatnya.
“Untung bukan Miya yang liat.” Sahut Freya.
“Gue juga kesel banget liatnya. Miya lagi dirawat, dia gak ada usaha gitu buat jengukin atau apa?!”
“Kalo gitu, kenapa lo kepoin? Jadi kesel sendiri kan?” Sahut Freya ada benarnya. “Lagian, lo udah tau kan ceritanya dari Zilong? Alucard gak diizinin lagi sama bang Gusion buat ketemu Miya.”
"Pokoknya, cerita itu belum bikin gue puas, Fre!" Sahut Layla.
Mata Freya membulat ketika cewek karate itu mendekatkan wajah ke si Pirang. Ia langsung menepuk bahu Layla untuk segera memperhatikan mereka lebih detail. “Le, mereka...”
Layla tak kalah kaget ketika melihat adegan itu, ia menarik napas panjang. “Oh my Lord!” Serunya semakin panas. Sayangnya, tidak terlalu jelas apa yang mereka lakukan di sana. Yang pasti, kini kepala cewek karate itu tertutup oleh kepala pirang milik Alucard.
Layla bergegas mencari ponselnya untuk menelepon seseorang.
“Halo, beb! Pokoknya, aku minta informasi tentang cewek itu secepatnya!” Seru Layla dengan suara lantang membuat Freya segera merapatkan diri ke pintu mobil, ngeri sendiri.
“...”
“Jangan lama! Ini urgent soalnya!” Kata Layla lebih pelan, sebelum memutus sambungan telepon itu.
“Kejam banget lo, Le!” Sahut Freya membenarkan kembali posisi duduknya.
Layla tidak menggubris. Ia sibuk untuk mengintai targetnya kembali. Tahu-tahu, Alucard sudah memakai helmnya kembali dan memutar balik motornya.
Hal itu sontak mengagetan Layla dan Freya. Keduanya langsung menunduk ketika menyadari kalau motor Alucard melaju ke arah mereka, berharap cowok pirang itu tidak menyadari kehadiran mereka.
Setelah keadaan dirasa normal, Layla memutuskan untuk putar balik dan beranjak pulang. Setidaknya, dia sudah tahu sedikit informasi soal cewek itu.
“Besok giliran lo, Fre. Lo suruh Zilong mancing Alucard buat ngomongin cewek itu. Nanti lo minta Zilong rekam.” Pinta Layla.
“Gila! Gimana caranya?”
“Sebisa-bisanya dia aja.” Sahut Layla. “Atau nanti, gue kasih script-nya biar Alucard gak terlalu curiga.”
“Serah lo, Le.” Freya sudah menyerah menghadapi ke-kepo-an sahabatnya yang satu ini. Tugasnya kini, meminta pertanggungjawaban Layla untuk mengantarkannya pulang.
Bersambung...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top