THE VISIT


Lima belas menit sebelum tragedi, ...

Sloanne merasakan getaran adrenalin menjalar ke seluruh bagian otot dan syarafnya. Ia sudah akrab dengan sensasi yang selalu menyapa di setiap mendekati lokasi misi, tempat di mana ia akan mengeksekusi target.

Malam ini Sloanne atau yang biasa dipanggil Slo, memakai gaun terbaiknya. Gaun satin putih tanpa lengan, membalut tubuh semampainya dengan sangat pas. Belahan tinggi sepanjang paha didesain cukup tersembunyi, membuat keseluruhan penampilannya terkesan sopan.

Tidak ada hiasan payet ataupun kristal di bagian leher gaunnya yang rendah, hanya selendang sutera panjang yang melintang menutupi leher Slo yang jenjang. Setidaknya selendang itu berguna sekali untuk menutupi lengannya yang sedikit liat dan akan menjadi senjata yang cukup ampuh jika tusuk kondenya gagal menusuk arteri karotis korban.

Bagian yang mengganggu Slo adalah perasaan resah, seperti tali yang menjeratnya perlahan tapi pasti. Bahkan setelah limo yang ditumpanginya berhasil melewati dua lapisan keamanan, bukannya bernapas lega alih-alih ia malah merasa gugup.

Slo mendengkus pelan ketika mobil yang dijalankan sopir sudah melewati gerbang kediaman Cleodore. Para contract killer yang sudah mengenal Slo sebagai the Babydoll mungkin akan tertawa senang. Sloanne Riggs---the Babydoll---terkenal dengan sepak terjangnya yang tenang, cepat dan bertangan dingin. Dalam keseharian, penampilannya feminine, tenang dan sederhana. Wajah bulat telur dengan sepasang mata hazelnya yang besar dan hangat, tidak akan ada orang awam yang mencurigainya sebagai seorang pembunuh profesional. Ia sendiri tidak mengetahui persis dari mana asal julukan the babydoll yang melekat padanya. Ia sendiri juga tidak terlalu ambil pusing, selama julukan itu tidak membahayakan pekerjaannya.

Mungkin dirinya adalah contract killer wanita termuda saat ini, tapi tidak menutup kemungkinan posisinya akan tergeser suatu hari nanti. Ia juga tidak peduli dengan hal itu karena yang menjadi hal menakutkan baginya adalah terlanjur mengenal targetnya sendiri. 

Slo menghembuskan napas panjang ketika pikirannya kembali pada saat membaca email berisi data dan informasi target kiriman Dave Smith. Ia tidak menghitung berapa kali ia mengambil nyawa orang lain dengan satu langkah cepat dan mematikan. Lebih tepatnya bosan menghitung, tidak seperti ketika ia memulai merintis profesinya. 

Pekerjaan seperti ini bisa sangat membosankan karena rata-rata para target tidak menyadari kehadirannya dan Slo tidak mengenal mereka selain dari file data yang diperolehnya. Ia cukup mempelajari kebiasaan target, lalu datang, habisi, dan pergi. Tidak banyak hambatan berarti selain seberapa cepat ia mampu meloloskan diri. Namun, kali ini hambatannya adalah ia terlalu mengenal si target, yaitu Jett Cleodore.

Jett adalah satu-satunya pria yang bisa merampas hati Slo hanya dalam dua hari. Dirinya di didik sejak kecil menjadi mesin pembunuh bersama anak-anak yang lain, jadi Slo sudah terbiasa hidup dengan lawan jenis hingga mereka remaja. Bukan sekali dua kali ia melihat tubuh polos laki-laki untuk mempelajari titik lemah dan titik kesenangan pria. Namun, semua itu seolah tidak berarti dihadapan Jett.

Begitu Slo mendapat firasat mengenal Jett bisa membawa musibah dalam profesinya, ia langsung hengkang saat itu juga. Lebih tepatnya, itu yang ia lakukan sepuluh tahun yang lalu.

Dalam pekerjaannya, semua aspek adalah ranah abu-abu. Tidak ada klien yang menjadi predator selamanya. Hari ini mungkin dia bisa membayar seorang contract killer untuk membunuh pesaingnya, tapi tidak menutup kemungkinan besok dia tewas karena kontrak dari klien lain. Slo hanya tidak ingin terjebak pada perasaan sentimental ketika kontrak untuk menghabisi Jett ia terima. Cepat atau lambat akan ada percobaan pembunuhan pada Jett yang baru saja memegang tampuk kepemimpinan Cleodore.

