LET'S HUNT!
Pagi-pagi buta, setelah tertidur sejenak di flat, Slo memeriksa kembali lukanya yang sudah ia beri cairan antiseptic semalam. Alarm smartwatch-nya bergetar, lalu ia segera berkemas. Tidak banyak pakaian yang ia bawa, hanya satu setel baju, celana panjang, dan mantel putih tulang. Ia memilih tidak membawa ID cadangan dan tetap menyimpannya di brankas rahasia. Slo merasa ia pergi bukan untuk melarikan diri, tapi memburu orang yang bertanggung jawab atas musibah yang menimpa dirinya.
"Maaf, Ron. Mama harus menitipkanmu lagi pada Angel," ucapnya lembut pada kura-kura Brazil yang berada di dalam wadah kaca.
Setelah selesai menitipkan kura-kura pada resepsionis, Slo menuju ke basement gedung tempat area parkir berada. Ia menyampirkan jaket hitam di atas motor yang dipinjamnya semalam. Cepat atau lambat, Jett dan anak buahnya akan datang ke tempat ini dan ia tidak ingin berhutang apapun pada pria itu.
Dengan mengendarai mobilnya sendiri, Slo menuju rumah Dave Smith. Sepanjang perjalanan dirinya menyusun rencana yang harus disiapkan.
"Ada dua Glock, empat pisau lempar, beberapa pack peluru. Rasanya aku masih butuh satu shotgun dan satu pack peluru lagi untuk berjaga-jaga. Tidak, tidak ..., shotgun terlalu berlebihan untuk situasi saat ini. Aku tidak suka efeknya yang mengotori dinding," gumamnya memecah keheningan mobil.
Dave Smith adalah operator yang sudah bekerja sama dengannya selama bertahun-tahun. Pria itu juga merupakan penyedia senjata dan paspor dengan identitas baru. Selama menjadi rekan, mereka tidak pernah terlibat salah paham. Slo bahkan mulai menganggap anak dan istri Dave adalah keluarga barunya.
Dua jam kemudian ia sampai di pinggiran kota Skyford. Sebuah area perumahan baru yang banyak di huni oleh pasangan muda dengan strata ekonomi menengah ke atas. Spring Harmony, seperti namanya, lingkungan asri dengan bunga-bunga di sepanjang jalan masuk hingga ke area pemukiman.
Slo menghentikan mobil tidak jauh dari rumah Dave. Rumah berkonsep minimalis yang sama dengan rumah deretan sebelah. Satu-satunya yang membedakan adalah balon warna-warni yang mengapung lesu di sebuah pohon kecil depan rumah.
Selama setengah jam, Slo duduk diam mengamati rumah Dave. Pikirannya melayang, mengingat bagaimana Dave menghubunginya seminggu yang lalu dan memberinya misi ini. Sebentar lagi pria itu pasti akan melakukan kegiatan rutinitasnya di hari libur, memotong rumput halaman depan. Saat itulah kesempatan Slo menemui rekannya. Hal pertama yang ingin ia ketahui adalah seberapa dalam Dave terlibat dengan kejadian semalam. Setelah itu baru ia bisa menentukan langkah selanjutnya.
Jauh dalam sudut benaknya, Slo merasa bimbang. Ada harapan terselubung bahwa Dave tidak ada sangkut pautnya dengan peristiwa semalam. Namun, sepanjang pengalamannya, seringkali apa yang diharapkan melenceng jauh dari kenyataan. Slo mendengkus lirih, lalu keluar dari mobil mungilnya dan membuka bagasi. Ia segera memasang peredam pada Glock-nya yang tersimpan di sebuah kompartemen hitam.
Baginya tidak ada yang sia-sia dengan mempunyai rencana cadangan. Hal itu jugalah yang membuatnya dapat lolos berkali-kali dalam profesi yang digelutinya. Semakin rumit misi yang dijalankan, maka semakin banyak juga rencana cadangan yang harus disiapkan.
Ketika seorang pria kurus dengan piyama kedodoran akhirnya keluar dari rumah, Slo segera menyadari bahwa yang ditunggu akhirnya muncul. Ia pun segera menyeberangi jalan dan menghampiri.
Dave yang awalnya sibuk membereskan balon-balon lesu milik anaknya, langsung berhenti bergerak begitu melihat sosok Slo yang datang. Sorot matanya menyiratkan ketegangan dan makin membuat Slo merasa kecewa.
"Kenapa mendadak gusar, Dave?" gerutunya dalam hati.
Tempaan sebagai mesin pembunuh selama belasan tahun, membuat insting Sloanne bekerja seperti hewan predator. Ia bisa mencium aroma kewaspadaan dan ketakutan mangsanya meski dalam jarak bermeter-meter. Tidak terkecuali pada Dave Smith, ia bisa menciumnya dengan sangat jelas.
"Hai, Dave! Aku harap aku tidak mengganggu pagimu," sapanya hangat.
"Tidak apa-apa," jawabnya datar lalu kembali melanjutkan pekerjaannya. "Ada apa kau datang pagi-pagi begini? Apa ada masalah?"
Slo mendengkus pendek dan tersenyum pahit, "Ya, ada satu masalah. Semalam Jett tidak ada di tempat waktu aku sampai. Seorang pelayan gadungan berusaha membuatku tidur karena obat. Ada yang sengaja meneror acara semalam. Beberapa penyusup menyamar menjadi pengawal dan membunuh Mira Becket, anaknya tewas dalam kontak senjata, aku dituduh sebagai salah satu komplotan."
