Bab 30

Jeff baru saja selesai rapat dan kembali ke dalam ruangannya. Matanya melihat sebuah amplop berwarna cokelat tergeletak di atas meja kerja. Dia ingat jika salah satu orang kepercayaannya hari ini akan datang untuk memberikan informasi. Karena suasana hati Jeff sedang buruk, dia tidak ingin bertemu dengan siapa-siapa. Dan menyuruh meletakkan berkas informasi tersebut di atas meja.

Dia menghela napas panjang kemudian duduk. Laki-laki itu tidak ingin membuka amplop tersebut sekarang. Ada sesuatu yang sedang mengganggu hatinya. Jeff masih mengingat kejadian semalam, di mana dia dengan gila datang ke apartemen Elena kemudian menyerang wanita itu secara mendadak.

Jeff mengerang frustrasi. Apa yang sebenarnya terjadi dengan dirinya. Kenapa dia begitu peduli dengan wanita hamil itu. Dia tidak pernah bertindak gila seperti itu sebelumnya.
Kepalanya kemudian menengadah ke atas. Kedua matanya menatap langit-langit ruang kerjanya. Tangannya kemudian mengusap bibirnya yang robek akibat gigitan Elena. Setelah itu dia mengerang lagi dengan keras. Memukul tangan kursi dengan amarah yang akan segera meledak.

Setelah beberapa lama Jeff memejamkan mata sambil menengadah, akhirnya, emosinya sedikit tenang. Dia kemudian melirik amplop cokelat yang masih tergeletak di atas meja. Keningnya berkerut sebelum meraih benda tersebut lalu membukanya.

Dua buah bola matanya hampir melompat keluar setelah melihat isi amplop tersebut. Bukti-bukti penggelapan uang, sebuah flasdisk dan beberapa foto.

Tangannya kemudian beralih pada foto-foto tersebut. Memeriksanya satu persatu hingga foto paling akhir. Dia tidak ingin mempercayai semua bukti tersebut, tapi bukti itu ada dan nyata di depan matanya.

Emosi yang tadinya sudah sedikit mereda kini meledak kembali, bahkan jauh lebih besar dan sudah tidak terkendali. Dia kemudian melempar semua foto tersebut ke atas meja. Dengan amarah yang sudah tidak dapat ditahan lagi, kedua tangannya menggebrak meja dengan sangat keras. Hingga sebagian barang di atas meja jatuh ke atas lantai.

Jeff bangkit dan menatap kembali semua foto yang sudah berserakan di atas meja dan lantai. Netra birunya semakin menggelap. Darahnya telah naik ke ubun-ubun. Sungguh tidak dapat dipercaya dengan apa yang baru saja dilihatnya. Gila ini sungguh gila.

Dengan segera dia mengambil ponsel dan menghubungi seseorang.

"Foto apa itu?"  teriaknya keras dengan amarah yang besar.

"Itu adalah bukti yang Anda minta. Tuan," jawab seorang laki-laki di ujung telepon.

"Apa kau mencoba untuk membodohiku? Apa kau pikir aku akan percaya begitu saja!" Jeff murka. Sebelah tangannya mengepal. Napasnya sudah tidak beraturan.

"Jika Anda tidak tidak percaya, saya bersedia untuk dipecat."

"Aku tahu kau sudah merekayasa foto tersebut, iya kan?" teriak Jeff sekali lagi. Pikirannya sudah tidak bisa berpikir jernih. Gemuruh di dalam dadanya semakin besar.

"Nyawa saya jadi taruhannya, jika saya berani berbohong dan merekayasa foto dan video tersebut. Foto tersebut mungkin terlihat direkayasa, tapi bagaimana dengan videonya? Apa Anda sudah menontonnya?"

Jeff melirik flasdisk yang masih tergeletak di atas meja.

"Lihatlah video tersebut, setelah itu Anda boleh marah atau bahkan membunuh saya."

Setelah itu panggilan tersebut terputus. Jeff langsung membanting ponselnya, hingga benda tipis tersebut hancur tak berbentuk.

Napas Jeff masih memburu. Dia kemudian mengambil flasdisk tersebut dan mencolokkan pada komputer. Beberapa detik kemudian sebuah folder muncul di layar monitor. Tangan Jeff dengan cepat mengklik tombol play dan mulailah adegan yang membuat matanya terbuka lebar. Adegan yang membuat wajahnya menjadi merah padam akibat amarah. Jantungnya seperti dipompa dengan cepat dan mungkin sebentar lagi akan meledak. Sungguh adegan yang membuat seorang Jefferson Campbell murka. Sangat murka.