Siapapun yang berkecimpung di dunia hitam Skyford, mengerti tentang dominasi ayah Jett, Louis Cleodore. Banyak pihak menginginkan dominasi itu setelah Louis meninggal dan Jett meneruskan kepemimpinan sang ayah. Ketika berita itu tersebar, ketegangan mulai terasa dalam hubungan bisnis yang terkait dengan Cleodore. Slo memang tidak mengetahui secara dalam, tapi ia benar-benar berharap kontrak eksekusi Jett akan dilimpahkan ke pembunuh lain. Ia tidak ingin firasatnya menjadi benar.

Pada akhirnya harapan dan kenyataan tidak berjalan di tempat yang sama. Kini, Slo keluar dari limousine dan melenggang masuk ke dalam aula yang begitu megah dengan jantung berdebar kencang hingga nyaris melompat keluar. Otaknya berputar berkali-kali, menyusun sebuah skenario terbaik agar Jett bisa mati tanpa harus menderita terlebih dahulu.

"Ini misi yang mudah Slo. Kau tinggal meminta maaf karena menghilang sepuluh tahun yang lalu. Dua tusukan cepat ke arteri dan saraf vagus di leher. Pastikan tepat, agar dia tidak kesakitan. Setelah itu Jett akan kehilangan kesadaran di saat akan kehabisan darah. Mudah, bukan?" batinnya sembari melangkah lebih dalam ke dalam ruangan yang sudah ramai oleh tamu.

Suasana yang hangat dengan alunan jazz yang santai tidak membuat Slo mendapatkan ketenangan seperti pada misi-misinya terdahulu. Inilah hal yang sangat ingin ia hindari. Perasaan gelisah, akan membuat seorang pembunuh bayaran membuat kesalahan dalam misinya.

Dengan gaya santai Slo meraih gelas sampanye yang ditawarkan oleh pelayan yang sedang melintas. Sambil mengamati situasi, ia mengedarkan pandangan mencari sosok Jett. Mendadak tatapannya terhenti pada podium di mana Mira Becket, istri Jett sedang menggendong gadis kecil yang berambut hitam dan lurus, mirip rambut sang ayah. Mendadak bayangan Slo berada di podium itu melintas sesaat, membuatnya jengkel pada diri sendiri.

"Hentikan, Slo! Tidak ada gunanya berandai-andai! Cepat cari Jett dan selesaikan misimu!" tegur Slo pada sisi lemahnya.

Dengan cepat dirinya meneguk banyak-banyak sampanye dalam gelas berkaki yang dipegangnya. Cairan itu mengalir melewati lidah dan tenggorokannya, lalu menyadari terselip rasa aneh yang terkecap di pangkal lidah. Slo mengerutkan dahi, instingnya mulai meneriakkan peringatan. Sampanye yang baru saja ia habiskan telah dibubuhi sesuatu.

Bunyi rentetan senjata membuatnya terkesiap. Spontan Slo membungkuk berusaha memahami perubahan suasana yang mendadak ini. Para tamu berlarian ke sana kemari begitu beberapa pria tertembak dan roboh ke lantai dengan bersimbah darah. Jerit histeris memenuhi aula, tapi Slo berusaha tetap tenang agar ia bisa memahami apa yang sedang terjadi.

Mendadak berada di tengah gempuran peluru dengan gaun pesta dan tanpa senjata yang memadai membuat Slo mengerang jengkel. Ia segera bangkit dan mulai merasakan serangan rasa pusing.

"Cepat pergi dari sini! Aku harus mundur, misi dibatalkan!" seru Slo dalam hati. Ia beranjak keluar mengikuti orang-orang. Dari sudut matanya, ia melihat bayangan Mira Becket dan anaknya sedang digiring oleh beberapa pengawal menuju ruang lain.

Dirinya mengenali salah satu pengawal diantara pagar betis itu.

"Bukannya itu si pelayan yang menawariku sampanye beracun tadi!"

Perasaan ingin tahu menggelitik. Slo berjuang melawan kepalanya yang pusing. Ia yakin minuman tadi sudah dicampur dengan obat tidur. Seseorang sedang menjebaknya entah untuk apa, oleh karenanya Slo tidak punya pilihan selain mengikuti permainan musuh.

Slo mengikuti di belakang, sekitar dua puluh kaki dari mereka. Rombongan Mira dan para pengawalnya berbelok ke tikungan koridor, sementara Slo mengikutinya diam-diam sembari mempertahankan kesadarannya.

"Ah, sialan! Antidot-nya aku tinggalkan di apartemen. Semoga aku masih bisa bertahan sebelum selamat dari ..."

Dhorr! Dorr!

Gema suara tembakan menghentikan langkah Slo untuk sesaat. Pikirannya langsung tertuju pada Mira dan anaknya. Sontak ia mempercepat langkah mencari sumber suara. Slo berbelok dan menemukan ujung kaki wanita lengkap dengan high heel merahnya, menyembul di dekat pintu. Kaki Mira Becket.

"Berhenti di situ!"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top