"Apa?!" Dave tampak kaget, tapi reaksi itu terlalu cepat dan bernada tinggi. Satu lagi kebohongan yang Slo tangkap.
"Jadi kau tidak tahu? Apa kau tidak melihat berita hari ini?"
Dave menggeleng lalu mengangkat bahu, "Aku ..., aku terlalu mabuk semalam, pagi ini belum sempat melihat beritanya."
"Aku adalah buronan nomor satu di Skyford, Dave. Seseorang yang menghubungimu seminggu yang lalu jelas sengaja ingin menjebakku. Jadi, aku ingin tahu, siapa namanya?" bisik Slo tajam.
"Pergilah, Slo! Menghilang sampai orang-orang melupakanmu."
"Aku tidak mau!" seru Slo tegas. "Hentikan omong kosong ini! Aku bisa menghilang kapan saja aku mau, tapi kau akan punya alasan untuk melapor ke pusat bahwa aku berkhianat--"
"Kau menuduhku?!" potong Dave kasar.
"Pembohong! Kalau aku menghilang, kau bisa bebas memfitnahku. Bukankah itu akan menjadi kesempatan untuk memburu dan melenyapkanku selamanya?"
Slo paham apa tugas seorang operator seperti Dave. Ia akan diberi surat kuasa untuk memburu dan membunuh contract killer yang dianggap merugikan atau membahayakan agensi. Tentu saja, ia tidak akan memberi kesempatan pada pria ini untuk menghalangi langkahnya. "Orang ini menawarkan kontrak ganda, bukan?"
"Aku harus mengambilnya! Demi Jess, istriku!" seru Dave marah lalu segera diredamkan sembari menyapukan pandangan ke sekeliling, khawatir ada seseorang yang sedang menguping. "Aku butuh uang lebih untuk pengobatannya!"
Slo menahan kekecewaannya, tapi ia tidak bisa menahan amarahnya. Dalam dunianya yang sepi dan suram, sosok Dave selalu ia yakini sebagai sosok manusia hangat dan tulus yang tidak banyak di dunia. Namun, kenyataan makin menyayat hatinya. Mereka berdua saling adu pandang dengan sengit. Masing-masing berusaha menunjukkan kekuatannya, menunggu hingga salah satu berakhir menyerah.
"Anne?! Akhirnya kau datang!" Teriakan bocah laki-laki tambun di ambang pintu membuat ketegangan di antara keduanya teralihkan.
"Hai, Leo!"
"Aku punya mainan baru, kau harus mencobanya!" Leo tampak antusias dan langsung menggandeng tangan Slo. Namun, mendadak Dave menahan keduanya masuk ke rumah.
"Tapi Anne sudah mau pulang. Dia tidak bisa mampir, Leo."
"Ayahmu benar, Leo. Tapi rasanya aku ingin lihat mainan barumu dulu," sanggah Slo lembut.
"Asyik!"
"Dimana ibumu?" tanya Slo sambil menggiring Leo masuk ke dapur.
"Ibuku sedang menginap di rumah sakit," jawab bocah itu muram.
"Kalau begitu kau pasti belum makan."
Leo melirik penuh rasa bersalah pada ayahnya, sambil menggeleng pelan, "Belum, ayahku belum sempat membuat sarapan."
"Kalau begitu kita akan sarapan omellete." Slo segera menyiapkan telur dan alat pengocok.
Dave tampak tegang ketika menyusul mereka ke meja makan. Dengan santai, Slo memberi isyarat pada Dave untuk duduk di seberang Leo.
"Kelihatannya ayahmu juga lapar," canda Slo sambil mencincang bawang Bombay.
"Wah, kelihatannya kau pandai memasak, ya Anne?" Leo terpukau dengan kecepatan pisau Slo di atas telanan.
"Ah, aku cuma suka bagian mengirisnya saja."
Beberapa saat kemudian omellete sudah matang. Slo meletakkan omellete Leo di depan bocah itu sambil mengusap kepala bocah tersebut.
Wajah Dave terlihat merah padam dengan rahang mengetat, berusaha meredam amarah yang ingin menyerang. Hal itu membuat Slo bertekad memberi Dave pelajaran berharga.
"Oh ya, aku lupa nama temanmu yang kapan hari memberiku pekerjaan. Siapa namanya, Dave?" tanya Slo sambil pelan-pelan memperlihatkan Glock-nya dari balik mantel.
Dave memucat seketika. Jakunnya bergerak naik turun dengan tatapan gelisah. "Aku lupa," jawabnya dingin.
Slo melemparkan tatapan dingin pada tantangan yang tersirat di wajah Dave. Ia memutuskan untuk menguji sampai di mana keberanian Dave dalam satu gebrakan. "Leo!" panggilnya.
"Ya," jawab Leo dengan mulut masih sibuk mengunyah.
"Ibumu pernah bilang kau sudah hapal angka dalam Bahasa Spanyol. Bisakah kau tunjukkan padaku?"
"Tentu saja, aku sudah bisa!" sahutnya antusias.
"Keren! Coba sebutkan nomor satu sampai nomor lima, ya."
"Uno!"
Slo membuka pengaman pistol dalam genggamannya.
"Dos!"
Dave membelalak, mematung di kursinya.
"Tres!"
Ujung peredam pistol Slo arahkan ke ubun-ubun anak itu dari arah belakang. Kali ini, apapun akan ia lakukan demi menemukan siapa nama musuhnya.
"Cuatro ..., sincro!"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top