Di dalam video tersebut terlihat seorang laki-laki dan perempuan sedang bercumbu dengan panas di sebuah ruangan yang mirip seperti kamar hotel. Sang laki-laki menciumi setiap lekuk tubuh wanita itu yang berada di bawahnya.
Jeff tentu saja mengenal betul keduanya. Matanya semakin panas. Tangannya terkepal. Wajahnya semakin menggelap.

Dia membuka lagi file video yang lainnya, begitu seterusnya hingga habis. Dan semua isinya adalah sama. Tentang laki-laki dan perempuan yang sama sedang bercinta dengan panas.

Hatinya terasa terbakar. Otaknya sudah tidak bisa lagi untuk berpikir jernih. Bagaimana bisa dia selama ini dibodohi dan dibohongi.

Selama hampir satu tahun ternyata dia sudah terjebak oleh permainan kedua manusia terkutuk itu. Jeff mengetahuinya dari video yang memperlihatkan tanggal, kapan dan di mana video tersebut diambil. Dan bodohnya video tersebut diambil pertama kali sebelum Jeff mengenal perempuan itu. Lalu video terakhir adalah satu minggu yang lalu.

Sialan.

Mereka bertemu begitu sering, tapi kenapa dia tidak pernah mengetahuinya. Dia merasa menjadi laki-laki paling bodoh di dunia ini. Laki-laki yang bisa dimanfaatkan oleh seorang perempuan. Bahkan perempuan itu adalah tunangannya sendiri. Jeff tidak menyangka jika tunangan yang terlihat sangat baik ternyata tidak lebih rendah dari seorang pelacur. Setelah berpikir seperti itu, Jeff merasa lebih jijik pada perempuan itu.

Brengsek.

Marylin Kenneth tidak pantas disebut lagi sebagai tunangannya, tapi seorang pelacur. Dan laki-laki itu benar-benar licik. Dia telah memanfaatkan Marylin dengan begitu baik. Mengencaninya sekaligus sebagai umpan untuk menundukkan seorang Jefferson.

"Scotter Bradley." Jeff merapalkan nama tersebut dengan tatapan mata membunuh.

Dia bersumpah akan membunuh dua orang laki-laki dan perempuan itu yang selama ini telah menjebaknya.

Sialan. Sialan.

Jeff menggebrak meja sekali lagi. Buku-buku tangannya sudah terlihat memutih sejak tadi. Matanya mengobarkan api yang siap membakar siapa saja. Mulutnya terus menerus mengeluarkan kata-kata umpatan. Dia mungkin pernah ditusuk dari belakang oleh rekan bisnisnya, tapi kali ini Jeff merasa sudah ditusuk bukan dari belakang lagi, melainkan dari depan. Dan mereka melakukan itu dengan sangat baik.

"Scotter Bradley, Marylin Kenneth. Kalian sudah berani bermain api dengan orang yang salah. Aku bersumpah akan membuat kalian menyesal seumur hidup."

Jeff menatap tajam semua foto yang berserakan di atas meja serta video yang masih memutar adegan percintaan Scott dan Marilyn. Dia kemudian menyapukan tangannya di atas meja, hingga layar monitor yang masih memperlihatkan adegan tersebut terhempas di atas lantai.

Jeff sudah tidak bisa bersabar lagi. Dia adalah laki-laki paling bodoh di dunia ini, yang bisa dengan mudah dibodohi dan dimanfaatkan oleh mereka berdua. Tanpa pikir panjang lagi, Jeff segera berjalan meninggalkan ruang kerjanya. Tujuannya hanya satu menemukan Scotter Bradley dan Marilyn Kenneth. Mereka harus mendapatkan ganjaran yang setimpal.

*****

Hallo, ada yang nungguin Elena?

Maaf, aku dua hari ini baru pulang dari luar kota. Dan kabar buruknya di sana itu sinyal jelek banget. Jadi, aku nggak bisa nyicil nulis atau update.

Part ini aku minta vote dan komentar yang banyak ya, biar aku lebih semangat lagi untuk menulis. Terima kasih.

Happy reading
Vea Aprilia

Selasa, 13 november 2018

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top