Bab7
Pagi-pagi sekali Elena sudah bangun. Banyak yang harus dikerjakannya hari ini. Mulai dari berbelanja kebutuhan dapur juga membeli beberapa baju untuk persiapan musim dingin karena pakaian yang dibawanya hanya sedikit dan juga terlalu tipis.
Setelah itu dia akan berkeliling untuk mencari pekerjaan paruh waktu. Walaupun uang tabungannya masih dirasa cukup, tapi Elena tidak begitu yakin bisa bertahan lama jika digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dia hanya ingin berjaga-jaga. Elena tidak boleh kehabisan uang, kemudian menjadi gelandangan di kota sebesar New York. Jika itu sampai terjadi, sungguh sangat menyedihkan.
Tidak banyak yang bisa dilakukan Elena selain bertani di kebun anggur dan meracik minuman. Dia hanya lulusan sekolah menengah atas dan memilih bekerja di pabrik anggur daripada meneruskan untuk kuliah. Bukan karena keluarganya tidak mampu. Namun, gadis itu lebih suka memetik buah anggur daripada memegang pulpen. Kedengaran konyol bukan. Namun, itulah keinginan Elena.
Sudah hampir seharian dia menyusuri jalanan kota Albany yang sedikit panas dan berdebu. Kakinya sedikit letih. Elena baru menyadari jika tidak mudah mencari pekerjaan di sini. Jika ada, itu terlalu berat dan kasar. Dia mungkin tidak akan sanggup. Bukan karena Elena lemah, tapi bayinya. Sadar akan tubuhnya yang kini bukan miliknya sendiri. Ada satu nyawa lagi yang harus dijaga dengan baik-baik.
Elena memutuskan untuk beristirahat di bangku sebuah taman setelah seharian ini mengitari kota demi mencari pekerjaan. Duduk sembari mengambil botol minuman dari dalam tasnya. Dia benar-benar kehausan. Mungkin, hari ini dia harus menyerah untuk mendapatkan pekerjaan.
Setelah beristirahat sejenak, Elena bangkit dan berjalan untuk mencari taksi yang akan mengantarkan pulang ke flat kecilnya. Elena rasa, dia akan memikirkan pekerjaan yang cocok sambil memasak untuk makan malam nanti. Dirinya tidak boleh egois, tidak mungkin dia mengabaikan bayi dalam perutnya. Janin itu mungkin masih kecil, tapi dia juga butuh asupan makanan.
Ketika melintasi jalanan Manhattan, matanya tidak sengaja melihat sebuah papan nama yang tidak asing baginya. Dia mengingat-ingat di mana dulu pernah melihat atau mendengar nama tersebut. Taksi masih berjalan melintasi beberapa bangunan hingga tiba di depan flatnya.
Di sela-sela aktivitas Elena memasak, dia masih memikirkan tempat yang tadi sempat dilihatnya. Mengingat kembali nama tersebut dari kenangan-kenangannya di Virginia. Mata Elena tiba-tiba berbinar begitu dia berhasil mengingat sesuatu. Ya, dulu Ayahnya pernah bercerita, bahwa ada salah seorang teman lamanya yang berasal dari Spanyol memiliki pabrik anggur di New York. Sebastian; ayahnya, ingin sekali mengunjungi temannya tersebut tapi, dia terlalu sibuk.
****
Setelah tidur nyenyak semalaman, Elena bangun dengan rasa mual yang sungguh membuatnya tidak nyaman. Sejak kehamilan di trisemester pertama, Elena memang sering sekali mengalami morning sickness setiap hari. Beruntung itu hanya berlangsung kurang dari satu jam.
Setelah selesai memuntahkan isi perutnya, Elena segera menuju dapur dan menyeduh teh daun mint. Menghirup aroma relaksasi itulah mampu membuat Elena merasa lebih nyaman dan mampu mengurangi rasa mual yang berlebihan.
Setelah merasa lebih baik, Elena beranjak ke dapur. Dengan gesit, dia meramu beberapa sayuran untuk dijadikan menu sarapan yang enak. Sambil membuat salad, Elena lagi-lagj memikirkan nama tempat itu kembali. Semalam dia juga telah berpikir berulang kali dan berniat untuk datang ke tempat itu pagi ini. Berharap di tempat itulah dia akan mendapatkan pekerjaan. Elena harus mencobanya lebih dulu. Meski dia tidak tahu bagaimana hasilnya nanti.
