New Fella!
Jam di dinding kamar menunjukkan pukul 10 malam ketika aku terbangun karena lapar. Perutku sudah berbunyi tak karuan meminta makanan. Baru teringat aku ketiduran setelah membereskan barang-barangku.
Aku mengerutkan dahiku saat melihat ponsel di atas meja. Seingatku, tadi aku ketiduran sambil memegang ponsel dan sedang mengobrol dengan Ega di chat Line.
Buru-buru aku ambil ponselku dan mengeceknya, layar ponselku langsung terbuka obrolanku dengan Ega. Aku pun membalas pesan chat Line darinya.
Alisa Natasa
Mbb, tadi gue ketiduran.
Tenang aja gue gak bakalan cinlok sama anak SMA 😜
Kutaruh kembali ponsel di atas meja kemudian menuju dapur, berharap ada sisa-sisa makan malam yang bisa kumakan. Begitu di ruang makan kulihat Bagas sedang duduk sendirian sedang menikmati sebungkus hokben.
"Gas, lo baru pulang?" tanyaku.
"Eh Tante, apaan Bagas udah pulang dari tadi siang." jawabnya.
Aku mengernyitkan alisku, bingung.
"Lah gue dari tadi sore udah di sini tapi gak lihat lo ada di rumah?"
"Hanya karena lo gak lihat gue di rumah bukan berarti gue gak ada di rumah."
"Terus, lo baru makan malam?" Aku menatap heran ke Bagas. Kalau dia sudah ada di rumah dari tadi siang kenapa jam segini dia baru makan malam?
"Ini gue ngemil Tan, bukan makan malam." Bagas terkekeh. "tuh Mami bawain sebungkus hokben lagi buat lo Tan." lanjutnya sambil menunjuk bungkusan hokben di atas meja.
"Alhamdulillah! Kak Rara tahu aja gue belum makan malam." batinku senang.
"Lo ngemil hokben jam segini? Gak takut melar apa badan lo?" cibirku mengingatkan.
"Gak bakalan melar Tan, mau gue makan setiap jam juga tetap aja badan gue begini begini aja gak ada peningkatan."
Aku ketawa dalam hati. Emang si Bagas tuh nurunin gen Kak Rara banget. Entah kutukan atau apa, yang pasti Kak Rara tuh mau makan sebanyak apapun tetap aja badannya gak ada peningkatan, kurus-kurus aja.
"Tan, jadinya hari Senin lo mulai masuk sekolah ya?" tanya Bagas.
Entah kenapa aku menjadi geli sendiri ditanya seperti itu. Ya Allah! Aku udah lulus sekolah dan akan mulai masuk sekolah lagi itu rasanya seperti aku gak sadar umur. Ini demi pekerjaan Sa! Demi pekerjaan!
"Iya, mulai Senin. Ntar kita berangkat bareng ya." jawabku.
Bagas mengangguk. "Terus, di sekolah gue harus panggil lo apa Tan?"
Aku yang sedang membuka bungkusan hokben reflek terhenti dan melirik ke Bagas.
"Benar juga! Si Bagas manggil gue apaan ya di sekolah? Gak mungkin dong dia manggil gue Tante." batinku.
"Panggil apaan aja deh asal jangan tante," jawabku lalu beberapa detik kemudian. "eh panggil nama gue aja." lanjutku.
Yakali panggil apaan aja! Bisa-bisa si Bagas ngelunjak!
"Tadi pertama katanya panggil apaan aja." ujar Bagas dengan nada komplain.
"Emang lo mau manggil gue apa?" Aku memicingkan mata ke Bagas.
"Hehe enggak Tan, gak jadi." Bagas terkekeh. "jadi gue panggil nama aja nih?"
Aku menangguk mantap. "Iya, panggil Sasa aja. Awas loh jangan sampai lupa! Jangan sampai keceplosan manggil gue Tante."
"Sip Bos!"
"Oya Gas, nanti pokoknya kasih tahu gue yang mana aja anak-anak populer di sekolah, apalagi yang tukang bully."
"Yaelah Tan, gue kan juga tukang bully di sekolah."
"Serius lo? Bukannya lo justru yang suka di bully?"
"Yeee Tante, masa anak pemilik sekolah jadi sasaran bully!"
"Maksud gue, lo suka di bully sama guru-guru! Iya kan?"
"Tante nih, kalau ngomong suka benar."
Aku ketawa melihat Bagas malu-malu cengengesan. Sudah rahasia umum kalau Bagas langganan bully dari guru-guru di sekolah. Kak Rara angkat tangan dengan segala kelakuan Bagas yang berandalan. Dia memberi izin pada semua guru di sekolah untuk membully anaknya jika terkena masalah lagi, lagi dan lagi sebagai hukuman.
