THE DEVIL'S WILL


Dengan napas terengah dan tubuh gemetar kedinginan, Slo meraup jaket kulit hitam yang tercantol di dinding garasi. Ada berderet kunci di sebuah lemari kecil, ia bisa menduga kunci mana yang harus ia pilih. Motor sport hitam mengkilat di ujung sana telah menarik perhatiannya.

Dengan segera Slo melompat ke atas motor. Tangannya dengan cekatan memutar kunci, menyalakan mesin dan suara motor pun mulai menderu. Jari-jarinya meremas erat tuas kopling, sementara kakinya dengan cekatan menekan pedal persneling untuk memindahkan gigi ke posisi pertama. Getaran halus dari mesin merambat ke tubuhnya, membuat setiap detak jantung terasa lebih cepat dari sebelumnya.

Pintu garasi otomatis terbuka perlahan. Slo tahu para polisi sudah menunggunya di depan sana, terlihat dari beberapa pasang kaki yang siap menghadang dan menangkapnya hidup-hidup.

"Tapi tidak untuk sekarang, Tuan-Tuan. Aku harus menemukan siapa yang mencari gara-gara denganku kali ini," gumamnya setengah berbisik.

Di sana mulai tampak langkah kaki yang mengendap dan mendekat. Slo segera menarik gas dengan tangan kanannya, memutar grip hingga putaran mesin naik tajam. Motor itu melesat, ban belakangnya berdecit tajam saat mencengkeram lantai, meninggalkan jejak samar di lantai garasi yang tadinya mengilap. Sloanne mencondongkan tubuhnya ke depan, nyaris sejajar dengan tangki ketika motornya menerobos pintu garasi yang masih terbuka setengah.

Berhasil!

Slo sedikit bernapas lega. Angin menerpa wajahnya saat dia berpindah ke gigi berikutnya, memindahkan kopling dengan gerakan cepat dan akurat. Ia menaikkan kecepatan motor begitu mendengar sirine yang kembali terdengar sayup dari arah belakang. Baginya meloloskan diri dari pengejaran adalah hal yang mudah karena itu adalah kemampuan terbaiknya.

Setelah satu jam Slo berputar-putar untuk mengecoh para polisi Skyford, ia memutuskan untuk pulang ke flat nya untuk membersihkan lukanya dan berkemas. Tempat tinggalnya adalah berupa apartemen kecil di sebuah gedung yang lumayan kuno. Meski dari luar tidak mencolok, tapi gedung itu mempunyai sistem keamanan yang ketat.

Seorang resepsionis selalu siap sedia menyambut tamu dan menelpon sang pemilik flat. Meski para penghuninya terdiri dari pekerja profesi yang bermacam-macam, tapi mereka cukup menjaga privasi masing-masing. Hal ini yang membuat Slo merasa nyaman untuk tinggal di sana.

Tidak beberapa lama kemudian, dirinya memarkirkan motor di garasi basement gedung apartemen. Dilemparkannya kunci motor ke tempat sampah, seolah tanpa beban. Ia sudah menebak motor itu pasti sudah dipasangi alat GPS seperti juga mobil-mobil lain di garasi Cleodore.

Keberadaannya akan segera terlacak. Tapi Slo menduga anak buah Jett mungkin akan menyerbu dalam dua atau tiga hari, mengingat mereka sedang dalam masa berkabung. Setidaknya ia masih punya waktu luang untuk menghilang.

Jika saja dirinya tidak tersangkut masalah ini, pasti ia sudah pergi sejauh mungkin. Namun untuk sementara ia harus menemukan dan membuat perhitungan dengan orang yang telah menjebaknya. Satu cara cepat untuk melacaknya adalah mendatangi Dave Smith.

***

Pria itu menyorongkan amplop cokelat berisi segepok uang di atas meja berpernis kilap. Ia bergumam, "Berikan padanya. Sampaikan, aku tidak mau membayar penuh karena target kedua gagal diselesaikan."

Bawahannya mengangguk tanpa suara, lalu mengambil benda itu dengan wajah bertanya-tanya. "Apa akan aman membiarkan penembak Lisa masih berkeliaran?"

"Besok tukang bersih yang aku sewa dari Dave akan menghabisinya. Jadi, biarkan hari ini dia menikmati dulu gajinya," jawab pria itu malas. "Kita punya beberapa hari untuk segera membereskan semua sebelum Jett dan tangan kanannya melacakku."

"Apalagi si Babydoll berhasil lolos, Max," imbuh asisten wanitanya.

"Aku tahu. Hal itu sudah aku antisipasi. Aku sudah membayar ekstra pada Dave untuk menutup file the Babydoll selamanya."

"Maksudmu menghabisi nyawanya?" Eva terkikik sesaat.

"Kenapa kau tertawa?" tanya Max dengan alis berkerut.

"Rasanya tidak akan semudah itu, Boss." Wanita itu lalu menghela napas pendek. "Pertama, karena Dave hanyalah operator di bisnis ini. Kedua, karena Dave punya pengalaman lapangan tidak sebanyak gadis itu."

"Kita lihat saja nanti." Max memberi isyarat pada Eva untuk membukakan botol wine di sebuah ember stainless yang di penuhi es batu.

Wanita itu pun bergerak tenang dan tangannya yang cekatan mulai berusaha membuka botol itu. "Kenapa harus Dave? Kenapa tidak aku saja yang membereskan Sloanne?"

"Ya ..., ya ..., baiklah, tapi aku baru akan memberimu ijin jika Dave gagal membunuhnya."

Eva berbalik dengan senyuman cerah lengkap dengan segelas wine yang kemudian ia letakkan di meja Maxime.

"Terima kasih, Mr Cleodore." Dirinya membungkuk ke arah Max, kemudian mengecup pipi tuannya dengan ringan. "Baiklah. Aku pergi dulu untuk menemui Reyes."

Setelah kepergian Eva. Max duduk tenang di tengah ruang kerjanya yang remang-remang. Suara retik kayu dari perapian membuatnya tenang. Senyum tipis menghiasi bibirnya, samar, nyaris seperti jejak mimpi buruk yang terpuaskan. Segelas wine terbaik berwarna merah tua, berputar perlahan seiring gerakan tangannya yang elegan.

Ia menyesapnya perlahan, menikmati rasa asam manis dengan getar pahit yang menghangatkan tenggorokan, seakan menyatu dengan kepuasan dingin yang berdenyut di dadanya. Di luar jendela besar yang menghadap kota yang berkilauan, Max mengamati kerlip lampu seperti titik-titik tak bernyawa, bayangan Jett yang remuk di pikirannya menjadi hiburan yang manis.

"Tinggal sedikit lagi," gumamnya pelan, dengan suara yang penuh ketenangan mematikan. "Semua ini akan menjadi milikku."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top