Bab 32
Elena terbangun setelah tidur semalaman karena pengaruh obat yang dia minum. Matanya menatap sekeliling ruangan dan baru ingat kalau tadi malam dia sudah kembali dari rumah sakit setelah berdebat dengan Robert. Laki-laki itu memaksa agar Elena beristirahat dulu di rumah sakit, tapi dia menolak. Elena merasa kalau tubuhnya sudah baik-baik saja dan dia ingin pulang. Akhirnya dengan berat hati Robert mengabulkan permintaannya untuk pulang.
"Kau sudah bangun?" tanya Robert yang sudah masuk ke dalam kamar Elena dengan membawa satu mangkuk bubur.
Elena mengangguk kemudian memperbaiki duduknya agar bisa bersandar di kepala ranjang.
"Bagaimana keadaanmu? Mau sarapan?" Robert menyodorkan bubur tersebut ke arah Elena.
Wanita itu tidak langsung menerima bubur tersebut. Dia malah melihatnya sekilas kemudian beralih menatap wajah Robert.
Apa laki-laki ini menginap di apartemennya semalam?
Apa dia yang menjaganya semalaman?
Namun, pertanyaan itu tidak lantas keluar. Elena malah hanya menunduk.
"Ada apa?" tanya Robert yang tidak mengerti dengan sikap Elena.
Elena diam saja. Dia bingung harus bicara apa atau mulai membuka mulutnya. Wanita itu ingat jika Robert-lah yang telah membawanya ke rumah sakit. Mungkin saja laki-laki itu sudah tahu tentang keadaannya yang tengah hamil.
Lama, tidak ada yang bersuara. Elena pun hanya mampu membuka mulut lalu menutupnya kembali tanpa ada kata yang keluar.
Terdengar Robert menghela napas."Makanlah dulu. Setelah itu kau bisa bicara apa saja. Aku akan mendengarkan."
Kepala Elena mengangguk. Kemudian mengambil mangkuk bubur dari tangan Robert, tapi dia tidak langsung menyuapkan bubur itu ke dalam mulutnya. Wanita itu malah hanya diam sambil memandangi makanan tersebut.
"Ada apa? Mau kusuapi?" goda Robert sambil tersenyum kecil.
Wanita hamil itu langsung menggeleng, lalu segera mengambil satu sendok bubur dan memasukkan ke dalam mulutnya sendiri. Dia masih bisa makan sendiri. Akan sangat memalukan jika sampai disuapi oleh Robert.
Lima belas menit kemudian bubur tersebut telah habis. Elena sendiri juga tidak menyangka jika selapar itu. Mungkin juga karena dia belum makan dari kemarin.
"Aku akan mencuci mangkuk ini, setelah itu kita bicara. Minumlah obatmu dulu." Setelah itu Robert keluar dari kamar Elena.
Wanita itu mengembuskan napas kemudian melihat obat dan air putih di atas nakas. Dia kemudian mengambil dan meminumnya. Elena harus segera pulih dan melanjutkan rencananya. Dia tidak bisa terus seperti ini.
Tak berapa lama Robert sudah kembali lagi kemudian duduk di pinggir kasur. Laki-laki itu tampak biasa saja. Elena tidak dapat membaca wajah Robert.
"Kau sudah meminum obatmu?" tanya Robert dan Elena mengangguk.
Suasana menjadi hening setelah itu. Elena masih bingung bagaimana merangkai kata untuk diucapkan pada Robert.
"Aku...."
"Aku sudah tahu. Kau tak perlu menjelaskannya lagi," potong Robert cepat.
"Maafkan aku." Elena menunduk. Dia merasa bersalah karena sudah membohongi Robert selama ini, dengan menyembunyikan kehamilannya.
Robert menangkup wajah Elena dengan kedua tangannya, kemudian menatap mata wanita itu. Mata laki-laki itu seperti memberikan ketenangan dan kehangatan. Dia tidak ingin wanita hamil itu merasa bersalah karena itu bukan kesalahannya. Elena mungkin hanya korban. Walaupun dia belum tahu persis masalah yang wanita itu hadapi.
"Kau tidak bersalah, Elena. Tidak perlu minta maaf. Seharusnya aku yang minta maaf karena tidak mengetahui hal ini sebelumnya," ucap Robert yang masih menangkup wajah Elena.
Pipi wanita itu telah basah oleh air mata. Robert pun menghapusnya dengan ibu jari.
"Ssstt... jangan menangis. Aku akan merasa bersalah jika kau menangis sekarang."
Elena tidak menjawab. Dia hanya mengangguk pelan, tapi air mata sialan itu tidak mau berhenti begitu saja. Elena bukan wanita yang lemah, tapi entah kenapa saat ini dia ingin menumpahkan semuanya di hadapan Robert. Dia ingin menangis lagi dan lagi.
Robert yang melihat Elena masih saja menangis akhirnya membawa tubuh wanita itu ke dalam pelukannya. Membelai punggung Elena agar lebih tenang.
"Aku akan menciummu jika kau terus saja menangis," ucap Robert setelah merenggangkan pelukannya.
Elena tersenyum kecil kemudian menghapus air matanya sendiri.