Kak Rara selama ini menyembunyikan catatan hitam Bagas dari suaminya. dia membuat kesepakatan dengan Bagas, segala kelakuan berandalannya tidak akan diadukan ke Papinya asal nilai-nilai Bagas tidak anjlok dan masih bisa diterima. Kak Adit sepertinya hanya peduli dengan nilai-nilai Bagas.
Kakakku memang masternya dalam mengurus catatan hitam, dia entah bagaimana caranya bisa menghapus catatan hitam tersebut. Mungkin belajar dari pengalaman, karena dulu Kak Rara juga gadis berandalan di sekolah.
Aku dan Bagas kemudian lanjut menghabiskan hokben kemudian kembali ke kamar masing-masing untuk istirahat.
Kurebahkan diriku di atas kasur, kekenyangan. Lalu mengambil ponsel di atas meja. Ega sudah membalas pesan chat Line dariku.
Regha Ardhana
Astaga, jam segini baru bangun?
Mau ngalong di mana mbak?
😅😅😅
Alisa Natasa
Ketiduran gue trus kelaperan
Jadi kebangun deh 😁
Eh sekarang ngantuk lagi setelah kekenyangan 😑
Regha Ardhana
Hahahaha
Yauda tidur lagi gih
Good night ya 😊
Aku tak membalas pesan chat terakhir dari Ega. Rasa kantuk sudah membuat mataku tak bisa lagi terbuka. Perlahan aku terlelap sambil berharap semuanya lancar saat aku kembali lagi sekolah menjadi anak SMA. Dua hari lagi! Misi penyamaran ini harus berhasil!
ᴥ ᴥ ᴥ
Pagi ini aku mempersiapkan diri untuk memulai misiku, menyamar jadi anak SMA! Aku sudah bersiap-siap, kukepang dua rambutku dan memakai kacamata. Aku melihat penampilanku di cermin. Astaga! Aku terlihat sangat cupu! Tapi mau bagaimana lagi? Daripada aku ketahuan sudah berumur 25 tahun?
Brakk. Bagas membuka pintu kamarku.
"Astaghfirullah Tante!" pekik Bagas. "lo serius mau ke sekolah dengan penampilan kayak gitu?"
Aku menatap Bagas dengan ekspresi tanda tanya. "Emang kenapa?"
"Demi apapun deh Tan, gue kaga mau berangkat ke sekolah sama lo kalau dandanan lo kayak gini."
"Elah Gas! Gue malah kaga dandan!"
"Ih Tante, maksud gue," Bagas mendekatiku. "Ini apaan ini?" Bagas menarik-narik dua kepangan rambutku. "Trus ini kacamata buang aja! Emangnya mata lo minus?" lanjut Bagas melepaskan kacamataku dan melemparnya asal ke atas meja.
"Bagas! Ini semua buat penyamaran! Ntar kalau gue ketahuan sudah berumur gimana?"
Bagas ketawa mendengar kata-kataku lalu memutar wajahku menghadap cermin.
"Noh liat Tan! Lihat baik-baik wajah lo! Tanpa itu semua juga wajah lo udah kayak anak SMP!" Bagas tertawa terbahak-bahak.
Aku memanyunkan bibirku dan menatap Bagas kesal.
Memang harus diakui, wajahku ini parah banget! Aku wanita berusia 25 tahun tapi memiliki wajah seperti gadis berusia 15 tahun! Entah ini anugerah apa kutukan!
"Mending lo tuh dandan biasa aja Tan, pake make up." ujar Bagas.
"Lo lagi make up! Ntar gue udah kayak tante-tante di perempatan grogol."
"Lah daripada tadi? Udah kayak anak cupu yang baru keluar dari goa."
Aku hanya mendengus, mengambil peralatan make up kemudian berdandan seadanya.
"Udah begini?" Aku bertanya ke Bagas begitu selesai dandan.
"Itu kepangnya dibuka Tan," Bagas duduk di atas kasur. "asal lo tahu, anak-anak populer, apalagi yang ceweknya, mereka tuh dandan udah kayak emak emak rempong." Bagas menjelaskan sambil tertawa.
"Lo gak serius kan?" Aku melirik Bagas sambil membuka kepanganku.
"Gue serius Tan, mangkanya, lo minta bantuan gue masukin lo ke anak-anak populer kan? Gimana gue bisa bantuin lo kalau dandanan lo justru minta di bully."
Aku memutar bola mataku ke atas. "Benar juga!"
"Yauda yuk Tan! Buruan ntar kita terlambat ke sekolah."
Aku mengangguk. Menatap wajahku kembali di cermin, kini rambutku sudah kugerai biasa dan tak lagi memakai kacamata. Lalu aku menyambar tas sekolah yang hanya berisi beberapa buku dan jurnal kemudian mengikuti Bagas.
