Bab 5

"Aku tidak apa-apa. Tidak perlu minta maaf."

Marilyn sedang berbicara dengan Jeff di telepon. Tunangannya itu baru menelepon ketika dia baru saja bangun tidur. Jeff meminta maaf atas kejadian tadi malam, terdengar sangat menyesal karena meninggalkan Marilyn di tengah-tengah percintaan mereka, dan dia tahu, Marylin kecewa terhadap perilakunya tersebut.

"Kau tidak perlu khawatir padaku. Aku mengerti, mungkin kau sedang ada masalah dengan pekerjaanmu. It's okay."

Nada suara wanita begitu lembut, terdengar begitu pengertian dan sabar.

"Hati-hati di jalan. Ya, aku juga mencintaimu."

Marilyn menutup telepon dari Jeff dibarengi dengan sebuah suara tepuk tangan. Tepuk tangan dari seorang laki-laki yang saat ini sedang berbaring miring di atas ranjangnya.

"Waw... kau benar-benar wanita yang jahat."

Marilyn tidak menanggapi perkataan laki-laki itu kemudian melanjutkan menyisir rambutnya di depan cermin.

"Pagi-pagi sekali tunanganmu menelepon untuk meminta maaf, dan kau baru saja tidur dengan laki-laki lain." Laki-laki itu berkata sambil menyibak selimut yang menutupi tubuh telanjangnya. Dia berdiri kemudian berjalan ke arah Marilyn.

"Kuakui, kau benar-benar hebat, Sayang,"  ucapnya yang kini telah berdiri di belakang Marilyn, sambil kedua tangannya meremas bahu mulus perempuan yang dibalut jubah tidur tipis berwarna merah itu.

"Aktingmu sangat bagus. Kau sungguh layak mendapatkan penghargaan Oscar." Bibir laki-laki itu mengecup puncak kepala Marilyn sembari menatapnya melalui cermin.

Marilyn balas menatap laki-laki itu melalui cermin. Bibirnya menyunggingkan senyuman licik.

"Bagaimana kau bisa melakukannya?" tanyanya pada Marilyn sambil memberikan kecupan-kecupan kecil di leher wanita itu.

"Aku tidak melakukan apa-apa," tegas Marilyn.

"Benarkah?"

Laki-laki itu masih menghujani Marilyn kecupan di daerah sensitifnya. Mengusap naik turun lengan Marilyn dengan lembut.

"Kau membuatku cemburu, Sayang." Laki-laki itu kembali menatap Marylin melalui cermin.

Marilyn menghentikan kegiatannya menyisir. Dia berbalik untuk menghadap laki-laki tersebut.

"Apa kau benar-benar cemburu?" tanyanya sedikit tidak percaya.

"Tentu saja. Kau bilang kalau kau juga mencintainya di saat masih ada aku di sini," sindirnya.

Marilyn mengangkat tangannya, lalu mengusap wajah laki-laki itu yang sedikit ditumbuhi cambang halus.

"Kau tahu, aku hanya mencintaimu."

Marilyn mendongak, tersenyum menggoda, lalu memberikan kecupan di bibir laki-laki itu.

"Tapi, kau juga tidur dengannya."

Marilyn menurunkan kembali tangannya dan mengabaikan tatapan laki-laki itu.

"Kau dan aku punya tujuan yang sama. Bukankah kau bilang tidak apa-apa jika aku tidur dengannya?" Marilyn sedikit kesal dengan perkataan laki-laki itu. Dia memang tidur dengan Jeff, tapi itu semua adalah bagian dari rencana mereka.

"Ah, benarkah?" Tangan laki-laki itu kembali meremas pundak Marilyn.

"Tapi, kau harus mendapatkan hukuman, Sayang."

Laki-laki itu menyingkirkan jubah tipis yang melekat di tubuh kekasihnya. Hanya menyisakan gaun tidur berenda yang tipis. Matanya menatap tubuh Marilyn melalui cermin, seolah menelanjangi perempuan itu; dia tahu bahwa kekasihnya tidak mengenakan apa-apa dibalik gaun tidur tersebut. Senyum licik penuh tipu daya pun tesungging di bibirnya.

