Bab 2


"Aku hamil."

Mata Jeff melebar. Dia terkejut sekaligus tertegun. Bagaimana bisa seorang gadis yang tidak dikenalnya mengaku hamil. 

Elena sedang mengumpulkan keberanian lagi dan harus bisa melakukannya. Dia sudah sejauh ini dan laki-laki itu ada tepat di depannya. Elena tidak boleh menyerah. Ini adalah kesempatan pertama dan terakhirnya.

Jeff menatap wajah gadis di hadapannya dengan saksama. Otaknya mulai bekerja. Laki-laki itu mencoba mengingat wajah gadis di depannya tapi gagal. Dia tidak ingat sama sekali.

"Aku gadis yang tidur bersamamu di malam pembukaan hotel di Virginia." 

"Mungkin kau sudah melupakanku tapi aku tidak akan melupakan malam itu," lanjut Elena sudah sedikit lebih percaya diri.

Tatapan Jeff tidak beralih dari wajah gadis di depannya. Sepertinya dia pernah melihat gadis ini di pesta pembukaan hotelnya di Virginia walaupun hanya sekelebat, tapi dia tidak ingat dengan pasti. Namun jika dia kemudian tidur dengan gadis ini, rasanya mustahil. Itu tidak mungkin.

Dia masih ingat, kalau sedikit mabuk malam itu dan bergegas pergi ke suite roomnya. Jika benar gadis itu tidur dengan Jeff, pagi itu dia pasti masih memeluknya di atas ranjang.

Elena mengembuskan napas gusar. Dia merasa jika laki-laki itu benar-benar telah melupakannya. Melupakan malam yang panas ketika mereka bercinta.

Gadis itu menarik napas lagi sebelum berujar, "Aku tidak tahu kalau kau benar-benar telah melupakanku."

Elena melihat sepatunya but usangnya yang saat ini lebih menarik daripada laki-laki di depannya. Dia tidak menyangka jika kedatangannya akan sia-sia. Mungkin laki-laki itu akan menganggapnya gadis yang tidak waras.

"Apa sebenarnya yang kau inginkan?" Setelah sekian lama diam akhirnya Jeff berbicara, walaupun terdengar datar dingin.

Elena mendongak. Matanya langsung bersitubruk dengan manik biru laut milik laki-laki itu. Ah, dia masih sama tampannya seperti malam itu dan sepertinya bertambah tampan saja setelah tidak bertemu selama dua bulan. Elena menggeleng, mencoba mengenyahkan pikiran konyolnya. Dia harus fokus pada tujuan semula.

"Aku hanya ingin mendapat pengakuan."

"Pengakuan?" tanya Jeff menyipitkan matanya.

"Ya, pengakuan di atas kertas. Aku hanya ingin kau menuliskan namamu di akte kelahiran bayiku nanti."

Elena merasa lega setelah mengatakan hal tersebut. Beban yang dipikulnya selama dua bulan ini akhirnya berkurang. Dia hanya perlu menunggu respon serta jawaban laki-laki di depannya saat ini.

"Apa kau yakin bayi itu adalah milikku?" tanya Jeff dengan acuh. Dia menaikkan sebelah alisnya.

Pertanyaan Jeff mampu membuat Elena linglung sejenak walaupun dia sudah mengira kalau laki-laki itu takkan percaya begitu saja. Dia masih sedikit terkejut walau sudah mempersiapkan diri sebelumnya. Namun, dengan cepat Elena dapat menguasai dirinya kembali.

"Kalau kau tidak yakin, kita bisa melakukan tes DNA setelah bayi ini lahir."

"Kenapa kau datang sekarang jika harus menunggu kelahiran bayi itu?" ujar Jeff sarkas.

Elena memejamkan mata sebentar. Menarik napas dan mengembuskannya pelan. Membuka mata kemudian berbicara,"Aku datang untuk memberi tahumu dan memberi waktu untuk berpikir."

"Berpikir? Apa yang harus aku pikirkan? Aku sendiri tidak yakin kalau itu adalah darah dagingku," sindir Jeff masih dengan wajah dingin dan datarnya.

"Aku tidak tahu jika akan seperti ini dan aku juga tidak menginginkan bayi ini sebelumnya," bela Elena.

"Kenapa tidak, kau gugurkan saja kalau begitu," sarkas Jeff. 

Demi Tuhan, dia tidak pernah menyangka jika laki-laki itu begitu kejam. Elena tidak pernah menduga jika seorang Jefferson Campbell akan berkata seperti itu. Laki-laki itu dengan tidak manusiawi menyuruhnya untuk membunuh darah dagingnya sendiri. Tiba-tiba darah Elena mendidih. Ada rasa marah dalam dirinya.

"Aku tidak akan pernah menggugurkan bayi ini. Aku datang untuk pengakuan atas namamu dan jika kau tidak bersedia aku akan mengungkapkan semua ini pada publik."

Tidak. Bukan begitu rencana Elena, dia hanya akan meminta nama laki-laki itu tertulis di akte kelahiran anaknya kelak dan setelah itu dia akan pergi. Namun, kalimat laki-laki itu begitu menusuk jantungnya. Dia tidak rela jika harga dirinya diinjak-injak seperti ini. Membunuh darah dagingnya sendiri adalah hal yang tidak mungkin dia lakukan seumur hidup Elena. Dia berkata seperti itu hanya untuk membalas ucapan kasar Jeff. Itu hanyalah sebuah gertakan saja. Elena menunggu reaksi Jeff.