Sekitar pukul 7 kurang 15 menit, mobil Bagas tiba di parkiran SMA Dharmawangsa yang cukup luas.
"Gas, anterin gue ke ruangan guru ya."
"Iya Tan, gue anterin."
"Ih Bagas!"
"Apaan sih Tan?"
"Panggil gue Sasa! Lupa apa?"
"Eh iya maaf, iya Sasa."
"Jangan keceplosan lagi!"
Bagas mengangguk. Aku pun mengikuti Bagas menuju ruangan guru.
"Gue ke kelas duluan ya." Bagas pamit karena memang hanya bisa mengantarkanku sampai depan pintu ruangan guru.
Aku mengangguk kemudian masuk ke ruangan guru, enggak beberapa lama kemudian aku diantar oleh guru yang bertugas ke kelasku dan ternyata aku sekelas sama Bagas.
"Alhamdulillah! Setidaknya lebih mudah jika sekelas sama Bagas juga." kataku dalam hati.
"Selamat pagi anak-anak! Berhubung Pak Yanto belum datang, saya ingin memberitahukan bahwa kalian kedatangan murid baru," Bu Mira kemudian mempersilahkanku masuk. "ayo perkenalkan diri kamu." lanjutnya.
Aku masuk perlahan, kemudian menatap murid-murid seisi kelas, kulihat Bagas tersenyum-senyum sambil memberi kode bahwa bangku di sebelahnya kosong.
"Selamat pagi, perkenalkan nama saya Alisa Natasa, biasa dipanggil Sasa." Aku memperkenalkan diri.
"Duh manis banget Sasa, kalau boleh tahu umurnya berapa?" celetuk Bagas sambil menahan tawa.
Dammit! Keponakan terlaknat! Ngapain lagi pake nanya umur!
"Sasa, sekarang kamu boleh duduk di..."
"Duduk sama saya aja Bu, lagian dia kan sepupu saya." Bagas memotong ucapan Bu Mira.
Murid-murid pun langsung gonjang-ganjing paripurna.
"Sepupu lo Gas?"
"Gue baru tahu lo punya sepupu."
"Gas, Gas, comblangin gue sama sepupu lo dong."
Aku hanya menggeleng dan memutar bola mataku malas.
"Udah, udah, jangan berisik! Memang kenapa kalau Sasa sepupunya Bagas?" hardik Bu Mira.
Aku langsung saja duduk di samping Bagas begitu Bu Mira mempersilahkanku duduk lalu keluar kelas.
"Untung ya bangku di samping lo kosong." kataku.
"Iya, sahabat gue si Alvaro milih duduk di depan noh." sahut Bagas.
Aku langsung melihat ke arah yang ditunjukkan Bagas dan mataku langsung bertemu dengan mata seorang cowok ganteng yang duduk dekat pintu masuk. Dia menatapku intens sambil tersenyum. Bagai tersengat listrik, senyumannya terasa familiar!
Aku mengkerutkan dahiku kemudian memalingkan muka. Beberapa detik kemudian aku melihat lagi ke arahnya dan dia masih saja memerhatikanku. Membuatku jadi salah tingkah.
"Lo kenapa Sa?" tanya Bagas begitu melihat gestur tubuhku yang gelisah.
"Hah? Enggak apa-apa kok." jawabku sambil melirik ke arah Alvaro dan ternyata cowok itu sudah tak memperhatikanku.
Bagas yang melihatku melirik ke arah Alvaro menjadi penasaran dan bertanya.
"Jangan bilang lo naksir sama Alvaro?"
"Hah? Lo gila aja! Ya enggak lah!"
"Gue kasih tahu ya, Alvaro tuh cowok terganteng di SMA Dharmawangsa! Tapi gak ada satu pun cewek yang berhasil masuk ke dalam hatinya."
"Gak usah dijelasin Gas! Gue juga gak tertarik pacaran sama anak SMA!"
"Hati-hati, omongan tuh doa dan biasanya doa itu kebalikan. Ntar lo malah naksir anak SMA!"
"Gas, udah deh. Gue gak tertarik pacaran."
"Beneran gak tertarik?" Bagas mendekati telingaku. "mumpung lo balik lagi ke SMA, kenapa gak coba ngerasain pacaran?" lanjutnya berbisik lalu tertawa kecil.
"Bagas!" Aku melotot ke arahnya.
Ingin rasanya aku mengumpat dan menjambak kepala si Bagas, tapi Pak Yanto, entah guru apaan aku tidak tahu, keburu masuk ke dalam kelas.
Aku hanya bisa menghembuskan napas kasar, meredam emosiku. Mencoba menikmati petualanganku yang baru saja dimulai.
Sabar Sa! Sabar! Orang sabar jodohnya makin dekat! Eh.
ᴥ ᴥ ᴥ
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top