Dengan mengenakan sweater berbahan wol yang sedikit ringan, dipadu celana jeans biru tua tidak lupa sepatu butnya, Elena berangkat ke tempat tersebut. Yang dia inginkan sekarang adalah mendapatkan pekerjaan demi kelangsungan hidupnya di New York. Setelah itu dia akan kembali ke Purcellville dengan bayinya.
Jam masih menunjukkan pukul sembilan ketika Elena sampai di tempat itu. Terlihat masih sepi dari luar. Namun, itu tidak menyurutkan langkahnya.
Tangannya mendorong pintu kayu berukuran besar di depannya hingga perlahan terbuka kemudian Elena pun membawa serta tubuhnya masuk. Tidak ada siapa-siapa di dalam. Elena berjalan, perlahan menyusuri lantai kayu yang diplitur halus. Matanya menelusuri setiap detail tempat itu. Meja dan kursi di tata rapi layaknya restoran. Di bagian tengah terdapat meja kayu berukuran persegi panjang dengan kursi-kuri tinggi di depannya. Terdapat tong dari kayu yang bentuknya sama seperti pabrik keluarganya. Dia yakin jika di dalamnya adalah anggur dengan kualitas terbaik. Di balik meja persegi panjang terdapat rak-rak dari kayu berbentuk persegi yang digunakan untuk menyimpan botol anggur. Di samping tong penyimpanan anggur tadi terdapat meja kayu bertingkat yang juga diisi oleh beberapa botol anggur yang ditata rapi. Sungguh tempat yang menakjubkan. Elena merasa pulang kembali ke rumahnya. Dia benar-benar merindukan bau anggur dan mengolahnya.
"Maaf Nona kami belum buka."
Seorang laki-laki bertubuh tambun dan tidak terlalu tinggi muncul secara tiba-tiba dari dalam dan itu membuat Elena sedikit terkejut.
Dia tersenyum canggung pada laki-laki itu. Sekilas Elena melihat lelaki itu mungkin seumuran dengan Sebastian. Pakaian yang ia kenakan pun layaknya petani perkebunan anggur. Laki-laki itu mengingatkan Elena pada ayahnya.
"Maaf, tapi apakah Anda pemilik tempat ini?" tanya Elena sambil berjalan mendekat ke arah laki-laki tersebut.
"Ya, benar." Laki-laki itu menatap seperti ingin memakannya bulat-bulat.
Ditatap sedemikian rupa, entah kenapa ada perasaan gugup yang tiba-tiba hinggap dalam dirinya.
"Maaf, jika aku mengganggu sepagi ini, tapi mungkinkah di sini masih ada lowongan pekerjaan?" tanya Elena langsung tanpa ingin basa-basi.
Dan, sepertinya laki-laki itu juga tidak ingin berbasa-basi, itu Elena tahu saat lelaki itu berkata, "Pergilah, aku tidak membutuhkan karyawan lagi," usirnya cepat seraya beranjak pergi.
Tapi Elena mencegahnya," Tunggu."
Laki-laki itu berbalik dan memandang Elena.
"Apa Anda mengenal Sebastian Marquet?" tanya Elena gugup. Dia berdoa dalam hati semoga saja dugaannya benar.
Alis laki-laki itu terangkat sebelah. Kerutan di dahinya semakin terlihat ketika dia berpikir. Mungkin sedang mencoba menyelidik atau sedang mengingat sesuatu.
"Bagaimana kau tahu tentang Sebastian Marquet?"
Elena menarik napas, ada sedikit perasaan lega dalam hatinya. Namun, dia masih harus menanyakan kepastian apakah benar laki-laki ini adalah teman Sebastian.
"Apakah Anda temannya dari Spanyol?" lanjut Elena.
"Ya, benar."
Elena mendesah lega, dia segera mendekat seraya mengulurkan tangan dan berkata, "Kenalkan, aku Elena, putri dari Sebastian."