Laki-laki itu kemudian memeluknya kembali. "Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi kau bisa menceritakan padaku. Aku akan mendengarkanmu, Elena."
Elena merasa senang sekaligus sedih di saat bersamaan. Dia senang karena Robert sekarang tahu keadaannya dan masih mau untuk mendengarkan ceritanya. Namun, dia juga sedih karena Elena tidak tahu bagaimana harus menceritakan masalahnya.
Wanita itu tidak ingin membebani Robert. Laki-laki itu terlalu baik untuknya.
"Dengarkan aku Elena." Robert menangkup kembali wajah Elena.
"Aku akan berada di sisimu setelah kau menceritakan semuanya. Kau jangan takut aku akan meninggalkanmu sendirian lagi."
Elena terdiam. Ada kehangatan yang mengalir dalam hatinya. Dia merasa tidak sendirian sekarang. Namun, dia masih merasa takut untuk bercerita.
"Kalau kau tidak ingin menceritakan sekarang. Aku akan menunggumu siap, Elena."
Elena tidak tahu harus berkata apa. Laki-laki ini begitu baik. Begitu sempurna. Bahkan di saat mengetahui kalau dirinya mengandung, Robert tetap mau berada di sisinya. Baru kali ini Elena merasa diinginkan sebagai seorang perempuan yang tengah hamil.
Elena tidak tahu harus berkata apa, tapi dalam hatinya dia mengucapkan rasa terima kasih berulang kali.
****
Scotter membuang berkas yang baru saja diberikan oleh Jefferson padanya. Laki-laki itu tampak sangat kesal dan tidak terima. Wajahnya pun terlihat lebih gelap, bahkan rambut cokelatnya yang biasa terlihat rapi kini jadi berantakan.
"Kau pasti sudah merekayasa semua ini!" teriaknya keras tapi itu tidak membuat Jeff takut sama sekali.
Jeff malah menyeringai. Wajahnya dingin dan tidak terbaca.
"Untuk apa aku merekayasa semua ini? Apa keuntungannya buatku?" sindir Jeff.
Scotter tentu saja tidak mau percaya begitu saja. Lima belas menit yang lalu laki-laki yang sedang duduk di hadapannya ini memberikan dia sebuah berkas yang menunjukkan tentang adanya pencucian uang atas namanya. Hal itu tentu saja memicu kemarahan Scotter.
Scott mendengkus dengan kasar. "Kau ingin agar aku dikeluarkan dari perusahaan, bukan?"
Jeff hanya tersenyum miring. Dan masih tidak menunjukkan ekspresi apa-apa.
Beberapa saat kemudian terdengar Scotter terkekeh. Dia seolah sedang mencemooh Jefferson. "Aku tahu anak haram sepertimu, pasti takut jika akan ada orang lain yang menjadi pemimpin utama perusahaan, bukan?"
Kata-kata Scott tersebut langsung bisa mengubah mimik wajah Jeff. Terlihat sekali rahangnya yang kini telah mengeras. Mata birunya pun seolah sudah mulai ditutupi oleh amarah.
"Anak haram tetaplah anak haram. Darahmu tidak akan bisa dicuci atau dihilangkan begitu saja," lanjut Scott lagi dengan ekspresi menjijikkan di wajahnya.
Jeff tidak bergerak atau menjawab, tapi kedua tangannya kini telah mengepal hingga buku-bukunya terlihat memutih. Dia paling benci jika ada yang memanggilnya dengan sebutan anak haram.
"Aku akan menghancurkanmu, seperti ibumu yang telah menghancurkan keluargaku," ucap Scott dengan nada membunuh.
"Seharusnya aku yang menghancurkanmu, Scotter Bradley," ujar Jeff sebelum Scotter keluar dari ruangannya.
Laki-laki itu pun berbalik sambil menyeringai. "Lakukan saja kalau kau bisa. Aku akan menghancurkanmu terlebih dahulu."
Setelah itu hanya ada bunyi dentuman pintu yang dibanting dengan keras.
Ekspresi wajah Jeff tidak berubah sedikit pun. Laki-laki itu malah semakin mengepalkan tangannya. Dia bersumpah, jika Scotter berani menyentuh sehelai rambut dari keluarganya, Jeff tidak akan segan-segan untuk menghabisinya. Dan dia akan buktikan, jika dirinya bukan anak haram, tapi pewaris sah dari perusahaan Campbell. Anak sah dari Alexander Campbell.
*****
Hayo makin penasaran kan?
Ini udah bab 32 tapi konfliknya kok gak muncul-muncul sih?
Tenang. Konfliknya masih digodok. Gak seru jika langsung konflik gitu aja terus tamat.
Aku mau buat cerita ini kayak rollercoaster, naik turun bikin pembaca penasaran wkwkkwk 😂 😂 😂....
Udah ah, aku mau baper dulu gara-gara Robert mau nyuapin Elena. Aku kan pengen juga mau disuapin 😂😂😂 Dedek juga belum makan kok, Bang.
Wkwkkwk 😂 😂
Happy reading
Vea Aprilia
Kamis, 15 November 2018
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top