Bantuan Bagas

Sepulang dari kantor, aku langsung menuju kediaman Dharmawangsa. Lebih tepatnya, ke rumah Kakakku, Alira Naura, atau biasa kupanggil Kak Rara.

Kak Rara ini Ibu dari keponakanku, Bagas Dharmawangsa. Dia sepuluh tahun lebih tua dariku, sekarang usianya 35 tahun. Saat Bagas lahir, aku masih berusia 8 tahun dan Kak Rara baru saja memasuki usia 18 tahun.

Tak perlu dijelaskan lagi, Kakakku berstatus MBA (Married By Accident). Untung saja pria yang menghamilinya mau bertanggung jawab dan pria itu ternyata dari keluarga Konglomerat, Dharmawangsa Grup, Aditya Dharmawangsa.

Singkat cerita, Kakakku yang terkenal Bad Girl saat SMA, tanpa sengaja bertemu Aditya Dharmawangsa, yang saat itu berstatus Mahasiswa, di sebuah Klub. Kakakku mabuk berat, dia tak ingat apa yang terjadi, sampai seminggu kemudian, Aditya datang ke rumah melamar Kakakku.

Tentu saja, Kakakku menolak lamarannya, dia merasa tak mengenal Aditya. Lah! Mereka ketemu kan pas Kakakku sedang mabuk berat, ya tentu saja mana ingat Kakakku? Lalu Aditya menjelaskan apa yang terjadi malam itu dan ingin bertanggung jawab. Dia juga mengaku jatuh cinta pada Kakakku sejak pertemuan pertama mereka.

Tapi Kakakku tidak percaya. Lucu! Ini sungguh lucu! Karena tepat sebulan kemudian, Kakakku dinyatakan positif hamil dan akhirnya dia menerima lamaran Aditya. Kakakku terpaksa berhenti sekolah karena hamil dan tak melanjutkan kuliah karena harus mengurus Bagas. Kakakku mengaku saat itu dia tidak mencintai Aditya. Pernikahan mereka murni karena kecelakaan yang tak disengaja, menurutnya. Tapi tidak menurut Aditya, dia justru bersyukur bertemu dengan Kakakku malam itu, jatuh cinta padanya dan sempat mengalami insiden tersebut, yang membuat Kakakku terpaksa menerima lamarannya.

Kalau kutanya Kak Rara, apakah dia mencintai Aditya setelah 18 tahun pernikahan mereka? Kakakku dengan santainya akan menjawab, "Gue cinta karena terbiasa." Dan jangan tanyakan aku, kenapa Kak Rara belum juga memberikan seorang adik untuk Bagas padahal dia dan Aditya sudah menikah selama 18 tahun, karena aku tak tahu jawabannya. Aku tak mau mencampuri urusan pribadi Kakakku, meski Kakakku selalu saja mencampuri urusan pribadiku. Yang aku tahu, semenjak Bagas lahir, Aditya terlalu sibuk dengan urusan bisnis keluarganya, Dharmawangsa Grup.

Apa yang dialami Kakakku, hamil di luar nikah, menikah muda, membuatku menjadi korban di keluargaku. Baik kedua Orang Tuaku maupun Kak Rara menjadi terobsesi menjagaku agar tetap menjadi gadis baik-baik kesayangan keluarga. Jadi akan kuperjelas, selama 25 tahun hidupku, aku tak pernah berpacaran, aku juga tak pernah Clubbing, walau sesekali aku keluar malam, itu juga karena bantuan dua sahabatku Nadya dan Laura. Selebihnya, aku anak rumahan! Gadis baik-baik yang tak pernah buat masalah.

Keluargaku percaya pada kedua sahabatku, Nadya dan Laura. Karena keluarga mereka cukup dekat dengan keluargaku. Aku, Nadya dan Laura dari keluarga pebisnis yang cukup dikenal dan dikelilingi beberapa keluarga konglomerat, salah satunya keluarga Dharmawangsa. Ayahku, Mulyadi Hadinata cukup kenal dengan keluarga Dharmawangsa. Meski Ayahku tak sekaya mereka, karena Ayahku memulai bisnisnya dengan usaha sendiri berbeda dengan Dharmawangsa Grup yang usaha bisnisnya sudah melewati beberapa generasi secara turun temurun.