"Kau milikku, Sayang." Kemudian, kecupan demi kecupan didaratkan di pundak mulus Marilyn.

"Ini, milikku."  Laki-laki itu menggigit leher Marilyn hingga meninggalkan jejak kepemilikan di sana.

"Jangan lakukan... Itu akan berbekas. Aku ada pemotretan pagi ini," protesnya walaupun sudah terlambat. Laki-laki itu telah meninggalkan jejak kepemilikan di sana.

"Tapi kau harus dihukum."

Dengan sekali sentak, laki-laki itu telah membawa tubuh ramping Marilyn ke atas tempat tidur. Dia melucuti gaun tidur sialan yang menghalangi jalannya. Mempertontonkan tubuh molek kekasihnya. Matanya menatap lekat-lekat tubuh telanjang Marylin. Tangannya mulai menelusuri inci demi inci tubuh wanita itu.

Sungguh menggoda.

"Ini milikku."  Laki-laki itu mengecup bibir Marilyn.

"Ini juga milikku." Tangannya meremas gundukan lembut di dada Marilyn kemudian menciumnya, meninggalkan jejak kepemilikan juga di sana. Marilyn mulai kehilangan akal sehatnya diperlakukan seperti itu.

Suara lenguhan mulai terdengar  dari bibir Marilyn. Wanita itu selalu lemah jika sudah diperlakukan seperti ini. Laki-laki itu benar-benar tahu kelemahan Marilyn.

"Dan ini...,"  laki-laki itu mencium tepat di daerah sensitifnya, "milikku."

Lenguhan semakin nyaring terdengar. Napas dan detak jantungnya sudah tidak beraturan lagi. Marilyn tidak akan sanggup menolak. Laki-laki itu selalu bisa membuatnya melayang dan memuaskannya di atas ranjang. Membuatnya menginginkan lebih dan lebih... dan tubuhnya menggeliat; terasa begitu terbakar oleh hasrat yang mulai menggelora.

"Kau-hh akan terlambat hah pergi ke kantor," ucapnya dengan suara terengah-engah.

Laki-laki itu berhenti sejenak. Manik cokelatnya menatap wajah kekasihnya yang kini sudah dibanjiri peluh. Terlihat cantik dan seksi, juga semakin menggairahkan. Marilyn selalu membuatnya gila.

"Persetan dengan kantor. Aku harus memberikanmu hukuman terlebih dahulu."

Marilyn tidak protes lagi. Dia menikmatinya, dan mereka sama-sama terhanyut dalam kubangan kemesraan. Terjerat dalam hasrat yang harus segera disalurkan, lalu menyatukan segala bentuk kepuasan. Merasakan sensasi panas dan terbakar bersama-sama, hingga mereka sampai pada puncak kenikmatan itu bersama.

*****

Jefferson telah memulai rapat penting untuk proyeknya tiga puluh menit yang lalu. Matanya melirik kursi kosong di sebelah kirinya. Dia mendengkus kasar. Jari telunjuknya mengetuk lirih pinggiran meja.

Ayah dan anak sama saja, batinnya.

Jeff tidak mengindahkannya dan fokus kembali pada rapat di hadapannya. Dia menatap proyektor yang menampilkan proyek baru bisnis pengembangan hotelnya, yang sedang dipresentasikan oleh salah seorang staf.

Jeff telah bekerja keras untuk membesarkan bisnis hotel peninggalan kakeknya. Dia telah mengerahkan kemampuan dan keahliannya untuk bisnis tersebut. Bahkan kini cabang hotelnya sudah berdiri di hampir seluruh wilayah Negara bagian Amerika.

Suara pintu terbuka mengalihkan mata semua orang termasuk Jeff. Seorang laki-laki bersetelan jas lengkap berwarna hitam masuk. Rambut pirangnya yang panjang sebahu disisir rapi ke belakang. Mata cokelatnya melihat sekeliling ruangan sekilas.

"Maaf, saya terlambat." Laki-laki itu duduk tak acuh di kursi yang sejak awal kosong.

Jeff menatap tajam laki-laki itu, tapi tidak dihiraukan; dia duduk santai dan langsung fokus ke depan. Gaya duduknya terlalu angkuh, dan Jeff tidak pernah menyukainya.

