Bab 31

Jeff berjalan dengan tergesa menuju apartemen milik Marylin. Sebelumnya dia telah mencari Scott dan tidak menemukan laki-laki itu berada dalam kantornya. Jadi, dia memutuskan untuk pergi mencari Marilyn. Dia harus bertanya sendiri tentang kebenaran hubungan antara wanita itu dan juga Scotter.

Tak berapa lama Jeff sudah berdiri di depan pintu apartemen Marylin. Tangannya dengan cepat memencet bel. Dia menunggu secara tidak sabar.

Tadi, Jeff menjalankan mobilnya dengan kecepatan tinggi agar segera sampai. Dia ingin melihat wajah wanita yang selama ini dipujanya. Wanita yang dia cintai. Wanita yang selalu ada dalam pikirannya. Namun, wanita itu juga telah membuatnya merasa jijik beberapa saat yang lalu. Jeff tidak akan pernah memaafkan Marilyn.

Sekitar sepuluh menit Jeff menunggu di depan pintu apartemen tersebut. Dan pada akhirnya pintu itu pun terbuka, menampilkan sosok wanita yang sedang dicarinya. Wanita itu terlihat sedikit berantakan. Dengan wajah sayu dan masih memakai baju tidur. Jeff dapat melihat keterkejutan di dalam wajah Marylin.

"Jeff?" tanya Marilyn terlihat sedikit terkejut.

"Kenapa kau tampak terkejut?" tanya Jeff dengan amarah yang sudah ditekannya. Dia tidak ingin marah atau bahkan memukul wanita. Jadi, dia akan membahas masalah tersebut dengan kepala dingin.

"Bagaimana kau bisa datang?" tanya Marilyn lagi dengan suara sedikit gugup.

Jeff merasa ada sesuatu yang aneh. Sudut bibirnya terangkat. Ada senyum sinis dan menjijikkan di sana.

"Apa aku tidak boleh datang ke rumah tunanganku sendiri?"  Jeff menekankan kata tunangan dengan nada dingin.

"Bukan begitu, tapi kau selalu menghubungi terlebih dahulu," sanggah Marilyn. Wanita itu tampak sangat gusar.

Jeff tertawa dalam hati. Dia dulu dapat dibohongi dengan wajah tersebut, tapi sekarang dia tidak bodoh lagi.

"Apa ada masalah?" tanya Jeff. Mereka masih berdiri di depan pintu. Dan sepertinya wanita itu tidak berniat untuk mempersilakan Jeff masuk ke dalam.

"Tidak. Hanya saja aku sedang sedikit tidak enak badan," ucap Marylin.

Jeff menatap wajah Marylin. Dia tahu jika wanita di depannya ini sedang berbohong. Akting yang sangat bagus. Mungkin dulu dia akan percaya, tapi sekarang Jeff merasa mual.

"Kau sakit?" selidik Jeff. Sebelah matanya menyipit.

"Iya."

Jeff menangkap ada sesuatu yang sedang disembunyikan oleh Marilyn. Karena sejak tadi mata wanita itu melirik terus ke dalam. Tampak sekali dia ketakutan jika Jeff mengetahui sesuatu.

"Apa ada sesuatu di dalam?"  tanya Jeff. Dia kemudian melongokkan kepala ke dalam, tapi langsung dihalangi oleh Marylin.

"Tidak ada."

Tubuh Marilyn menghalangi Jeff yang ingin masuk ke dalam. Sikap Marilyn malah membuat Jeff semakin curiga.

"Apa kau tidak ingin mempersilakan tunanganmu untuk masuk?" 

Mendengar pertanyaan Jeff, membuat Marylin sedikit gelagapan. Terlihat sekali wajahnya yang gugup dan pucat. Tubuhnya pun berubah kaku.

"Aku... aku." Marylin terlihat kebingungan untuk menjawab pertanyaan Jeff.

"Kau kenapa?" tanya Jeff dengan tenang, tapi datar dan dingin.

Dia sebenarnya tidak ingin main-main lagi, tapi melihat wanita di depannya ini gelagapan, Jeff jadi ingin mengikuti permainan apa yang sedang Marylin mainkan.

Tanpa permisi lagi, Jeff menyeruak masuk ke dalam dan duduk begitu saja di sebuah sofa di ruang tamu. Matanya sempat melihat pintu kamar yang ditutup perlahan. Bibirnya terangkat. Jadi, ini permainan kalian. Baiklah dia akan mengikutinya. Tidak seru jika langsung membuat mereka mati begitu saja.

"Kau tidak bekerja?" tanya Marilyn yang berdiri saja. Tentu saja Jeff tidak bodoh, dia dapat melihat kegugupan dari sikap Marylin.

"Aku bosnya. Tidak bekerja satu hari tidak akan membuatku bangkrut. Lagipula kita sudah lama tidak bertemu. Aku merindukanmu."