ᴥ ᴥ ᴥ

Setelah melewati jalanan Jakarta yang super macet di sore hari, akhirnya mobil Honda Jazz yang aku kendarai memasuki pekarangan rumah Kakakku, Kediaman Dharmawangsa yang sangat megah, tepat jam 8 malam. Rumah Kakakku ini hadiah pernikahan dari Kakeknya Aditya, Kakakku tinggal bersama Aditya dan Bagas di rumah ini. Sedangkan Orang Tua Aditya sendiri tinggal di Rumah Utama Keluarga Dharmawangsa di Yogyakarta.

Aku menyerahkan kunci mobilku kepada salah satu satpam agar memasukkannya ke garasi kemudian aku langsung masuk ke dalam rumah yang sangat megah tersebut. Tak salah bukan aku katakan megah? Karena pintunya sendiri sangat besar seperti pintu-pintu Kastil di Eropa. Ruang tamunya saja seluas lobby hotel bintang lima. Kamarku mungkin hanya seluas kamar mandi di rumah ini.

Kadang aku pikir, beruntung sekali Kakakku yang sangat dicintai Aditya Dharmawangsa dari keluarga Konglomerat. Tapi setiap kali aku katakan hal tersebut pada Kakakku, dia selalu berkata, "Sa, sekaya apapun Aditya Dharmawangsa, sebesar apapun dia cinta sama gue, semua tidak ada artinya kalau gue tidak bisa mencintai dia." Dan sampai sekarang aku masih tidak paham dengan maksud kata-katanya.

Aku langsung menuju dapur, karena Kakakku biasanya ada di dapur jam segini.

"Assalamu'alaikum, Kak." sapaku ketika kulihat Kak Rara duduk di ruang makan yang luas sedang mengupas apel.

"Wa'alaikumussalam, eh Sasa, tumben kesini?" tanya Rara.

"Hehe iya Kak, ada urusan mendesak. Mau ketemu Bagas." jawabku.

"Ketemu Bagas? Urusan apa?"

"Soal pekerjaan gue, Kak."

Rara mengernyitkan alisnya. "Urusan pekerjaan? Apa hubungannya sama Bagas?"

Duh! Mulai deh Kakakku banyak tanya! Ini nih yang aku maksud Kak Rara selalu saja mencampuri urusan pribadiku.

"Yaudah deh, ngomong sekalian sama lo aja Kak, biar jelas semuanya." aku mengambil potongan apel di atas meja. "Bagas ada di kamarnya kan? Gue panggil ya Kak? Trus kita ngobrol di ruang keluarga." lanjutku sambil mengunyah apel.

"Oke. Lo panggil Bagas trus kita kumpul di ruang keluarga."

Aku mengangguk kemudian berlalu ke kamar Bagas di lantai dua.

Ceklek.

Kubuka pintu kamar Bagas dan kulihat dia tiduran di atas kasur sedang menggunakan Headphone. Matanya terpejam dan kepalanya bergoyang.

"Woyy! Bagas!" aku menyenggol lengannya.

Bagas membuka matanya lalu melepaskan Headphone-nya kemudian terduduk.

"Tante? Bikin kaget aja," Bagas melihatku bingung. "tumben kemari? Ada apa Tan?"

"Gue butuh bantuan lo Gas, yuk turun ke ruang keluarga, si Mami penasaran."

"Bantuan gue? Mami?"

"Iya! Udah buruan turun gak usah banyak tanya biar gue jelasin!"

Bagas pun menurut beranjak dari kasur dan mengikutiku ke ruang keluarga.

Aku, Kak Rara dan Bagas duduk bertiga di ruang keluarga. Kulihat Kak Rara dengan muka penasarannya dan Bagas dengan muka bingungnya. Asli ini aku pengen ketawa! Muka mereka mirip! Ekspresinya pun mirip!

"Ehem, jadi gini," kataku memulai pembicaraan. "gue disuruh menulis sebuah artikel tentang pembullyan di sekolah dan gue disuruh menyamar jadi anak SMA selama 6 bulan untuk mendapatkan cerita," kulihat sejenak Kak Rara dan Bagas yang melongo mendengar penjelasanku. "jadi gue butuh bantuan Bagas, karena nanti gue berencana menyamar di SMA Dharmawangsa."

Suasana hening sejenak, sepertinya Kakakku dan Bagas sedang mencerna penjelasanku.

"Lo kenapa gak menyamar di bekas SMA lo aja Tan?" tanya Bagas.

"Gak bisa, Gas. Beberapa gurunya kenal sama gue."