Laki-laki itu sedikit ragu untuk menyambut uluran tangan Elena. Dia masih belum yakin dengan perkataan Elena. Namun, akhirnya dia membalas uluran tangan Elena tanpa bicara.
Elena berdehem untuk mencairkan suasana. "Mungkin Anda belum yakin jika aku adalah putri Sebastian Marquet. Tapi sungguh, aku benar-benar putri kandungnya." Elena mencoba meyakinkan.
"Sayang.... Kenapa kau masih berada di sana?" Suara seorang wanita terdengar dari dalam sebelum laki-laki itu merespon pernyataan Elena.
Tak butuh waktu lama, seorang wanita muncul. Wanita yang tampak cantik dengan pakaian yang sama seperti yang sering Elena lihat dikenakan ibu. Model pakaian gaya Spanyol. Wanita itu menatap ke arahnya dengan penuh rasa penasaran.
"Maaf, tapi kami belum buka Nona. Silakan kembali lagi, nanti." Ucapan wanita itu sama persis seperti laki-laki di depan Elena saat ini. Elena menduga jika mereka berdua adalah sepasang suami istri.
Elena menggeleng cepat, "Bu-bukan itu maksud kedatanganku. Maaf, Aku cuma ingin bisa bekerja di sini," ujar Elena semakin ragu kalau kedua orang tua di depannya akan menerimanya sebagai karyawan.
Wanita itu beralih menatap suaminya yang hanya meresponnya dengan mendesah sambil mengangkat kedua bahu.
"Aku sudah bilang padanya, kita tidak membutuhkan karyawan lagi," ucap lelaki itu pada istrinya.
Wanita itu menoleh, menatap Elena lalu berkata, "Kau dengar, suamiku tidak menginginkan karyawan lagi."
"Tapi dia berkata kalau dia adalah putri Sebastian, tentu saja aku tidak begitu saja percaya."
Wanita itu pun menoleh ke arah Elena dan memandangnya dalam-dalam. " Apa benar kau putri dari Sebastian?" tanya wanita itu penuh selidik.
"Aku adalah putrinya, namaku Elena Marquet," jawabnya tanpa ragu.
"Benarkah?" wanita itu masih belum percaya.
Elena sedikit menelan ludah. Dia sadar jika tidak mungkin mereka akan mudah mempercayainya. Namun, dia teringat dengan ponselnya. Gadis itu segera mengambilnya kemudian memperlihatkan sebuah foto pada sepasang suami istri di depannya.
Mata wanita itu menunjukkan keterkejutan setelah melihat sebuah foto dalam ponsel yang diperlihatkan Elena. Di sana tampak Sebastian sedang merangkul seorang gadis.
"Oh, ya Tuhan." Tiba- tiba wanita itu memekik dan memeluk Elena.
Sedangkan Elena juga tampak terkejut dengan perubahan sikap wanita itu.
"Aku Chaterine dan ini suamiku, Peter. Maafkan aku, Sayang. Aku sungguh tidak mengenalimu. Kau tumbuh sebagai gadis yang sangat cantik." Mata Chaterine berbinar saat memandang Elena.
"Apa dia benar-benar anak Sebastian?" tanya laki-laki bernama Peter tersebut masih tidak percaya.
"Tentu saja. Apa kau tidak lihat foto mereka tadi," jawabnya pada sang suami.
"Ah, mungkin saja itu palsu." Lelaki itu masih tidak mau percaya begitu saja.
"Terserah, kau mau percaya atau tidak ,tapi aku akan bertanya padanya sekarang dan kau pergilah bekerja."
Lelaki itu pun pergi meninggalkan mereka berdua.
Elena merasa canggung saat ini ditinggalkan bersama wanita bernama Chaterine tersebut. Mungkin dia akan mengurungkan niatnya untuk bekerja di tempat ini. Seharusnya hari ini dia tidak perlu datang saja.
Namun, dia masih berharap jika wanita ini mau memberikannya sebuah pekerjaan.
*****
Maaaf, lama tidak update. Karena habis drop beberapa hari jadi otak mager buat edit.
Selamat membaca
Vea Aprilia
Sabtu, 11 Agustus 2018
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top