Kalimat terakhir Jeff, membuat laki-laki itu merasa mual seketika. Dulu mungkin dia akan benar-benar merindukan wanita ini, tapi sekarang hanya ada perasaan jijik dalam hatinya.

"Kenapa? Kau sepertinya tidak senang aku datang ke sini?" tanya Jeff dengan tatapan curiga.

Marylin menelan ludah dengan susah payah. "Tentu saja aku senang,"  jawabnya bohong.

"Tapi, wajahmu tampak tegang. Apa yang sedang kau sembunyikan?" tanya Jeff. Matanya melirik ke arah pintu kamar yang tertutup.

"Tidak. Tidak ada," balas Marylin cepat dengan suara gugup.

"Apa kau tidak lelah? Duduklah." Jeff menepuk ruang kosong di sebelahnya. Mengisyaratkan agar Marylin duduk di dekatnya.

"Tidak. Aku harus ke kamar mandi dulu."

Dengan tergesa Jeff melihat wanita itu masuk ke dalam kamarnya. Senyum palsu yang sedari tadi tersungging di bibirnya, lenyap begitu saja.

Mata birunya menatap sekeliling ruangan apartemen wanita itu. Dia dapat melihat dua gelas anggur yang masih di atas meja, lengkap dengan sebuah botol anggur.

Marylin tinggal sendiri, jadi tidak mungkin dia minum dengan dua gelas bukan. Kecuali... ada orang lain di sini.

Lama Jeff menunggu wanita itu untuk keluar, tapi tidak ada tanda-tanda jika Marilyn akan muncul. Jadi, dia memutuskan untuk bangkit dan berjalan-jalan di sekitar ruangan apartemen. Laki-laki itu yakin jika Marilyn sedang menyembunyikan bajingan itu di dalam apartemennya sekarang. Di dalam kamar itu. Namun, dia tidak akan menangkap basah mereka begitu saja. Dia juga mempunyai rencana sendiri. Permainan tidak akan seru jika mereka ketahuan dengan mudah. Membunuh musuh secara perlahan-lahan itu lebih baik.

Jeff akan mencari waktu yang tepat untuk menangkap mereka berdua. Seperti lalat, Jeff akan membunuh keduanya dengan sekali tepuk. Tapi, bukan sekarang. Biarkan mereka menikmati permainan yang sudah berjalan. Dia akan mengikuti dengan caranya sendiri.

Sekarang dia berada di depan kamar Marilyn. Tangannya terulur untuk membuka pintu, tapi ternyata terkunci. Jeff mendengkus dengan kasar.

Wanita itu benar-benar seorang jalang. Dia dulu terlalu buta untuk melihat betapa liciknya Marilyn. Jeff tersihir oleh wajah cantik dan juga sikap manis yang selalu diberikan oleh Marylin. Namun, dibalik itu semua, wanita itu adalah ular berbisa yang bisa mengigitnya kapan saja. Atau seperti rubah licik yang memanfaatkan wajahnya untuk memperoleh apa yang diinginkannya.

Jeff menatap tajam pintu yang masih tertutup tersebut. Kemudian dengan cepat berbalik untuk pergi.

Kalian akan kubiarkan kali ini. Tunggu saja, permainan baru saja dimulai.

***

Setelah meninggalkan apartemen Marilyn, Jeff mengemudikan mobilnya tanpa arah, hingga dia berhenti di depan gedung tempat tinggal Elena. Entah apa yang sedang dipikirkan oleh laki-laki bermata biru tersebut. Kenapa dia tiba-tiba datang ke tempat Elena. Wanita yang selama ini dengan sengaja telah dia sakiti. Bahkan tadi malam dia juga sempat menyakiti wanita itu. Dia bertanya pada dirinya sendiri di mana hati nuraninya. Berapa banyak lagi dia akan menyakiti wanita polos itu.

Elena yang malang.

Setelah memarkirkan mobil di tepi jalan, Jeff keluar dari mobil kemudian berjalan masuk ke dalam gedung apartemen Elena. Entah kenapa kakinya terasa ringan saat melangkah ke sana. Ada gejolak aneh dalam hatinya. Dia ingin melihat wajah cantik wanita hamil tersebut.

Langkah kakinya berhenti ketika tiba di depan sebuah pintu. Ada rasa gugup dan bersalah yang tiba-tiba menyergap hati dan pikirannya. Wanita itu apa masih mau membukakan pintu untuk dirinya setelah kejadian semalam?

Jeff menyugar rambutnya kasar. Dia adalah laki-laki paling bodoh dan berengsek. Laki-laki yang buta akan kebenaran. Laki-laki yang terlalu sombong untuk mempercayai wanita seperti Elena.

Setelah mengatur napasnya, dia kemudian mengetuk pintu secara perlahan.

Sekali....

Dua kali....

Tiga kali....

