IN COUNTER
Wanita itu telah tewas. Mira Becket tewas mengenaskan dengan masih menggendong anaknya.
Slo termangu sesaat melihat tubuh yang baru saja diberondong oleh dua tembakan kini telah terkapar di atas permadani. Darah dengan cepat mengalir ke segala arah, menggenang dan diserap dengan cepat oleh kain karpet warna beige tebal di bawahnya.
Empat pria yang berada di dalam ruangan, tampak sama terkejutnya dengan dirinya. Lebih tepatnya mereka terkejut akan kedatangan Slo. Hal itu hanya berlangsung dua detik dan kejadian berikutnya tiga orang pria menembakinya dengan penuh nafsu.
Slo masih dalam keadaan terpengaruh obat. Ia menghindar secepat yang ia mampu dengan kesadaran yang mulai meredup. Instingnya untuk bertahan hiduplah yang membuatnya bertahan. Dengan napas nyaris putus dan reflek yang masih tersisa, ia mundur dan menarik daun pintu.
Bombardir lesatan peluru memaksa gadis itu untuk merangkak dan merunduk di samping rangka pintu. Serpihan kayu berhamburan menghujaninya tanpa ampun, tapi Slo menahan diri untuk tidak membuat gerakan sambil menunggu waktu empat orang di dalam kehabisan peluru.
"Apa-apaan ini?!" omelnya dalam hati.
"Aku kira dia sudah aman! Apa kau yakin dia sudah meminum obat tidurnya?!" Bentakan seorang pria terdengar di balik pintu.
"Aku sudah memberikannya!" sahut yang lain. Kemudian terdengar suara tangisan anak kecil yang merengek dan kemudian semakin mengencang.
Gadis itu menunduk, berusaha meredam pikirannya yang berkecamuk hebat. Kemampuannya untuk mempertimbangkan segala sesuatu dengan cepat seolah menjadi lumpuh. Satu-satunya yang bisa ia andalkan adalah instingnya untuk bertahan hidup, dan bocah kecil itu pun tidak mungkin ia biarkan bersama empat orang itu. Bocah itu akan mati di tangan mereka jika ia tidak segera menyelamatkannya. Namun di sisi lain kondisinya benar-benar kacau dan saat ini mungkin satu-satunya kesempatan ia bisa keluar dari jebakan ini. Jika ia memilih untuk tidak merebutnya dari tangan para pembunuh itu.
"Tidak. Bocah itu tidak boleh mati!"
Pemikiran itu muncul dalam sepersekian milidetik. Slo melepas tusuk kondenya yang berbentuk seperti pisau stiletto dalam versi ukuran lebih tipis. Tanpa pikir ulang ia menusukkan ujungnya ke lengan kiri dengan sekuat tenaga. Sengatan rasa nyeri menghujam dalam, membuat kesadaran yang mulai meredup kini kembali benderang.
Slo mengernyit, mengatupkan rahangnya kuat-kuat ketika ia mencabut pisau stiletto itu dari lengannya. Ia harus melakukan itu untuk mengalihkan kinerja otaknya yang mulai terpengaruh obat tidur. Dengan begitu otak akan mengirimkan sinyal rasa sakit ke tubuhnya dan memaksa adrenalinnya bangkit. Ia tidak boleh pingsan di tengah pertempuran nanti.
Dengan gerakan ringan gadis itu berdiri dan melepaskan sepatu berhak tingginya. Membuka pintu yang sudah nyaris hancur itu dengan posisi punggung menempel ke dinding samping pintu. Ia bermaksud memancing keempat orang itu, mengalihkan perhatian mereka sebelum sempat membunuh anak Jett.
Perkiraannya benar. Begitu pintu terbuka mereka langsung menembaki arah pintu, hingga terdengar bunyi "klik" yang menandakan peluru telah termuntahkan semua. Di saat itulah, Slo berbalik dan menerjang maju. Dengan gesit ia bergerak menyerang sebelum mereka sempat mengisi kembali peluru mereka.
