Bab 8
Chaterine bercerita panjang lebar mengenai masa lalunya dengan kedua orang tua Elena. Terakhir kali mereka bertemu sepuluh tahun yang lalu. Itu pun ketika Sebastian datang ke New York untuk mendapatkan penghargaan sebagai petani anggur terbaik.
"Aku tidak tahu jika kau adalah Elena. Gadis kecil yang selalu diceritakan oleh Sebastian. "
Mata Elena berbinar saat Chaterine membicarakan ayahnya. Memang benar Sebastian selalu menceritakan tentang dirinya dan bangga dengan putri satu-satunya. Walaupun ayahnya memiliki dua orang putra tapi Sebastian lebih mencintai Elena. Itu terbukti ketika Elena harus bertengkar hebat sebelum datang ke New York. Dia harus melakukan protes dengan mogok makan dan tidak bicara pada Sebastian selama satu minggu. Dan itu berhasil. Sebastian akhirnya mengijinkan Elena pergi.
"Bagaimana keadaan mereka?" tanya Chaterine.
"Oh, mereka baik-baik saja." Elena tersenyum menanggapi.
"Kau mirip sekali dengan Teresa. Sewaktu muda dia juga sama seperti dirimu. Cantik," puji Chaterine.
Elena tersenyum kecil. Pipinya sedikit merona.
"Terima kasih, tapi Anda juga sangat cantik Mrs. Rodiguez," balas Elena.
"Ah, aku sudah sedikit tua sekarang," balas Chaterine tertawa renyah.
Mereka hanya mengobrol berdua saja. Elena melihat Chaterine sebagai wanita yang cantik dan juga baik. Dia mulai menyukai wanita ini sekarang.
"Apa yang membawamu ke New York?" Chaterine bertanya karena penasaran.
Sekarang Elena sedikit kurang percaya diri untuk meminta pekerjaan pada Chaterine.
"Aku membutuhkan pekerjaan," jawab Elena dengan suara lirih.
Mata Chaterine membulat. Tadi memang dia juga mendengar dari Peter jika Elena sedang mencari pekerjaan.
"Apa Sebastian mengusirmu?" selidik Chaterine.
"Oh, bukan begitu."
"Lalu?" Chaterine menaikkan satu alisnya penasaran.
Elena bingung dengan jawaban yang akan diberikan. Dia tidak mungkin mengatakan kalau sedang hamil dan kabur dari keluarganya.
"Aku hanya ingin merasakan hidup mandiri," kilahnya.
Chaterine tidak langsung percaya begitu saja dengan perkataan Elena. Wanita itu menaruh kecurigaan. Dia tidak mudah dibodohi maupun dibohongi. Pasti terjadi sesuatu pada putri sahabatnya ini.
"Tapi, jika di sini tidak ada pekerjaan, aku akan pergi mencari ke tempat lain." Elena berbicara sambil memaksakan sebuah senyuman.
"Aku tidak bilang kalau tidak ada pekerjaan di sini walaupun tadi suamiku menolakmu." Senyum Chaterine mengembang.
"Benarkah." Wajah Elena terlihat semringah. Dia tidak bisa menutupi rasa senangnya.
"Ya, kau bisa bekerja di sini besok." Chaterine menambahi.
Elena tampak terkejut sekaligus senang mendengar perkataan Chaterine. Bibirnya tersenyum manis sekali.
"Terima kasih. Terima kasih banyak."
Chaterine tersenyum pada Elena. Dia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada gadis itu. Namun, sekarang dia hanya perlu membantu sedikit.
"Oh ya, bolehkah aku minta satu permintaan?" ujar Elena ragu-ragu.
"Ya, tentu."
Elena sedikit gugup, tapi dia harus mengatakannya. " Bisakah kau rahasiakan ini dari keluargaku, " pinta Elena.
Elena sadar permintaannya sedikit aneh. Mungkin Chaterine sudah lama tidak berhubungan dengan keluarganya. Namun, dia perlu untuk berjaga-jaga. Elena hanya belum siap jika keluarganya tahu tentang keadaannya saat ini.
Chaterine mengerutkan dahi. Dia diam sejenak. Menatap lurus Elena.
Elena menunggu dengan perasaan tidak nyaman. Dia yakin kalau Chaterine sedang menaruh curiga padanya.
"Baiklah."
Wanita paruh baya itu tersenyum. Chaterine tahu jika dirinya tidak boleh ikut campur untuk saat ini. Dia akan membantu gadis itu untuk sementara. Chaterine yakin jika Elena sedang ada masalah.
****
Udara pagi terasa lebih dingin. Namun, itu tidak menghalangi langkah kaki Elena untuk datang ke City Winery. Tempat Elena akan mulai pekerjaan paruh waktunya.
Kakinya melangkah dengan ringan. Bibirnya tak henti menyunggingkan senyum. Dia senang tentu saja setelah mendapatkan pekerjaan.
