Flashback (Alucard)

Gerbang SMA Moniyan sudah ramai dimasuki oleh para siswa baru yang datang dari berbagai SMP di seluruh kota.

Hari pertama ospek.

Cowok bersurai pirang ikut mencari namanya di list pembagian gugus yang terpajang di mading.

Ia menemukan nama Zilong, sahabatnya di list siswa gugus 2, namun tidak dengan namanya.

Setelah menemukan namanya di list gugus 5, Alucard berbalik untuk menemukan letak kelasnya. Ketika berbalik, ia baru tersadar kalau ada wajah-wajah meleleh dari para gadis di sekitarnya.

Perawakannya yang tinggi, tegap, menyihir para gadis di sekitarnya untuk memasang mata kagum padanya. Jarang cowok yang baru lulus SMP memiliki perawakan setinggi Alucard saat itu.

Merasa risih dipandang kagum begitu, Alucard beranjak tanpa menorehkan senyum sedikitpun. Akan tetapi, cewek-cewek itu masih memasang wajah kagum. Alucard dapat mendengar decakan kagum dan jerit histeris dari tempat yang sebelumnya ia berada.

Cowok bersurai pirang itu sudah menemukan kelasnya. Ia meletakan barang-barangnya di sebuah bangku paling belakang di jajaran tengah. Selanjutnya, ia berniat untuk menghampiri Zilong yang kelasnya terpisah 2 ruangan dengannya.

Sesampainya di depan pintu, ia berpapasan dengan seorang gadis berambut panjang dikuncir. Tinggi cewek itu hanya sebatas pundak Alucard. Cewek itu menatapnya datar dengan mata hazel-nya.

Alucard bergeser ke kiri ketika hendak keluar. Namun langkah cewek itu sama dan seirama dengannya. Begitu juga saat ia bergeser ke kanan.

Ini yang menghalangi jalan, Alucard atau cewek itu?

Berulang kali langkah mereka seirama ke arah yang sama, Alucard baru sadar kalau ia yang menghalangi jalan cewek itu untuk masuk. Ia mengalah. Alucard mundur satu langkah dan membiarkan cewek itu masuk. Setelahnya, ia keluar ruangan itu dan sempat melirik cewek tadi yang tengah memilih tempat duduk.

***

Akhirnya Alucard tahu nama cewek itu, Miya.

Cewek yang lumayan aktif dan punya banyak inisiatif menurutnya.

Terbukti ketika Miya mempresentasikan prakarya gugus 5 di depan anak-anak gugus lain serta kakak pembimbingnya. Saat itu, anak-anak gugus 5 membuat beberapa kerajinan dari koran bekas. Gadis itu mempresentasikannya dengan lancar tanpa ada kata-kata yang tersenggal.

Begitu juga ketika gugus lain yang tengah mempresentasikan prakarya-nya. Gadis bersurai silver itu aktif bertanya.

Hingga puncaknya ketika acara penutupan ospek. Miya dipercaya menjadi kapten tim futsal putri. Alucard beruntung, ia diminta oleh beberapa pemain futsal putri untuk menjadi coach. Berbagai arahan ia sampaikan pada sang kapten tim, Miya.

Banyak pikiran tentang cewek itu yang mengganggu otak Alucard akhir-akhir ini. Hingga ia tersadar, Miya terjatuh dan dipapah oleh 2 pemain lain ke pinggir lapangan.

Alucard senang bisa sedikit membantu Miya dalam merawat luka kakinya yang terkilir. Ia harus mati-matian menyembunyikan detak jantungnya ketika membawa cewek itu ke UKS dan merawat lukanya. Ia harus mempertahankan image dingin yang sudah mendarah daging.

Tanpa sepengetahuan Miya, Alucard rela menunggunya di luar ruang UKS hingga kakaknya menjemput. Miya masih terlelap ketika Gusion datang dan membawanya pulang.

Gadis yang menarik. Kalimat itu yang muncul di benak Alucard sebelum semuanya berlalu. Mereka tak pernah lagi berjumpa setelah kejadian itu karena takdir tak menggariskan mereka ada di kelas yang sama.

***

Ketika takdir berbicara bahwa mereka tidak bisa berada di kelas yang sama, namun garis takdir yang lain mengizinkan pertemuan mereka selanjutnya terjadi.

Beberapa minggu kemudian..

Alucard frustasi. Rambut pirangnya diacak-acak sendiri. Ia lupa meminta tolong pada Zilong untuk mencatatkan materi Biologi saat Alucard absen untuk mengikuti kompetisi Karate.

Ulangan Biologi akan diadakan besok di jam pertama. Alucard baru tahu ketika Zilong mengabarinya hari ini pas pulang sekolah.

Setelah mendengar kabar itu, ia langsung ke perpustakaan untuk meminjam buku paket Biologi. Sayangnya, buku itu sudah habis dipinjam kolektif untuk kelas lain. Alucard mengutuk dirinya di kursi perpustakaan.

Tidak mungkin ia menyalin catatan di rumah Zilong hari ini. Sore ini jadwal ia untuk latihan karate.