"Nah! Justru lebih mudah kalau ada guru yang kenal sama lo kan?"

"Justru susah! Nih ya, sekolah mana yang mau dijadiin bahan cerita pembullyan untuk sebuah artikel majalah? Bisa merusak reputasi kalau tahu ada pembullyan di sekolah tersebut!"

"Tunggu dulu, jadi maksud lo mau memakai SMA Dharmawangsa sebagai objek cerita lo? Sa, lo tahu betul kan SMA Dharmawangsa itu milik Yayasan Dharmawangsa Grup? Lo mau merusak reputasi sekolah milik keluarga Dharmawangsa?" Rara agak ngotot mempertanyakan semuanya.

"Duh! Gagal paham deh!" batinku.

"Tenang aja Kak, nanti di artikel, gue gak akan nulis secara spesifik nama sekolahnya. Tapi kan gak mungkin juga gue menyamar di bekas SMA gue yang beberapa gurunya kenal sama gue. Kalau mereka tanya ada urusan apa sampai-sampai gue menyamar segala, susah kan urusannya?" jelasku panjang lebar.

Rara manggut-manggut. "trus lo minta bantuan Bagas buat ngapain?"

"Oh itu, gue mau nanti Bagas bantuin masukkin gue ke komunitas anak-anak populer di sekolah."

"What???" Bagas kaget dan ketawa. "Tante, Tante, gue mah bukan anak populer Tan, gue mah anak berandalan di sekolah. Tanya aja Mami." lanjutnya tertawa.

Rara langsung menjitak putra kesayangannya itu.

"Mami ih sakit." ringis Bagas.

"Ingatkan Mami untuk tidak melapor ke Papi segala kelakuan kamu di sekolah!" ancam Rara.

"Iya Mami, Iya maaf." Bagas kemudian melirikku. "gue sih bisa aja bantuin lo Tan, tapi imbalannya apa nih?" lanjutnya meminta sedekah, eh, maksudku bayaran karena mau membantuku.

Emang dasar manusia! Biar di kata Tante dan Keponakan tetap saja gak ada yang gratis!

"Yauda, lo mau apaan?" tanyaku ketus.

Bagas tersenyum iblis. "Nanti Tan kalau gue butuh, gue kasih tau lo."

"Oke," kataku singkat. "Oya, satu lagi Kak, boleh gak gue tinggal di sini selama 6 bulan? Maksud gue, selama gue dalam misi penyamaran? Soalnya gue rasa lebih praktis kalau gue serumah sama Bagas?" tanyaku pada Kak Rara.

"Yaelah Sa, mau tinggal di sini aja pakai izin segala! Kalau Aditya denger pertanyaan lo tadi, bisa-bisa gue yang diomelin." Rara bangkit dari sofa mendekatiku. "ingat gak dulu waktu lo sempat kabur dari rumah karena berantem sama Ayah? Aditya yang paling khawatir! Dia marah-marah ke gue."

Flashback

"Dit, Sasa kabur dari rumah abis berantem sama Ayah, sekarang dia di rumah Nadya." Rara menjelaskan pada Aditya.

"Apa? Kabur dari rumah? Sekarang di rumah Nadya?" tanya Aditya.

"Iya, Alhamdulillah dia baik-baik saja, Nadya kan sahabatnya."

"Kok kamu santai banget sih? Gak khawatir gak apa? Suruh Sasa kesini! Ngapain dia di rumah orang?" ucap Aditya dengan nada marah.

"Loh? Nadya itu sahabatnya! Aku juga udah kenal baik sama Nadya!"

"Kamu tuh ya! Adik kamu kabur dari rumah harusnya kamu ajak kesini! Rumah Kakak kandungnya! Saudara satu-satunya! Harusnya kamu menjaga adik kamu, Ra!" Aditya emosi.

"Dit, adikku gak mau ngerepotin kamu."

Aditya mengusap wajahnya dan menghela napas mencoba meredam emosinya.

"Jangan berpikir bahwa itu akan merepotkan aku Ra," Aditya melembutkan suaranya kemudian memegang bahu Rara. "jika itu menyangkut keluarga kamu, aku tidak pernah merasa kerepotan. Keluarga kamu, keluargaku juga. Adik kamu, adikku juga. Jadi, hubungi Sasa sekarang, suruh dia kesini! Bagiku, Sasa mau tinggal di sini selamanya, tak masalah. Bahkan dia tak perlu izinku."