"Hari ini kita akan mulai bekerja. Jadi, kau tidak boleh rewel." Elena berbicara dengan janin yang ada di dalam perutnya. Tangannya setiap hari mengelus-elus perutnya dengan perasaan sayang. Dia tidak pernah menolak kehadiran bayinya. Walaupun pada awalnya dia syok tapi Elena sadar jika itu adalah tanggung jawabnya.
Chaterine menyuruh Elena untuk menjaga bar saja. Dia tidak mau Elena berada di pabrik atau tempat penyimpanan anggur. Sebenarnya dia lebih senang jika ditempatkan di pabrik saja tapi Chaterine telah menentukan, tentu saja itu tak bisa ditolak.
Sudah ada beberapa pelayan di sana juga dua orang koki yang bekerja di dapur. Jumlah pekerja di pabrik penyimpanan ada sepuluh orang. Elena tidak mengenal mereka semua
Dia hanya menyapa sekadar saja.
"Ah, hai," sapa seorang pria yang muncul dari dalam.
Seorang laki-laki muda, yang tingginya mungkin enam kaki dengan rambut hitam legam. Kulitnya sedikit kecoklatan. Wajahnya juga tampan. Hidungnya mancung dan dia tersenyum pada Elena.
"Hai," balas Elena canggung.
Penampilan laki-laki itu juga rapi. Kemeja warna putih yang lengannya digulung sampai siku dengan celana jeans warna hitam. Juga sebuah kain yang melilit di pinggangnya seperti sebuah celemek.
"Kau pelayan baru?" tanya laki-laki itu lagi.
Elena mengangguk.
"Robert." Laki-laki itu mengulurkan tangan pada Elena.
"Elena," balas Elena sambil menerima uluran tangan laki-laki bernama Robert tersebut.
"Kau cantik," puji Robert.
Pipi Elena sedikit merona. Dia tahu jika Robert sedang menggodanya.
Robert berjalan di belakang Elena. Dia mengambil gelas dan mulai mengelapnya.
"Ini mungkin bersih tapi kau harus mengelapnya lagi setiap pagi," katanya.
Elena memerhatikan dengan saksama. Chaterine tidak memberi tahu apa yang harus Elena kerjakan. Dia hanya meminta gadis itu menjaga bar untuknya.
"Aku bartender di sini, juga merangkap barista jika ada yang memesan kopi." Robert tersenyum sambil terus melakukan pekerjaannya.
Elena mengambil lap kemudian ikut membantu Robert.
"Berapa usiamu?" tanya Robert.
"Dua puluh lima tahun."
"Wow, pantas kau masih sangat cantik dan muda." Robert tersenyum menggoda.
Pipi Elena merona lagi. Laki-laki itu pintar sekali menggodanya.
"Apa kau punya kekasih?"
"Huh?" Elena terkejut dengan pertanyaan Robert. Namun, laki-laki itu hanya tersenyum menggoda.
"Aku yakin, gadis sepertimu pasti sudah punya kekasih," ujar Robert lagi.
Diam-diam Elena mengambil napas.
Kekasih?
Dia bahkan tidak memikirkan hal itu sama sekali. Dengan keadaannya saat ini bagaimana dia bisa mempunyai kekasih.
"Tidak. Aku tidak punya kekasih," jawab Elena jujur.
Mata Robert sedikit melebar dengan jawaban Elena. Mungkin dia tidak percaya dengan apa yang diucapkan Elena.
"Benarkah?"
Robert menatap Elena dari atas ke bawah. Dia mengamati Elena dengan pandangan penuh selidik.
"Terserah, tapi itu yang sebenarnya."
Tangan Elena masih sibuk mengelap gelas. Kemudian beralih pada botol-botol anggur yang tertata rapi di dalam rak persegi. Dengan hati-hati Elena mengeluarkan dan mulai mengelap. Dia memperlakukan botol anggur tersebut dengan sayang.
Robert tidak bertanya lagi dan mereka sama-sama diam untuk beberapa saat. Elena terhanyut dalam pekerjaannya.
"Bagaimana kalau kita berkencan?"
Elena hampir menjatuhkan botol anggur yang dipegangnya. Dia langsung menoleh dan menatap ke arah Robert.
Laki-laki itu tersenyum manis pada Elena.
"Hati-hati kau bisa menjatuhkan botolnya," bisik Robert di samping telinga Elena.
Elena masih berdiri kaku di tempatnya. Sedangkan Robert sudah berlalu pergi setelah memperingatkan Elena. Tentu saja dia masih terkejut. Gadis itu kemudian tersenyum dan kembali hanyut dalam pekerjaannya.
Berkencan.
*****
Typo bertebaran, revisi belakangan yang penting update dan tamaaaaatttt....
😀😀😀😀😀
Happy reading
Vea Aprilia
Minggu, 12 Agustus 2018
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top