Slo merebut satu pistol yang berhasil terisi oleh pria pertama,. Ia melayangkan jab kanan, dan berhasil membuat satu orang terjengkang. Dengan gerakan kilat, Slo melakukan tendangan memutar dan mengunci leher pria kedua dengan pahanya sebelum membantingnya ke lantai. Ia langsung menembakkan senjata rampasannya pada pria ketiga dan keempat. Satu mengenai dada, dan yang lain mengenai kepala. Singkat dan tepat.
Begitu merasa mereka sudah terlumpuhkan, gadis itu segera bangkit dan menggendong gadis kecil itu yang menangis dengan bersimbah darah. Noda darah Mira tampaknya telah mengotori baju mungil Lisa.
"Hei, namamu Lisa, bukan?" sapa Slo setengah berbisik sembari berjalan cepat keluar ruangan dan menuju pintu belakang. "Mereka tidak bisa lagi menyakitimu. Tapi situasi masih belum aman. Kita tidak tahu ada berapa musuh yang berhasil menyusup ke rumah ini. Jadi sebaiknya kau ikut aku," lanjutnya.
Lisa berhenti menangis dan menatapnya dengan bola matanya yang biru jernih dengan ekspresi takjub. Slo mendengkus pendek. Ia menggeleng sebal ketika menyadari ia baru saja bicara panjang lebar dengan anak kecil berumur 3 tahun yang kemungkinan besar belum mempunyai kemampuan untuk memahami kalimat orang dewasa.
Koridor itu sepi dan gelap, tapi bagi dirinya tempat yang sepi belum tentu aman. Slo berjalan sigap dan memeriksa pistol yang ada di tangan kanannya, memastikan masih bisa digunakan.
"Seharusnya masih tersisa banyak peluru," gumamnya dan Lisa langsung menjulurkan tangan gemuknya berusaha meraih senjata api itu. "Tidak boleh, Tuan Puteri! Belum saatnya."
Gadis kecil itu malah tertawa padanya dan memperlihatkan giginya yang kecil, membuat Slo tanpa sadar ikut tersenyum. Tapi, hanya sesaat, karena pada detik berikutnya Slo sadar ia baru saja memperlihatkan kelemahan. Ia belum lolos dan satu kelemahan yang dilakukan, cuma akan berujung pada akhir yang fatal.
"Itu dia! Di sana!"
***
Setelah menginjakkan kaki di landasan, Jett menyusuri aspal hitam di belakang Dorian. Pengawalnya yang setia itu tampak selalu rapi dengan pembawaan tenang meski seharian ini mereka melakukan perjalanan jauh tanpa henti. Jett sudah pasti merasa kelelahan dan ingin segera bertemu si kecil Lisa, menghabiskan waktu, melepas penat di dalam kamar anaknya yang hangat dan beraroma bayi. Ia berharap pesta tahun baru yang sedang diadakan Mira sudah usai, karena sedang tidak punya tenaga untuk berbasa-basi. Jett benar-benar lelah fisik dan pikiran. Siapa yang menduga, tiba-tiba kasino yang ia rintis hingga dalam tahap pengembangan di San Eduardo terbakar. Meski kerugian yang diperkirakan cukup besar, tetapi ia masih bersyukur tidak ada pekerja yang menjadi korban jiwa.
Suara mesin jet yang memudar perlahan di belakang mereka masih menggantung di udara ketika Dorian, sambil memegang telepon di telinga, mendadak berhenti. Wajahnya menegang, garis rahangnya mengeras seiring informasi yang ia terima dari seberang. Jett tidak terlalu ingin tahu apa dan siapa yang sedang berbicara dengan pengawalnya. Ia meneruskan langkah ketika sebuah mobil sedan keluaran Eropa muncul dari balik kegelapan malam dan berhenti dua meter dari tempatnya berdiri tadi. Seorang sopir muncul dan membukakan pintu dengan sigap.
Tidak lama, Dorian berbalik dan memanggilnya, "Jett ...." Matanya penuh kekhawatiran yang tak bisa ia sembunyikan.
"Jett ... mansion kita diserang. Istrimu, ...." Suara Dorian tersendat, tapi ia tampak memaksakan diri melanjutkan, "tewas, Jett. Mereka menyusup dan ... Lisa belum ditemukan."