Di tengah ke-frustasian-nya, Alucard dihampiri oleh seorang gadis yang sudah tak berjumpa dengannya beberapa minggu ini. Gadis bersurai silver itu duduk di samping Alucard.

"Hey. Kenapa lo?" Tanya Miya dengan ramahnya.

"Eh, Miy. Enggak. Ini gue nyari buku paket Biologi tapi udah abis katanya." Jawab Alucard lesu.

"Iya sih. Temen sekelas gue pada pinjem kemaren. Belum pada di balikin kali." Balas Miya. "Kenapa mendadak nyarinya?"

"Gue baru dikabarin kalo besok ulangan Biologi. Minggu lalu, gue gak masuk dan lupa minta catetan. Sekarang gue pusing mau gimana belajarnya nanti malem." Jelas Alucard panjang lebar.

"Lo gak nyalin dari temen lo aja? Masih banyak waktu padahal." Kata Miya sambil melirik arlojinya.

"Gak bisa. Gue ada latihan karate hari ini." Info Alucard dan kembali ke kegalau-annya.

"Yaudah, lo pinjem catetan gue aja. Guru Biologi-nya Pak Gatot, kan?" Tawar Miya.

Seperti mendapat semangatnya kembali. Matanya kembali menemukan cahaya setelah beberapa menit tersesat dalam kegalauan.

"Tapi, lo gimana belajarnya?" Tanya Alucard.

"Kelas gue udah ulangan tadi." Info Miya.

Akhirnya, Tuhan mengirimkan pertolongan melalui malaikat berwujud manusia.

"Bukunya ada di tas gue di kelas." Kata Miya seraya beranjak dari bangku itu. Alucard membuntutinya.

Di depan kelas Miya, Alucard menerima sebuah buku catatan Biologi. Buku itu terlihat rapi, bersampul cokelat dan dilapisi sampul plastik.

"Thanks, Miy." Ucap Alucard seraya mereka berjalan berdampingan menuju gerbang.

"Sama-sama." Jawab Miya.

"Besok istirahat pertama gue langsung balikin ke lo ya."

"Iya. Santai aja."

Tak terasa mereka sampai di ujung koridor dekat gerbang dan parkiran motor.

"Miy, gue ke parkiran ya." Pamit Alucard.

"Ya. Gue duluan. Bye." Balas Miya seraya melambaikan tangan dan melanjutkan langkah menuju gerbang.

Beberapa langkah mereka menuju tujuan masing-masing, langkah mereka terhenti. Keduanya menoleh ke arah belakang. Alucard mendapati Miya yang mematung menoleh ke arahnya, beberapa meter di belakangnya. Begitu juga dengan Miya. Ia tidak menyangka kalau cowok pirang itu juga menoleh ke arahnya.

Keduanya saling pandang dalam jarak meski saling membelakangi. Keduanya tersenyum tipis dan melanjutkan langkah mereka.

Sudah beberapa kali Alucard meminjam catatan milik Miya. Selain tulisannya yang lebih rapi sehingga enak dibaca, ini juga salah satu modus cowok pirang itu untuk mendekati Miya. Tak lupa ia juga meminta kontak cewek itu dengan alasan agar mudah menanyakan bagian yang tidak dimengerti.

Seperti biasa, Miya dengan senang hati meminjamkan catatan-catatannya. Sebenarnya, bukan hanya Alucard, beberapa teman sekelasnya juga sering meminjam buku cacatan cewek bermata hazel itu. Ia senang karena sedikit membantu teman-temannya.

Namun Miya lebih senang ketika buku-bukunya dipinjam Alucard. Selalu ada cokelat yang terselip di sampul buku catatannya ketika Alucard mengembalikan catatan itu.

***

Saat ini, Alucard tengah menyalin rumus - rumus matematika. Ia tidak bisa hadir di pelajaran karena kasus yang sama, mengikuti kompetisi karate antar sekolah.

Hampir tengah malam, Alucard belum bisa mengalihkan perhatian dari buku catatan yang dipinjamkan Miya. Rangkaian rumus matematika yang terbilang rumit, sedikit terbantu karena tulisan dalam buku catatan itu sangat indah dan rapi. Jarang ada coretan atau bekas tip-x di setiap halaman catatan itu.

Karena itu, Alucard tidak terlalu pusing dalam memahami alur rumus matematika yang dihadapinya. Terimakasih, Miya.

Perasaan Alucard mulai tak karuan malam ini. Memikirkan Miya membuat tubuhnya gemetar dan membangunkan kupu-kupu di perutnya. Malam ini ia simpulkan kalau ia menyukai Miya.

***

Paginya, Alucard memantapkan hati untuk sekedar mengajak Miya jalan-jalan di sabtu malam.

"Thanks." Ucap Alucard seraya menyerahkan buku catatan matematika pada sang empu, Miya, di depan kelasnya.

"Ya." Balas Miya sambil mengecek keadaan catatan matematikanya. Seperti biasa, ada cokelat yang terselip di sampul belakang buku itu. "Lo selalu ngasih cokelat. Padahal sih gak juga gapapa. Nanti uang saku lo abis buat beli cokelat." Kata Miya. "Makasih, ya."