"Kau mengancamku?" Jeff menaikkan sebelah alisnya.

"Aku tidak akan mengancammu jika ucapanmu tidak serendah itu." Terdengar suara Elena penuh amarah.

Jeff menarik ujung bibirnya sedikit.

"Aku tidak yakin akan melakukannya. Bagaimana bisa aku mengakui anak yang aku sendiri bahkan tidak ingat saat membuatnya," ujar Jeff dingin dengan tidak mengubah mimik wajahnya. Laki-laki itu duduk dengan angkuh sambil menyilangkan salah satu kakinya. Membawa sebelah tangannya untuk mengusap dagunya sendiri.

Sial

Elena benar-benar sudah tidak tahan. Awalnya dia datang baik-baik tapi kenyataannya laki-laki itu begitu angkuh dan sombong. Dia menyesal datang jauh-jauh ke New York hanya untuk menemui laki-laki yang sombong.

Elena rela untuk berbohong kepada keluarganya demi pergi ke New York. Dia berkata ingin bekerja di perusahaan besar dan meninggalkan Virginia. Bahkan, keluarganya tidak tahu kalau dirinya tengah mengandung.

Andaikan dia tidak gegabah dan memilih membicarakan tentang kehamilan nya pada keluarganya, tentu saja Elena tidak akan dipermalukan seperti ini, yang Elena pikirkan waktu itu hanya nama baik keluarganya. Dia tidak ingin menghancurkan usaha yang telah dirilis ayahnya dari nol. Mengembangkan pabrik anggur hingga sebesar itu tidak mudah dan butuh kerja keras. Dia tidak ingin merusak kerja sama yang telah Sebastian dapatkan dengan perusahaan milik Jefferson. Elena pikir, dia sudah dewasa dan berhak mengambil keputusan sendiri. Lagi pula ini adalah kesalahan terbesarnya, dia tidak ingin melibatkan keluarganya.

Kali ini Elena lebih berani. Matanya menatap tajam laki-laki di depannya. Amarahnya seolah sudah berada di puncak.

"Aku datang hanya untuk itu dan kalau kau tidak percaya, aku tidak akan memaksa," tegasnya.

Elena menyerah. Dia akan melahirkan bayinya dan membesarkannya sendiri tanpa harus ada pengakuan dari ayah kandung bayi itu. Biarkan saja kolom nama ayah di kertas itu kosong. Karena Elena sendiri tidak rela jika anaknya mempunyai ayah seperti Jeff. Laki-laki dingin dan angkuh. Sungguh laki-laki yang tidak punya perasaan.

"Apa kau yakin hanya menginginkan itu?" selidik Jeff.

"Maksudmu?"

"Ya, kau mungkin terdesak hingga memintaku untuk mengakui bahwa bayi yang sedang kau kandung adalah milikku tapi sebenarnya kau menginginkan uangku," sindirnya.

Mata Elena menggelap seketika setelah mendengar perkataan Jeff.

Elena tertawa sinis, "Apa katamu? Uangmu?"

Elena tersenyum mengejek. "Memangnya berapa banyak uang yang bisa kau berikan padaku? Aku tidak pernah menginginkan uangmu Mr. Campbell. Keluargaku cukup kaya untuk menghidupi aku dan bayiku," balas Elena telak.

Elena benar-benar telah dilecehkan. Bukan hanya secara fisik tapi juga verbal. Perkataan Jeff sungguh angkuh. Entah bagaimana caranya Elena bisa terlena malam itu. Dia tidak percaya kalau pernah satu ranjang dengan seorang bajingan. Dadanya terasa panas oleh amarah yang ingin segera dia ledakkan. Namun, tiba-tiba ada yang aneh dengan perutnya. Rasanya seperti tertusuk dan itu nyeri. Perasaan Elena sungguh tidak nyaman. Sebelah tangannya mulai memegangi perutnya. Dahinya sedikit berkerut.

"Kau tidak mungkin datang jauh-jauh hanya untuk itu. Pasti ada yang kau sembunyikan. Aku tidak bodoh, Nona."

Elena tidak bisa fokus sepenuhnya pada ucapan Jeff. Sakit di perutnya semakin menjadi. Dia mencoba tetap berdiri tegak. Tangan Elena kuat mencengkeram perutnya. Dia sedikit meringis menahan rasa sakit.

"Kenapa kau tidak menjawab. Apakah benar dugaanku? Tidak mungkin kau datang hanya untuk namaku di atas kertas. Kau mencoba membodohiku lalu dengan mudah kau akan memerasku. Kau benar-benar wanita gila."

Elena sudah tidak tahu apa yang sedang diocehkan oleh laki-laki di depannya itu. Yang dia rasakan hanya rasa sakit yang semakin menjadi. Sakit dan semakin sakit. Kepalanya mulai berputar. Keringat dingin mulai membasahi tubuhnya. Tubuhnya gemetar. Pandangannya mulai mengabur. Lalu.... 

****

Ini adalah cerita saya setelah vakum beberapa bulan tidak menulis. Jadi, mungkin akan ada banyak kesalahan dan kekurangan.

Dont copy paste my Story

Doakan supaya bisa publish setiap hari.

Vea Aprilia
Senin, 30 Juli 2018

Ps; cerita ini bakalan panjang 😄

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top