Dan pintu pun terbuka.

Namun, bukan Elena yang muncul, melainkan seorang laki-laki. Laki yang Jeff tahu betul siapa dia. Ya, laki-laki yang mencium Elena beberapa hari yang lalu. Di sini, di depan apartemen wanita itu dan juga di depan matanya sendiri.

Robert sedang menyiapkan bubur untuk Elena ketika mendengar suara ketukan pintu. Dia tidak ingat telah memesan sesuatu. Namun, laki-laki itu tetap beranjak dari dapur untuk membuka pintu.

Setelah pintu terbuka, Robert tertegun untuk beberapa saat. Dia melihat seorang laki-laki yang memakai setelan jas lengkap berwarna biru tua. Laki-laki tersebut cukup rapi untuk ukuran seseorang yang datang ke gedung apartemen seperti ini. Apakah mereka bertetangga?

Robert menerka-nerka pikirannya sendiri. Siapa laki-laki di depannya ini.

"Apa Anda membutuhkan sesuatu, Sir?"  tanya Robert. Dia berpikir jika tidak mungkin Elena mempunyai teman seperti laki-laki di depannya ini. Sangat tidak mungkin. Lalu apa yang sedang dia cari dengan mengetuk pintu apartemen Elena.

Jefferson seperti tersadar setelah mendengar pertanyaan dari Robert. Tiba-tiba saja ada gejolak aneh dalam dadanya. Jujur, dia tidak suka melihat laki-laki ini berada di dalam apartemen wanita hamil itu. Dia juga tidak menduga jika laki-laki ini yang akan membukakan pintu untuknya.

Robert menatap laki-laki di depannya ini dengan sedikit bingung. Laki-laki itu tidak menjawab pertanyaannya, malah diam saja tanpa ekspresi.

"Anda mencari seseorang?" tanya Robert lagi.

Jeff masih tidak menjawab. Matanya menatap lurus ke dalam apartemen. Dia ingin melihat wanita itu yang muncul, bukan laki-laki ini.

"Sepertinya Anda salah alamat." Robert kemudian menutup pintu setelah mengucapkan kalimat tersebut. Dia berpikir jika laki-laki itu aneh. Laki-laki itu tidak menjawab pertanyaannya, tapi hanya berdiri saja di depan pintu. Apakah dia bisu? 

Robert menggeleng kemudian berjalan kembali ke dapur untuk melanjutkan acara memasaknya.

Jefferson masih mematung di depan pintu yang sudah tertutup tersebut. Entah kenapa lidahnya seperti mati rasa, saat laki-laki tadi memberikan pertanyaan padanya. Dia seperti terkejut dengan kehadiran laki-laki itu. Jeff tidak mengerti, tapi dadanya terasa sesak. Ada emosi yang tiba-tiba meluap ke permukaan. Dia juga tidak tahu jenis emosi apa itu, tapi yang pasti dirinya tidak suka jika laki-laki itu dekat dengan Elena. Apa pun alasannya.

Tes DNA mengenai janin dalam rahim Elena belum keluar. Jadi, Jeff masih akan mengawasi Elena.

Setelah berdiri begitu lama, akhirnya dia mulai melangkah pergi, tapi Jeff berhenti kembali. Dia berpikir, apakah terjadi sesuatu dengan wanita hamil itu?  Mengingat keadaannya yang sering lemah dan terguncang
Dan Jeff tahu semua itu disebabkan oleh perbuatannya sendiri.

Laki-laki mengembuskan napas kemudian melanjutkan langkahnya. Untuk saat ini, dia akan membiarkan laki-laki itu untuk menemani Elena. Namun, jika hasil tes sudah keluar dan menyatakan bahwa anak itu adalah darah dagingnya. Maka Jeff tidak akan pernah lagi melepaskan wanita itu. Terlepas wanita itu mau atau tidak. Dia tetap akan memaksanya.

Mulai sekarang dia akan mencoba untuk mempercayai wanita itu.

*****

Hallo....

Aku mau curhat dikit. Pagi tadi wifi dirumahku tiba-tiba mati dan aku sibuk nyari tukang wifi buat memperbaiki.

Lalu hujan deras ditambah mati lampu, aku seperti sudah lelah dan tidak ingin publish part ini.

Tapi, mengingat aku udah janji buat publish hari ini, jadi aku tepati.

Oh ya, ini sudah panjang loh. Kalau kurang panjang ukur aja rel kereta api.

Saya sudah mengupayakan untuk update setiap hari, jadi jangan maksa lagi untuk update 2-3 kali sehari. Saya juga manusia biasa yang bisa lelah dan mungkin jatuh sakit. Jadi, tolong hargai sedikit saja.

Terima kasih banyak untuk yang sudah menyukai cerita ini, vote dan komentar.

Peluk cium
Vea Aprilia
Rabu, 14 November 2018

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top