Bab 3
Jeff mengerjap seketika melihat tubuh gadis itu terkulai jatuh. Tanpa pikir panjang dia segera bangkit dan menghampiri Elena. Jeff meraih tubuhnya kemudian mencoba membangunkan dengan cara mengguncangkan-guncangkan beberapa kali tapi tidak ada reaksi apa pun. Elena masih tak sadarkan diri.
"Aku tahu kau sedang berpura-pura. Bangunlah!"
Jeff menatap wajah Elena pucat pasi. Bajunya basah oleh keringat. Suhu tubuhnya juga dingin.
Segera dia meletakkan tubuh Elena kembali dan bergegas menyambar gagang telepon.
"Panggil ambulans sekarang juga!"
Dia tidak menyangka jika kata-kata tajamnya akan membuat gadis itu pingsan.
Sambil menunggu ambulans datang Jeff kembali meraih tubuh gadis itu, menggendong dan menempatkannya hati-hati di atas sofa. Wajah Elena pucat sekali dan suhu tubuhnya sangat dingin. Badannya juga dipenuhi oleh peluh keringat.
Sekretaris Jeff masuk untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi.
Wanita itu berkata, jika ambulans akan datang sepuluh menit lagi.
Jeff menyugar rambutnya kasar setelah berhasil mendudukkan bokongnya di salah satu kursi ruang tunggu rumah sakit. Gadis itu sedang diperiksa sekarang. Dia terpaksa mengikutinya ke rumah sakit. Dia ingin tahu apa motif gadis itu dan siapa yang telah menyuruhnya.
Jeff juga harus memastikan apakah benar jika gadis tersebut benar-benar hamil atau hanya pura-pura saja.
Sekarang dia hanya akan menunggu dokter keluar dari ruang pemeriksaan. Gadis itu benar-benar pingsan dan bagaimana kalau terjadi sesuatu yang serius. Ah, itu bukan urusannya. Sudah baik dia mau mengantarkan gadis itu sampai rumah sakit. Mungkin ini adalah salah satu rencana busuknya. Jeff mulai berpikir dan menerka-nerka dalam hati. Tapi, jika ini bukan rekayasa, Jeff tidak akan pernah memaafkan dirinya sendiri.
****
Elena membuka matanya setelah mencium bau yang menyengat dari obat-obatan. Dia mengerjap beberapa kali. Manik coklatnya masih menyesuaikan dengan cahaya lampu di ruangan tersebut. Tubuhnya sedikit lemah tapi dia berusaha untuk bangun dan duduk. Rasa sakitnya sudah berkurang.
Apa yang terjadi?
Kenapa dia bisa berada di sini?
Bukankah ini rumah sakit?
Elena mengucapkan rasa terkejutnya dalam hati. Dia tidak benar-benar ingat setelah berdebat dengan laki-laki angkuh itu. Dia ingat saat itu perutnya mulai sakit, pandangannya memudar lalu gelap. Elena tidak ingat apa-apa setelah itu.
"Bayinya," pekik Elena panik ketika mengingat janin yang sedang dikandungnya sambil mencengkeram kuat perutnya sendiri.
"Bayimu tidak apa-apa. Kau tidak perlu cemas."
Elena langsung menoleh ke arah suara bariton yang menyentaknya. Dia merasa lega setelah mendengar perkataan Jeff. Namun, dia tidak tahu kenapa laki-laki itu bisa berada di sini. Apa seorang Jefferson Campbell yang membawanya ke rumah sakit? Apakah itu mungkin? Namun, kenyataannya, laki-laki angkuh itu kini berada tepat di depannya.
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Elena dengan nada tidak suka.
"Seharusnya kau lebih hati-hati untuk menjaga bayimu." Bukannya menjawab pertanyaan Elena tapi Jeff malah terlihat kesal sekali.
"Apa kau yang membawaku ke rumah sakit?" selidik Elena.
"Menurutmu?"
Elena tidak berharap akan pingsan di depan laki-laki yang telah menginjak-injak harga dirinya sebagai seorang wanita. Tapi, dia bukan manusia yang tidak tahu berterima kasih.
"Terima kasih," ucapnya lirih entah Jeff mendengarnya atau tidak, Elena tidak peduli.
Elena melirik sekilas ke arah Jeff. Laki-laki itu terlihat sangat kacau. Jasnya sudah dilepas dan disampirkan di salah satu lengannya. Kemeja putih lengan panjangnya telah digulung sampai siku. Dasinya pun sudah tidak melingkar di lehernya. Rambutnya juga telah berantakan. Namun, entah kenapa di mata Elena laki-laki itu semakin terlihat menawan. Ah, lupakan. Elena harus sadar bahwa laki-laki di depannya saat ini adalah seorang yang tidak punya perasaan. Seorang laki-laki yang dingin dan angkuh.