Memang akhir-akhir ini Alucard rela menyisihkan uang sakunya untuk membeli cokelat. Menurutnya, itu hanya pengorbanan kecil untuk tujuannya mendapatkan perhatian Miya.

Tak ada suara diantara mereka selama beberapa saat. Hingga akhirnya, Alucard mulai memecah keheningan itu.

"Lo ada acara gak nanti malem?" Tanya Alucard membuat Miya menatapnya.

Gadis bermata hazel itu tak langsung menjawab. Ia berpikir beberapa saat. "Kayaknya gak ada. Kenapa?"

"Ada tempat nongkrong baru. Taman Lampion, lo pernah denger?"

"Ya, tapi gue belum sempet kesana sih."

"Mm.. gimana kalo malem ini kita ke sana." Ajak Alucard langsung, Miya setengah kaget namun tak ditunjukkan.

"Boleh sih. Nanti kabar-kabaran aja ya." Balas Miya.

"Oke. Kalo gitu gue balik ke kelas dulu." Pamit Alucard melambai kecil pada Miya.

***

Ketika waktu janjian tiba, Alucard sampai di Taman Lampion 30 menit sebelum waktu janjian. Ia memutuskan untuk menembak Miya malam ini juga.

Keduanya kini duduk di kursi yang sama di Taman Lampion meski masih ada jarak.

Alucard memberikan sebatang cokelat pada Miya sebelum menyampaikan tujuannya. Cewek itu menerima cokelat itu.

"Miy, lo lagi free?" Tanya Alucard memecah keheningan diantara mereka.

Miya tampak berpikir. "Ya. Hari ini gue free. Makannya gue dateng. Kenapa?" Tanya Miya balik.

Rupanya, Miya salah mengartikan pertanyaan Alucard. Atau memang Alucard yang salah nanya?

"Mm.. maksud gue lo lagi gak lagi pacaran sama siapa-siapa?"

Miya terdiam dan terlihat gugup. Ia kemudian menggeleng sebagai jawaban dan sukses membuat Alucard bernapas lega.

"Oke. Langsung aja, gue suka sama lo Miy." Ungkap Alucard tanpa basa-basi.

Cowok pirang itu tidak punya modal kata-kata indah untuk diungkapkan kepada sang pujaan hati. Menurutnya, langsung pada intinya terasa lebih simple, meskipun ia tahu itu sangat jauh dari kata romantis.

Miya terlihat menarik napas, gugup serta menyembunyikan senyumnya. Ia melirik ke arah Alucard yang masih menatapnya cemas. Miya tak kunjung menjawab. Wajahnya kini terlihat cemas.

"Lo gak suka, Miy?" Tanya Alucard masih menahan rasa takut ditolak.

Miya menggeleng. "Bukan gitu." Jawabnya langsung. "Gue juga suka sama lo." Lanjut Miya tanpa basa-basi.

Menyingkirlah rasa takut ditolak. Karena kenyataannya Miya juga memiliki perasaan yang sama. Cowok berambut pirang itu tersenyum lega.

"Tapi..." Kata Miya membuat Alucard kembali cemas.

Alucard terdiam menunggu kalimat selanjutnya dari mulut Miya.

"Tapi, abang gue galak!" Kata Miya membuat Alucard memutar bola matanya.

Ia berangsut mendekati Miya dan membuat cewek itu semakin gugup.

"Kan gue pacarannya sama lo." Kata Alucard. "Jadi gimana?"

"Iya sih.. tapi...." Kalimat Miya kembali menggantung.

.

"Heyy!!" Seru sebuah suara yang lumayan mengagetkan Alucard.

"Apa sih Gus? Lo ganggu aja!" Seru Alucard sambil bangkit. Matanya terbuka.

Tak ada suara apapun untuk beberapa detik sebelum akhirnya seluruh kelas heboh dan tertawa.

Bukan, bukan Gusion yang sekarang ada di depannya. Melainkan seorang guru bertubuh tegap dan berkumis tebal, Franco, Guru fisika yang sedang mengajar di kelas itu. Franco melotot pada Alucard yang kikuk di tempatnya.

"Saya yang mengganggu, atau kamu yang mengganggu teman-temanmu yang sedang belajar?!" Hardik Franco pada cowok pirang itu. Zilong masih tertawa tanpa suara di sebelahnya.

"Maaf, Pak." Kata Alucard kikuk.

"Kalau mau tidur, jangan disini!"

"Baik, pak."

"Sekarang kamu keluar, berjemur di depan tiang bendera. Matahari jam 9 masih bagus - bagusnya buat kamu. CEPAT!" Hardik pak Franco lagi membuat Alucard ketakutan dan langsung permisi ke luar kelas.

"Yang lain, lanjutkan pelajaran." Kata Franco kembali ke depan kelas.

Freya memperhatikan Alucard dari jendela kelas. Cowok itu sudah berdiri di depan tiang bendera sampai satu jam ke depan. Ia memiliki ide untuk mengambil langkah pendekatan selanjutnya.

Bersambung...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top