Aku mencoba mengingat-ingat. Oh jadi waktu aku kabur itu lalu dipaksa ke rumah Kakakku karena perintah Aditya? Serius, ini aku baru tahu! Dan sepertinya, ada satu lagi orang yang terobsesi menjagaku agar tetap menjadi gadis baik-baik kesayangan keluarga. Aku lupa, Aditya kini sudah jadi Kakak iparku.

"Jadi, gue gak perlu izin dong ya malam ini nginap di sini?" tanyaku pada Kak Rara.

"Nginap mah tinggal nginap aja Sa! Tuh anak gue yang paling senang kalau lo nginap di sini." jawab Rara sambil melirik ke Bagas.

Shit! Aku lupa! Setiap aku menginap di kediaman Dharmawangsa, pasti isi dompetku dikuras habis sama keponakan tersayang!

Aku memicingkan mata ke Bagas yang tersenyum iblis ke arahku sambil menaik-turunkan alisnya.

"Awas lo Gas, jangan macem-macem sama dompet gue!" ucapku jutek.

"Inget loh Tan! Bantuan gue gak gratis!" Bagas bersidekap sambil mendongakkan kepalanya.

"Iya! Iya!" aku mendesah pasrah. "yauda gue ke kamar tamu dulu mau istirahat."

Bagas juga beranjak dari ruang keluarga menuju kamarnya.

"Lo ngapain ke kamar tamu?" tanya Rara.

"Lah? Mau tidur Kak, gue kan mau nginap malam ini." jawabku.

"Emangnya lo tamu? Kamar lo noh di lantai dua depan kamar Bagas."

"Oh iya ya? Lupa gue."

"Lupa dipelihara! Untung gak ada Aditya, bisa-bisa dia ngamuk lihat lo tidur di kamar tamu."

"Emang suami lo kemana Kak?"

"Ke luar negeri. Ada perjalanan bisnis selama 6 bulan."

"Buset! Lama amat 6 Bulan? Lo gak kesepian Kak?"

Rara hanya mengendikkan bahu. "Yang penting kartu kredit jalan terus, gak masalah buat gue selama apapun."

"Astaga! Matre lo kaga ilang-ilang Kak!" cibirku.

"Lagian ada Bagas, sekarang ada lo, mana kesepian sih gue? Hahaha." Rara hanya tertawa menanggapi cibiranku.

Aku hanya menggeleng-gelengkan kepalaku. Masih sebuah misteri dan aku sama sekali tak tahu, apakah Kakakku sudah bisa mencintai Aditya atau belum? Karena yang aku tahu, Kakak iparku itu sangat mencintai Kak Rara. Aku gak bohong, faktanya memang begitu!

Aku pun beranjak naik ke lantai dua langsung menuju kamarku. Ya! Kamar yang dipersiapkan Aditya untukku, berjaga-jaga jika aku berniat kabur lagi. Setidaknya begitu kata Kakakku.

Kurebahkan diriku di atas kasur kemudian memainkan ponselku dan mengirim pesan whatssap.

Alisa Natasa

Guys, kayaknya gue batal tinggal sama kalian di apartemen Laura.

Nadya Agista

Yaaaahhh kenapa Sasaaaaaa 😞

Alisa Natasa

Kayaknya lebih praktis tinggal serumah sama Bagas.

Soalnya misi penyamaran gue di sekolahnya Bagas.

Laura Angelia

Yaelah Sa, padahal gue udah merayu durjana ke Julian biar dikasih apartemen 😑

Kecewa gue 😤 gak bisa diginiin!

Nadya Agista

Padahal kita janjian udah lama kan kalau udah pada kerja semua kita tinggal satu atap 😭

Laura Angelia

Sasa emang tukang PHP!

Nadya Agista

Emberan bin comberan!

Alisa Natasa

Sekali lagi maaf ya? Maaf 🙏

Sayang kalian semua 😘

Laura Angelia

Bodo ah! Pokoknya kita harus ketemu nanti bahas rencana lo Sa!

Nadya Agista

Iya! Gue setuju!

Alisa Natasa

Iya, iya, nanti ketemuan yak 😊

Love you all 😚

Aku mengakhiri percakapan whatssap-ku lalu membersihkan diriku kemudian mengistirahatkan tubuhku yang sangat terasa lelah di hari pertamaku kerja. Good night!

ᴥ ᴥ ᴥ

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top