Sejenak, Jett merasa dunia mendadak berhenti dari porosnya. Wajah Jett yang tadi dipenuhi kelelahan usai perjalanan bisnis, kini tergantikan oleh sorot dingin yang hampir berbahaya. Carut marut pikiran muncul dan menyatu, membuat kepalanya sakit berdentam-dentam.
"Apa kau bilang?!" Amarah yang membara di balik ketenangannya perlahan merasuk hingga jemari tangannya mengepal. Mansion Cleodore yang selama ini aman, malam ini telah dibobol oleh musuh tepat ketika ia tidak ada di tempat.
"Siapa yang berani melakukan ini?" gumamnya dingin, dengan nada yang mengancam.
"Apa menurutmu aksi ini ada kaitan dengan skandal yang dilakukan Mira?" tanya Dorian dengan pelan, nyaris berbisik.
Jett berhenti, membisu dengan kekalutan yang tidak bisa ia taklukkan. Kedua tangannya ia jejalkan pada saku mantel. Ia berbalik dengan wajah suram, menatap langit malam yang kini dihiasi letupan beberapa kembang api, tanda tengah malam telah tiba.
Jett menelaah kemungkinan insiden itu berasal dari masalah Mira. Sejak awal pernikahannya dengan Mira hanyalah pernikahan politik. Ia tidak terkejut jika Mira punya skandal di belakangnya, meski ia sangat mengecam permainan gila Mira yang makin menjadi.
"Tidak mungkin. Pria-pria yang dikencani istriku cuma sebatas pecundang yang pintar mengeruk harta. Ini pasti ada hubungannya dengan kasino San Eduardo yang terbakar. Kejadiannya bersamaan dan ini sungguh aneh." Tanpa perlu aba-aba, mereka bergegas menuju mobil yang telah menanti dan kemudian mobil itu melesat meninggalkan tempat dengan kecepatan di atas rata-rata.
"Mereka bilang, ada satu wanita salah satu dari kelompok tentara bayaran yang membawa Lisa. Mereka masih ada di sekitar mansion." Dorian kembali bersuara, setelah membaca sebuah pesan. Ditunjukkannya sebuah foto yang muncul di layar gawainya. "Wanita ini menyandera Lisa," lanjutnya tegang.
Jett mengambil benda persegi itu. Foto itu diambil dari jarak jauh dengan beberapa slide yang sudah terkirim. Sosok wanita itu kurus dan tinggi dengan memaki gaun putih. Ia tampak dengan santainya menggendong Lisa di sisi kiri dan pistol di tangan kanannya. Jett gemetar oleh rasa marah, mengetahui anak yang sangat dicintainya sedang berada di tangan musuh. Dengan kasar, ia menggeser slide terakhir. Kali ini foto menampakkan wajah si penyandera.
Wajah Jett memucat seketika. Kemudian, rona itu kembali dalam waktu singkat. Merah padam. Tangannya gemetar ketika mengembalikan gawai pada empunya. "Bajingan kau, Slo!" umpatnya dalam hati.
"Boss ...."
"Kita harus segera sampai. Aku akan hadapi wanita itu secara langsung!" Dengan kesal, Jett memukul pintu mobil di sampingnya, melampiaskan seluruh kemarahan yang memuncak tidak terkendali. Sloanne telah muncul kembali, kali ini gadis itu menampakkan kulit aslinya, yaitu sebagai musuh sejatinya. "Akan aku habisi dia dengan tanganku sendiri! Apa kau mengerti, Dorian?!"
Dorian terdiam. Ia paham bagaimana karakter Jett jika sudah marah dan ia memilih untuk diam dan mengangguk singkat. Dari sorot mata penuh kemarahan itu, siapapun akan bisa merasakan gelombang pembalasan yang segera akan dilancarkan pada siapa pun yang telah mengusiknya dan menghilangkan putri kecilnya. Hanya saja diam-diam Dorian bertanya dalam hati, siapa wanita penyandera Lisa yang bisa membuat Jett naik pitam dalam waktu singkat?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top