Jeff kemudian mengalihkan pandangannya dan fokus kembali ke depan walaupun sudah tidak bisa fokus sepenuhnya, karena kehadiran laki-laki itu.

"Kau terlambat tiga puluh menit," ujar Jeff setelah rapat selesai dan hanya menyisakan dia bersama laki-laki yang terlambat tadi.

"Maafkan aku, tapi ada urusan penting yang sangat mendesak dan harus kuselesaikan secepatnya," balasnya santai.

"Benarkah? Seberapa mendesak hingga kau melewatkan rapat penting pagi ini?" sinis Jeff.

Laki-laki itu terkekeh. "Penting sekali hingga aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja."

Jefferson tidak akan pernah sabar jika harus berhadapan dengan laki-laki di depannya ini; bermasalah dan selalu membuatnya emosi.

"Sepertinya benar. Tidak mungkin buah jatuh jauh dari pohonnya," sindirnya langsung membuat mimik wajah laki-laki itu berubah.

"Ayahmu selalu mementingkan wanita-wanita simpanannya daripada bekerja. Aku yakin kau juga sama, lebih mementingkan wanita daripada pekerjaanmu."

Bukan Jefferson jika tidak bisa membalikkan keadaan. Laki-laki itu boleh saja membuat masalah dengannya tapi dia akan segera membalas.

"Jangan bawa-bawa ayahku!"

Jeff dapat melihat ketidaksukaan di mata laki-laki itu ketika membahas tentang ayahnya yang gila wanita.

Bibir Jeff tersenyum licik. "Oh, maaf jika aku telah menyinggungmu."

"Jefferson Campbell, tutup mulutmu!"

Jefferson terkekeh. "Apa kau marah sekarang?"

Laki-laki itu berubah dengan cepat, kini terkekeh. "Well, kau selalu saja membawa ayahku jika kita sedang berdebat. Tapi, kau sendiri lupa, jika kau hanyalah anak dari seorang wanita simpanan."

Giliran wajah Jeff yang menggelap. Dia benci jika orang lain menyinggung tentang ibunya.

"Kenapa? Apa aku salah?" Laki-laki itu tertawa penuh kemenangan, karena berhasil membuat Jefferson Campbell terlihat marah. Dia tahu betul kartu As yang harus dikeluarkan untuk melawan Jeff.

"Lebih buruk mana, cucu dan pewaris Blue Sky Hotels adalah anak seorang wanita simpanan atau ayahku yang menyukai wanita simpanan? Ah, sepertinya sama saja."

"Tutup mulutmu, Scotter Bradley!"

Scott, lawan debat Jeff, masih tertawa senang. Menyinggung tentang masalah ini dan sukses membuat seorang Jefferson kesal adalah hobinya.

Scott berjalan melewati Jefferson sambil terus tersenyum licik. Dia berhenti, kemudian berbalik.

"Oh, ya... mungkin saja ibumu juga salah satu wanita simpanan ayahku."

Laki-laki itu tertawa terbahak-bahak sambil berlalu.

Rahang Jeff mengeras. Kedua tangannya telah mengepal dari tadi. Tapi, dia masih bisa menahan agar tinjunya tidak mendarat pada laki-laki itu. Dia tidak ingin merusak reputasinya sendiri. Tidak mudah membangun reputasinya seperti sekarang ini. Jefferson harus bisa bersabar agar semua keinginannya tercapai.

Suatu saat nanti, dia bersumpah akan membalas laki-laki itu. Jeff berjanji akan  membuat Scott menyesal seumur hidupnya karena telah berurusan dengan Jefferson Campbell. Tidak ada yang boleh menghina ibunya, termasuk Scotter Bradley.

*****

Hallo semuanya, main tebak-tebakan yuk....

Siapa kira-kira laki-laki yang tidur dengan Marilyn?

Lalu apa hubungan Jeff dan Scott?

Kalau jawabannya benar banyak lebih dari 20, aku publish dobel besok 😄😄😄 ( satu pertanyaan lebih dari 20 jawaban)

Happy reading

Vea Aprilia
Jumat, 03 Agustus 2018

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top