"Kau boleh pergi. Aku sudah merasa lebih baik," usir Elena masih terdengar lemah.
Elena merebahkan tubuhnya kembali sambil menarik selimut sampai dada. Dia ingin istirahat sekarang. Mungkin perjalanan dari Virginia ke New York membuat janin yang dikandungnya terguncang. Ya, mungkin karena usia kehamilannya masih terlalu muda untuk bepergian, dan ini adalah kehamilan pertamanya, Elena tidak punya pengalaman apa-apa tentang kehamilan.
"Apa benar kalau itu adalah bayiku?"
Elena mengernyit. Untuk apa Jeff bertanya hal itu sekarang, pikir Elena.
"Tapi, apa kau yakin bahwa aku yang telah melakukannya denganmu?" desak Jefferson.
Elena menghela napas kemudian bangun dan duduk. Dia tidak tahan jika harus direndahkan lagi.
"Apa kau pikir aku sudah tidur dengan laki-laki lain dan meminta pertanggungjawabanmu?" pekik Elena geram.
"Mungkin saja, dan mungkin ada orang lain yang menyuruhmu untuk melakukan semua ini."
Mata Elena menggelap. Tubuhnya terasa terbakar. Dia masih sangat lemah tapi laki-laki ini memaksa untuk berdebat dan menuduh yang tidak-tidak. Sungguh sial.
"Dengar sekali lagi Mr.Campbell, aku datang bukan untuk pertanggungjawabanmu tapi hanya butuh status untuk bayi ini. Aku tidak butuh uangmu atau yang lainnya. Aku hanya butuh kau membubuhkan namamu di atas kertas." Elena menarik napas kasar. "Dan, tidak ada orang lain yang menyuruhku untuk melakukan semua ini. Apa kau mengerti Mr. Campbell!"
Suara Elena keras dan tegas juga terdengar sangat marah. Dia juga menegaskan kalimat dimana tidak orang lain yang menyuruhnya untuk melakukan hal ini. Elena menatap Jeff tajam. Dia tidak ingin dilecehkan lagi.
"Tapi, sekarang sepertinya aku telah berubah pikiran. Aku tidak ingin lagi kau mengakui bahwa ini adalah darah dagingmu. Juga tidak ingin dia menyandang nama keluargamu. Aku tidak sudi anakku memiliki ayah seperti kau," tegas Elena.
Elena memberikan tatapan tajam juga amarah yang meledak. Laki-laki itu benar-benar tidak pantas untuk bayinya.
"Aku hanya ingin memastikan," ujar Jeff tidak merasa lega sama sekali. Masih ada ganjalan di pikirannya.
Jeff bukan pastor suci yang tidak pernah tidur dengan gadis-gadis. Namun, baru kali ini ada seorang gadis yang tiba-tiba muncul untuk sebuah pengakuan atas bayi yang tengah dikandungnya. Konyol, pikirnya.
Elena menutup matanya kemudian membukanya kembali. "Sebenarnya aku juga tidak mau percaya kalau ini adalah bayimu, tapi aku hanya melakukannya sekali dan sialnya laki-laki itu adalah kau, Mr. Campbell."
Jeff masih berdiri di tempatnya. Dia menatap Elena. Entah apa yang sedang dipikirkan laki-laki itu. Elena sudah tidak ingin mengetahuinya. Yang diinginkannya sekarang adalah merebahkan tubuhnya dan tidur. Dia lelah jika harus berdebat lagi. Elena sudah menyerah. Dia bukan pengemis dan tidak akan mengemis hanya untuk mendapatkan sebuah pengakuan sialan itu.
"Terima kasih telah membawaku ke rumah sakit, dan Anda, boleh pergi sekarang Mr. Campbell. Anggap saja aku tidak pernah datang dan meminta apa pun."
"Dan ingat! Aku bersumpah tidak akan pernah menemuimu lagi!" tegas Elena kemudian merebahkan tubuh lemahnya lalu menarik selimut hingga menutupi seluruh wajahnya.
Jeff ingin membalas perkataan gadis yang sedang berbaring di depannya saat ini, tapi diurungkannya. Dia lebih memilih untuk keluar dari kamar tersebut dan pergi meninggalkan rumah sakit. Dia tidak mau percaya dan berurusan lagi dengan gadis itu. Bahkan mengetahui namanya sekalipun.
***
Untuk pengumuman saja sebelum lanjut baca. Cerita ini bakalan panjang banget. Alur ceritanya saya buat agak lambat. Jadi, yang sabar aja.
Doakan saya selalu sehat agar bisa terus update.
Kritik dan saran yang membangun dibutuhkan. Tukang NYINYIR MINGGAT AJA.
Terima kasih banyak untuk yang sudah baca, komentar dan vote.
Ps; Tepar 😥😥
Vea Aprilia
Selasa, 31 Juli 2018
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top